“Pak (Lurah) Raja”

Ilustrasi kerja keras

Oleh Agustinus Edy Kristianto - Pemerhati Ekonomi Politik 

DUGAAN kuat cawe-cawe Presiden Jokowi semakin terlihat jelas. Bentuk negara kita adalah republik tapi corak politiknya semakin mirip kerajaan. 

Apa-apa lapor "raja". Apa-apa tegak lurus.

Segala dinamika politik yang terjadi bagai sandiwara yang tak ada gunanya buat nasib rakyat. Kemungkinan besar pemenang sudah ditentukan sebelum pertandingan berlangsung. Pilpres terancam buang-buang waktu dan biaya triliunan. 

Kedaulatan rakyat adalah omong-kosong.

Majalah Tempo edisi pekan ini (3/9/2023) mengungkapkan sejumlah fakta berikut:

Saat Surya Paloh MELAPORKAN nama Muhaimin Iskandar sebagai calon wakil Anies Baswedan kepada Jokowi, "Jokowi melempar KODE SENYUM kepada Surya."

Kualitas pertemuan dinilai baik. 

Ponten 9. 

Artinya "raja" senang.

Muhaimin sebelumnya ada di Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) bersama Prabowo Subianto. Ternyata, menurut Tempo, "... KKIR terbentuk karena PERINTAH Presiden Jokowi." Artinya "perintah terlaksana".

Sementara itu, setelah AHY terdepak, SBY berkata, seorang menteri aktif Kabinet Jokowi melakukan pendekatan kepadanya dan menyatakan langkahnya itu "SETAHU Pak Lurah."

Menteri itu adalah Sandiaga Uno!

Pak Lurah itu siapa, bisa Anda tebak sendiri-lah.

Daun jatuh pun, Lurah kudu tahu.

Market jadi sangat timpang. Pengendalian demand & supply oleh Pak Lurah kental sekali. Ia mengendalikan semua lini, hulu ke hilir.

Monopoli!

Bahkan harga dan mata uangnya bisa ditetapkan atas kemauannya sendiri. Jangan bicara lagi kasus HAM Prabowo, terutama bagi para aktivis goyang-dombret. Sejak setahun lalu, sudah "beres". Ibarat kata terjadi IJON politik---yang hanya sedikit orang ketahui.

Pada 26 Agustus 2022, terbit Keppres 17/2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu. Ketua Pengarah adalah Menkopolhukam. Ketua Pelaksana Makarim Wibisono. Pendeknya masalah HAM berat diselesaikan DI LUAR pengadilan. Lewat pemulihan, rehabilitasi, bansos dan sebagainya.

Di sisi lain, sejak UU KPK direvisi melalui UU 19/2019, posisi Presiden sebagai Kepala Eksekutif sangat strategis. "KPK adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif... " (Pasal 3).

Meskipun ada frasa "independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun" tapi tetap saja itu mengandung kontradiksi dengan frasa "dalam rumpun". 

Cawe-cawe (Baca: kunci-mengunci pakai kasus untuk kepentingan politik) Kepala Eksekutif sangat mungkin dilakukan.

KPK juga bisa melakukan penghentian penyidikan (SP3), beda dengan aturan sebelumnya. Kasus "kardus durian" yang diduga menyeret Cak Imin, misalnya, di-SP3 oleh KPK. 

Pada 22 Februari 2023, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melakukan praperadilan atas SP3 itu di PN Jaksel. Putusan keluar pada 10 April 2023: tidak diterima!

Di "kardus durian", Cak Imin relatif aman. 

Tapi lain lagi di kasus korupsi sistem proteksi TKI di Kemnaker zaman Cak Imin menteri. Ternyata, kasus itu naik penyidikan baru-baru ini saja. Surat perintah penyidikan terbit Agustus 2023.

Bagaimana dengan kasus Formula E yang diduga menyeret Anies? Per September 2022, masih penyelidikan. 

Tapi siapa yang jamin kalau yang bersangkutan "bandel" (baca: ngoceh perubahan terus) bakal jadi penyidikan?

Sementara, kasus korupsi dan penyalahgunaan Surat Pertanggungjawaban (SPJ) Kementerian Pertanian Tahun 2019-2023, yang diuga melibatkan menteri asal Partai Nasdem Syahrul Yasin Limpo, masih penyelidikan per 16 Januari 2023. 

Tapi, sama seperti Formula E, siapa jamin nantinya tak mekar jadi penyidikan.

Selain KPK, penegak hukum lain yang jelas secara struktural di bawah Presiden adalah Polri dan Kejaksaan. 

Siapa berani macam-macam!

Saran saya buat para politisi itu: nikmati saja jadi burung di sangkar emas.

Soal pengendalian logistik, jangan ditanya. Tak usah banyak analisis, cukup lihat lumbung BUMN---yang kini di bawah Erick Thohir.

Tiga BUMN berstatus Tbk dengan laba bersih terbanyak (Kuartal I 2023) adalah BRI (Rp15,56 triliun), Bank Mandiri (Rp12,6 triliun), dan Telkom (Rp6,42 triliun). 

Asal tahu saja, saat ini (per Laporan Keuangan Juni 2023), BRI punya laba ditahan mencapai Rp192 triliun, Bank Mandiri Rp162 triliun, dan Telkom Rp91 triliun.

Tak usah repot-repot cari komisi dari sektor lain, misalnya lewat bisnis batu bara atau jual-beli alutsista, potek secuil aja dari laba ditahan BUMN jumbo itu, jangankan buat bikin pasukan medsos atau blocking iklan media, duit triliunan seperti itu sangat cukup buat biaya hore-hore menang pilpres.

Pendeknya: ayo dukung Menteri BUMN jadi mendampingi capres yang disenyumi Pak Lurah.

Pertanyaannya adalah kepada siapa Presiden Jokowi mengabdi? 

Diri dan keluarganya sendiri? Partai? Kongsi bisnis? Konglomerat? Asing? Rekan wedangan? Siapa? Rakyat miskin?

Kita butuh sistem kontrol, perangkat, kekuatan politik lain, dan masyarakat yang cerdas-kritis untuk mencegah supaya kekuasaan sebesar Kepala Negara dan Kepala Eksekutif (Presiden) tak digunakan secara berlebihan, sembarangan, dan sewenang-wenang dalam suatu pemilu mahal yang penuh sandiwara (rekayasa?)

Salam.

580

Related Post