Pangeran Sambernyawa versus Pangeran Samberarto

KRT Sutoyo A. Manduronagoro, Koordinator Kajian Politik Merah Putih

Sempat harus bertempur dalam waktu berurutan dari serbuan dan kejaran Belanda di Madiun, Magetan, Ponorogo, dan secepatnya harus pindah lagi bertempur di Jogjakarta.

Oleh: KRT Sutoyo A. Manduronagoro, Koordinator Kajian Politik Merah Putih

ESTU Pitulung Hyang Sukma, Malekat pindah jalmo, Pangeran Dipati sujud ing Allah lan Rasullah” (RM Said, BL. Asmaradana 69: 93).

Dalam perjuangannya: “Selalu berdoa lebih baik mati di jalan yang diridhoi Allah (mati syahid) daripada menanggung aib kalah melawan kumpeni” ( RM Said BL. Durmo 63: 320)

RM Said (Pangeran Sambernyawa) selalu mengatakan “ingsun tedha ing Allah” dalam melawan Belanda diyakini sebagai perang suci, sekalipun harus gugur dalam peperangan.

Awal mula harus melawan Belanda justru ketika sang mertua P. Mangkubumi dan Sunan PB III menyetujui bekerjasama dengan Belanda. Semua bisa terjadi karena liciknya Belanda mengadakan “Perjanjian Giyanti (tahun 1757) yang memecah Mataram menjadi dua, yaitu: P. Mangkubumi di Kasultanan Yogyakarta dan PB III berkuasa di Surakarta.

Belanda makin licik memecah-belah Mataram dan harus diperangi karena kelakuan semakin liar menguasai, memecah belah, dan menghasut tatanan kehidupan kerajaan yang sudah mapan.

Perjalanan perjuangannya selama 16 tahun (sekitar 250 pertempuran) dalam  melawan Belanda. RM Said, tegar dan terus menerjang. Ketika datang bujukan untuk berunding dari Baron Von Hohendorf dan bujukan dari patihnya P. Kundanawarsa untuk berhenti melawan Belanda karena resiko kematian dan bahaya yang sangat besar, semua ditolak .

Saran dari patihnya setelah isyarat yang ditemui RM Said sendiri adanya sekawanan burung “dandang” berwarna putih yang jumlahnya ratusan ekor, setiapkali dihalau terbang menjauh kemudian mendekat lagi dengan jumlah yang lebih besar.

RM Said tegas mengatakan – “Dakarepken sanadyan aku matiya, Yen wus tumeko janji, aja adoh Mataram, dayane luhuring wang, Puyo pada serah pati, pasrah ing Allah payota di alebu geni” _ (sudah menjadi tekadku biarlah aku gugur di medan laga, asal tidak jauh dari bumi Mataram, itulah yang akan meluhurkan namaku” _ (BL. Surma, 58.151).

PM Said (P. Sambernyawa) dalam usia 30 tahun sudah harus melawan Belanda bergerak di tanah Jawa dari satu daerah ke daerah lain, dengan senjata seadanya dan harus terus menembus dan menempuh perjalanan dari satu hutan ke hutan lainnya.

Medan laga pertempuran “lir segara tanpa tepi” (bagaikan laut tak bertepi) begitu luas yang harus dijalani, dengan gagah berani.

Sempat harus bertempur dalam waktu berurutan dari serbuan dan kejaran Belanda di Madiun, Magetan, Ponorogo, dan secepatnya harus pindah lagi bertempur di Jogjakarta.

Betapa heroiknya sekalipun hidup di hutan sang istri – Kanjeng Ratu Bendara dan garwo sepuh RA Kusuma Patahati terus mendampingi dan menyertainya.

RM Said cita-citanya ingin menyatukan Mataram di bawah pimpinan satu raja (bukan dipecah-belah oleh Belanda), seperti ditulis oleh Pringgodigdo: “RM Said bleef bij zijn eisch over heat geheele rijk (RM Said tetap ingin menyatukan negara Mataram seluruhnya).

Julukan “Pangeran Sambernyawa” karena strategi perangnya menggunakan model atau taktik serangan: dhedhemitan, weweludan, dan jejemblungan. Kecepatan menyerang dan membunuh sebanyak-banyaknya setelah itu pergi menghilang.

Belanda sampai mengeluarkan seperti sayembara oleh Nicholas Hartingh – Gubernur Direktur Jawa Pantai Utara – Timur (Javas Noor-Oost kust): akan memberikan 1000 real untuk yang bisa menyerahkan kepada RM Said dan kepala para pengikutnya 500 real. Semua gagal total.

Pitutur untuk kondisi saat ini:

1. Perjuangan PM Said (Pangeran Sambernyawa) adalah untuk memerangi penjajah Belanda artinya untuk memusnahkan tirani, penindasan, kedzaliman dan penindasan penguasa terhadap rakyat.

2. Setiap saat dan masa memang tetap saja ada penguasa yang justru berpihak kepada penjajah (Neo Kolonialisme Baru), dengan badut-badut politik yang macam-macam warna, tingkah polah kelakuannya.

3. Saatnya tiba pasti akan lahir pahlawan sejati, bukan pahlawan Samberarto, yang menjijikan, memuakkan, dan harus dimusnahkan.

4. Hanya pejuang sejati manusia suci dan pemberani yang bisa melawan tirani, kedzaliman, penindasan dan mengeluarkan masyarakat dari kesusahan serta penderitaan akibat laku para penguasa yang bejad hanya menghamba kepada nafsu iblis dan penghamba dunia semata.

5. Keadaan negara saat ini yang sangat mengerikan segera bisa keluar dari marabahaya penguasaan dan kooptasi para Kapitalis dan Oligarki.

6. Pitutur untuk masyarakat luas dan khususnya trah Mataram untuk jangan lengah dan segera bertindak atas kejadian saat ini yang mirip seperti terjadi pada jaman RM Said. (*)

591

Related Post