PDIP, Sepakbola dan Robohnya Polarisasi
Oleh Farid Gaban - Pemerhati Sosial Politik
Yang mengejutkan dan menarik dalam kasus Sepakbola Israel adalah sikap PDIP, khususnya dua gubernur berpengaruh: Ganjar Pranowo dan Wayan Koster.
PDIP mungkin punya motif lain di luar isu Palestina-Israel, termasuk misalnya mau mengganjal Erick Thohir yg dinilai sudah kelewatan memanfaatkan posisinya sebagai menteri Jokowi untuk kampanye ke mana-mana.
Jabatan rangkap Erick antara Menteri BUMN dan Ketua Umum PSSI juga menunjukkan dia haus jabatan; suatu hal yang tak cuma bikin iri, tapi sebenarnya potensial mendapat sanksi dari FIFA.
Pada 2015, FIFA pernah memberi sanksi kepada timnas Indonesia karena campur tangan pemerintah ke dalam PSSI.
Pemerintahan Jokowi kali ini tidak cuma campur tangan. Tapi, bahkan masuk secara telanjang ke dalamnya: membolehkan menteri kabinet merangkap Ketua PSSI.
(Tapi, saya sendiri ragu kemungkinan PDIP bisa segila itu "membakar rumah" untuk menghukum Erick).
Bagaimanapun, sikap PDIP ini menurutku punya aspek positif: soal Palestina tidak lagi dipandang cuma sebagai urusan ormas/partai Islamis.
Membela Palestina di hadapan Israel memang isu kemanusiaan universal. Bukan cuma urusan orang Islam atau Arab.
Namun, yang lebih penting, sikap PDIP ini menghancurkan stereotipe polarisasi kadrun vs cebong yang selama ini sangat dominan.
Polarisasi dekaden itu sebagian besar sengaja diciptakan ketimbang real dan aktual.
Kelompok Islamis (kadrun) dan nasionalis (cebong) kini makin menyadari bahwa mereka sebenarnya punya masalah sama yang layak diperjuangkan secara bersama-sama.
Tidak cuma urusan Israel. Mereka punya masalah bersama yang mendesak: menguatnya oligarki, meluasnya korupsi/kolusi, ketimpangan dan ketidakadilan, serta ancaman kerusakan alam.
Mereka juga diharapkan punya kepedulian sama sama terhadap korban Tragedi Kanjuruhan: 135 orang meninggal di situ, beragam agama dan suku, dan keluarga mereka masih menanti keadilan.*)