Partai Negara dalam Negara
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih
FUNGSIi partai politik terhadap negara, menciptakan pemerintahan yang efektif dan adanya partisipasi politik terhadap pemerintahan yang berkuasa.
Sedangkan fungsi partai politik terhadap rakyat, memperjuangkan, merealisasi, mengamankan kepentingan aspirasi dan nilai-nilai pada masyarakat.
Membuat regulasi konstitusi melahirkan kebijakan untuk memberikan perlindungan dan rasa aman, dalam kedamaian, kebersamaan dan ketenangan hidup masyarakat.
Parpol harus patuh, menghormati dan melaksanakan semua aturan dan ketentuan yang berlaku dalam konstitusi negara.
Hanya karena ingin terus berkuasa lahirlah arogansi partai bersenyawa dengan penguasa dan bandit politik menghasilkan kesepakatan jahat verbal dan non verbal.
Tiba tiba muncul partai merasa menguasai negara bahkan kelewat batas bahwa Indonesia adalah bagian dari partai bukan partai bagian dari Indonesia. Sebutan petugas partai sesungguhnya sangat dekat dengan ajaran komunis yang memiliki kekuasaan mutlak atas rakyat.
Memasuki kontestasi Pemilihan Presiden, partai makin sibuk luar biasa. Masing masing Ketua Umum bak pemimpin besar kunjung sana sini seolah sedang membahas masalah penting, mendesak di balut publikasi basa basi muatan politik sakral yang hanya bisa disentuh oleh mereka.
Penambilannya mereka seperti drama , sandiwara, sinetron dan lelucon kering dari nilai kemuliaan seorang negarawan. Diduga kuat topik mereka hanya *saya dapat apa, kapan dan berapa*.
Jauh dari gagasan untuk membahas masalah masalah krusial kebangsaan, bahkan larut sebagai boneka Taipan Oligarki. Di situlah titik rawan bandit bandit leluasa memainkan mereka para petugas partai.
Para elite partai hanya memikirkan bagaimana merebut, mempertahankan dan melangsungkan kekuasaan secara mati-matian. Fokus wawasannya hanya terkonsentrasi merebut dan berbagai kekuasaan yang kering dari jangkauan pemikiran negara dalam bahaya dan harus diselamatkan, babak belur dalam kendali kapitalis dan negara menjadi liar dengan UUD 2002.
Politik petugas partai kehilangan fungsinya dalam memecahkan masalah (problem solving) dan menegakkan kebajikan umum (public-good) di tubuh bangsa.
Puncak kegelapan ketika partai politik merampok mengambil alih seolah olah sebagai suara rakyat. Merasa sebagaimana super bodi kekuasaan seperti sistem kekuasaan partai komunis, mendefinisikan dan menempatkan pejabat negara termasuk presiden sebagai petugas partai.
Membawa kepiluan berkepanjangan, rakyat hanya sebagai objek politik. Partai tanpa sadar sebagai jongos Oligargi. Anggota dewan dan Presiden sebagai petugas partai. Semua bersekutu dalam kolam yang sama dan sadar tidak sadar prilakunya menjadi tiran dan mengarah ke otoriter.
Di tubuh bangsa ini sedang terjadi perilaku permisif dan ambivalensi kesadaran berbangsa dan negara. Negara dalam kondisi mendung gelap berjalan tanpa arah. Diperparah dengan terjadinya "Partai Menjadi Negara Dalam Negara"