OJK Penyidik Tunggal Kejahatan Keuangan Sebagai Solusi Cerdas (Bag-3)
Oleh Kisman Latumakulita – Wartawan Senior FNN
SKANDAL keuangan Enron mirip-mirip dengan WorldCom dan Bank Barings. WorldCom juga melakukan penipuan laporan keuangan. Sedangkan Bank Barings ambruk akibat ulah dari transkasi anak muda pintar Nick Leeson di Bursa Saham Singapura atau Singapore Internasional Monetary Exchange (SIMEX). Transaksi Nick Leeson di SIMEX yang tidak terkendali berakibat Bank Barings bangkrut, karena harus menanggung kerugian yang lebih besar dari modalnya.
WorldCom juga mencatatkan sahamnya (listing) di busrsa Wall Street. WorldCom adalah perusahaan Amerika yang bergerak di bidang telekomunikasi. Sebagai penyedia layanan internet terbesar di dunia. Menampung 50% traffict internet di seluruh Amerika Serikat. Menampung 75% dari email yang dikirim ke Amerika, dan sepuruh email yang dikirim ke seluruh dunia. Ada ribuan perusahaan dari 100 negara di dunia yang sangat begantung pada askses internet dari WorldCom.
Pertagon sebagai komando pertahanan dari angkatan bersenjata terkuat di dunia juga bergantung dari akses internel WorldCom. Begitu juga dengan Departemen Dalam Negeri Amerika. Namun sangat disayangkan WorldCom melakukan tindakan tidak etis dengan merekaysa lapaoran keuangan. Prilaku WorldCom ini terkenal dengan istilah jenis dan bentuk fraud, pendeteksian fraud dan penyebab dilakukan fraud.
Awalnya WorldCom adalah penyedia layanan telepon jarak jauh (kabel). Selama tahun 1990-an WorldCom melebarkan sayap. WorldCom mengakuisisi beberapa perusahaan telekomunikasi. Dampaknya, pendapatan Worldcom meningkat drastis. Tahun 1990 pendapatan Worldcom hanya U$ 152 juta. Namun setelah akuisisi beberapa perusahaan telekomunikasi, pendapatan WorldCom naik menjadi U$ 392 miliar tahun 2001.
Terjadi peningkatan pendapatan WorldCom yang luar biasa drastis hanya dalam 11 tahun. Hasil akusisi ini menempatkan WorldCom sebagai perusahaan terbesar nomor 42 di dunia dari dari 500 perusahaan versi Majalah FORTUNE. Akuisisi terbesar terjadi tahun 1998, saat WorldCom mengambil alih MCI, perusahaan telekomunikasi terbesar nomor dua di Amerika yang bergerak di telekomunikasi jarak jauh.
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Daniel Sugema Stephanus dan Devy Suhendra, masih di tahun yang 1998, WorldCom juga membeli perusahaan UUNet. Perusahaan yang bergerak di bidang layanan internet komersial (compuserve) dan jaringan data American Online (AOL). Keputusan WorldCom untuk mengakuisisi UUNet itu semakin mengukuhkan posisi WorldCom sebagai perusahaan nomor satu di Amerika di bidang infrastruktur internet.
Persoalan mulai menggerogoti WorldCom awal tahun 1999. Penyebabnya akhir 1998 Amerika mengalami resesi ekonomi. WorldCom ikut terkena dampak. Fundamental WorldCom mulai bermasalah akibat besarnya infrastuktur telekomunikasi di Amerika. Permintaan infrastuktur internet berkurang drastis. Akibatnya pendapatan WorldCom ikut terpuruk. Penurunan pendapatan yang jauh dari prediksi sebelumnya.
WorldCom kelimpungan karena jor-joran mengeluarkan dana besar untuk membeli perusahaan, dan membiayai inventasi untuk inftrastruktur jaringan. Apalagi WorldCom menggunakan sumber dana dari hutang untuk membeli perusahaan dan investasi infrastruktur jaringan. Kebijakan ini makin diperparah dengan banyaknya perusahaan telekomunikasi yang mengalami masalah keuangan.
Beberapa perusahaan telekomunikasi di Amerika yang mengalami masalah keuangan, antara lain Qwest Communications, Global Crossing, Adelphia, Licent Telkonologi dan Enron. Umumnya perusahaan tersebut memiliki investasi besar di jaringan internet. Kenyataan inilah yang membuat WorldCom mengalami kerugian besar.
Keuangan WorldCom yang bermasalah, menimbulkan kecurigaan dari otoritas bursa Amerika atau Securities and Exchange Commissiion (SEC). Akibatnya, Maret 2002 SEC meminta data dari WorldCom untuk beberapa item yang berkaitan dengan laporan keuarang. Item-item itu termasuk besarnya komisi yang terkait dengan penjualan, serta tagihan-tagihan yang bermasalah.
SEC juga meminta data dari WorldCom terkait sanksi administrasi terhadap pendapatan yang berhubungan dengan pelanggaran berskala besar. Juga kebijakan akuntansi yang digunakan untuk merger perusahaan telekomunikasi. Begitu juga dengan besarnya pinjaman kepada Chief Executive Officer (CEO). Data lain yang diminta SEC adalah integrasi sistem komputer Worldcom dengan MCI, serta analisis tentang ekspektasi pendapatan saham WorldCom.
Sebulan setelah SEC melakukan pemeriksaan, April 2002 CEO WorldCom Barnie Ebbers dipecat. Ebbers digantikan John Sidgmore. Setelah Ebbers hengkang dari Worldcom, pada Mei 2002 auditor Cynthia Cooper menemukan ada kejanggalan pada laporan keuangan. Cynthia mendiskusikan kejanggalan yang ditemukan itu dengan Chief Finansial Officer (CFO) Worldcom Scott D. Sullivan.
Sekitar 12 Juni 2002, Cynthia Cooper melaporkan masalah ini kepada Max Bibbitt di Komite Audit. Atas izin CEO Worldcom yang baru John Sidgmore, Max Babbitt lalu meminta kantor akuntan publik Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG) yang bermarkas di Amstelveen Belanda untuk melakukan investigasi menyeluruh. Hasilnya, 20 Juni 2002 WorldCom mengkui ada dana sebesar U$ 3,82 miliar yang dipakai untuk beban jaringan adalah pengeluaran dari modal.
Akuntan KPMG juga menemukan dana U$ 3,005 juta yang salah diklasifikasikan oleh WorldCom. Ada juga U$ 797 juta yang salah diklasifikasikan pada triliun pertama tahun 2002. WorldCom memindahkan akun yang seharusnya beban kepada akun modal. Terkesan kalau WorldCom mampu menaikkan laba atau pendapatan. Akun untuk beban dicatat lebih rendah. Sementara untuk akun aset dicatat lebih tinggi, karena beban kapitalisasi disajikan sebagai beban investasi.
Jika rekayasa pembukuan keuangan ini tidak dideteksi sejak awal, praktek ini akan berakibat pada pendapatan bersih yang lebih rendah pada tahun-tahun berikutnya. Kondisi bisa terjadi, karena beban kapitalisasi jaringan akan didepresiasi. Dampkanya, memungkinkan WorldCom perlu mengalokasikan biaya untuk beberapa tahun ke depan.
Ketika mengumumkan temuan akuntan KPMG, harga saham WorldCom turun drastis. Dari yang semula U$ 64,5 per saham pertengahan 1999, menjadi hanya U$ 2 per saham pertengahan 2002. Penurunan terus terjadi hingga hanya U$ 1 per saham. Bahkan kurang dari U$ 1 sen dollar per saham. Masyarakat dunia yang terlanjur membeli saham WorldCom dengan harga tinggi, tentu menderita kerugian besar.
Investor yang tidak paham tentang rekayasa laporan keuangan tentu saja terkecoh oleh tipu-tipu WorldCom. Para karyawan WorldCom yang mempunyai saham sebagai bagian dari dana pensiun ikut terkena imbas. Karyawan mengalami kerugian besar. Kenyataan ini mendorong Ketua SEC Amerika Harvey Pitt buka suara. Harvey yang ikut memeriksa laporan akuntansi WorldCom mengatakan pembukuan WorldCom “sama sekali tidak memadai dan tidak lengkap (Wholly Inadequate and Incomplete).
Kabar mengagetkan datang dari Tauzi yang merupakan House Energy and Commerce Kommittee. Tauzi 15 Juli 2002 mengatakan, berdasarkan dokumen-dokumen internal dan email yang ditemukan dari WorldCom, mengindikasikan sebenarnya para eksekutif WorldCom sudah mengetahui kondisi keuangan ini sejak awal musim panas 2000. Namun rekayasa akuntasni tetap saja berlanjut.
WorldCom menyerah, dan mengikuti program proteksi kebangkrutan dari Kemnterian Kehakiman Amerika. Saat kallapos, WorldCom melaporkan aset U$ 103 miliar, dengan utang U$ 41 miliar. WorldCom menggelambungkan keuntungan U$ 3,82 miliar priode Januari dan Maret 2001. Tahun yang sama WorldCom juga memasukan U$ 3,82 miliar sebagai biaya operasi normal ke pos investasi.
Model rekayasa laporan pembukuan akuntansi yang dilakukan WorldCom ini tak mudah untuk dipahami dan dimengerti oleh penyidik-penyidik Kejaksaan, Kepolisian dan KPK (gabungan Jaksa dan Polisi). Butuh menyidik yang ahli dalam memahami kejahatan akuntansi dan pembukan. Kejahatan white collars crime dan extra ordinary cime ini sangat rumit dan njelimet (sophisticated and meticulous). Lebih sulit dua sampai tiga tingkat dari kejahatan tindak pidana pencucian uang (TPPU) atau money loundry.
Butuh mereka yang benar-benar ahli. Paham dan hafal tentang kejahatan white collars crime dan extra ordinary crime. Suka atau tidak suka, mereka ada dan terkumpul di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Keputusan pembuat norma undang-undang (Pemerintah dan DPR) memberikan kewenangan kepada OJK sebagai penyidik tunggal kejahatan di industri keuangan sebagai solusi yang tepat dan cerdas. (bersambung).