Pansel KPU-Bawaslu Mencerminkan Akal Busuk

By Asyari Usman

HARI-hari ini publik memberikan perhatian besar terhadap Panitia Seleksi (pansel) yang akan memilih para komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) periode 2022-2027. Ada 11 orang anggota pansel. Ketuanya, Juri Ardiantoro, adalah Deputi IV Kantor Staf Presiden (KSP). Orang Istana tulen.

Pertanyaan publik adalah: mungkinkah pansel KPU-Bawaslu ini akan memilih orang-orang yang independen? Agar penyelenggaraan pileg, pilkada, dan pilpres berjalan jujur dan adil?

Rasa-rasanya tak mungkin. Hampir pasti pansel KPU dan Bawaslu tidak akan independen dari intervensi kekuasaan. Terlalu muluk mengharapkan pansel betukan Jokowi ini akan bebas.

Bagaimana mungkin orang yang ditunjuk Jokowi bisa bebas dari intervensi? Bagaimana Anda bisa percaya pansel akan bebas sementara Jokowi berusaha keras mempertahankan kekuasaan dengan segala cara? Dan KPU-Bawaslu adalah dua lembaga yang krusial untuk tujuan ini. Jadi, independensi pansel hanya ada di alam hayalan.

Penjelasannya sederhana. Presiden mendudukkan Juri Ardiantoro sebagai ketua pansel. Juri adalah pejabat senior di KSP. Dan KSP itu adalah dapur yang mengolah dan mengelola cara-cara untuk terus berkuasa. Yang ada dalam benak mereka adalah bagaimana cara melanjutkan kekuasaan Jokowi melalui presiden berikutnya. Juri akan ikut dalam ikhtiar ini.

Ada pula Wamenkumham Edward Hiariej. Mungkinkah beliau ini akan memilih orang-orang yang independen untuk posisi komisioner KPU dan Bawaslu? Dipastikan tidak. Dia akan condong memilih orang yang pro-penguasa. Tak perlu dijelaskan lagi.

Bagaimana dengan Prof Hamdi Muluk? Pakar psikologi politik UI ini punya rekam jejak membela penguasa. Dia membela habis tes wawasan kebangsaan (TWK) yang menyingkirkan para penyidik non-kompromi di KPK. Akankah Hamdi berani memilih orang independen menjadi komisioner KPU-Bawaslu? Sekadar bermimpin boleh saja.

Terus ada Poengky Indarty dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Peongky terkenal membela Polri dalam banyak kesempatan. Dia memang berlatar belakang aktivis HAM. Tetapi, setelah masuk ke Kompolnas dia mengalami perubahan drastis. Anda harapkan dia memilih figur netral duduk di KPU dan Bawaslu? Berarti Anda tak paham sepak-terjang Kompolnas.

Singkat kata, pansel tidak kredibel. Ketuanya orang Istana. Dan para anggotanya juga dijamin sudah diseleksi agar sesuai dengan keinginan penguasa.

Para penguasa itu adalah oligarki politik yang berkolaborasi dengan oligarki bisnis. Dua oligarki inilah yang sekarang menghancurkan Indonesia. Mereka inilah yang berkomplot menguras kekayaan rakyat untuk kepentingan pribadi-pribadi mereka. Mereka 100% bermental korup dan bermoral setan.

Anda wajar khawatir bahwa pansel KPU dan Bawaslu akan mewakili kepentingan kedua oligarki. Pansel akan memilih orang-orang yang bisa diatur oleh oligarki. Arahnya sudah bisa dibaca.

Kedua oligarki itu memerlukan KPU dan Bawaslu yang diisi oleh orang-orang yang lihai dan siap melakukan manipulasi elektoral secara halus maupun kasar. Terutama dalam pemilihan presiden (pilpres).

Mereka paham bahwa KPU dan Bawaslu memegang kunci penting untuk tetap menggenggam Istana lewat pilpres 2024. Karena itu, pansel kedua lembaga ini adalah titik awalnya.

Memilih personel pansel yang akan memilih komisioner KPU dan Bawaslu adalah salah satu langkah yang akan menyempurnakan kehendak oligarki politik dan oligarki bisnis.

Juri Ardiantoro tak mungkin mewakili saya dan Anda yang menginginkan Indonesia yang lebih baik. Dia selama ini tenggelam dalam genangan “akal busuk”.

Karena itu, pansel ini akan mencerminkan “akal busuk” itu.[]

(Penulis wartawan senior FNN)

668

Related Post