Pejabat Negara sebagai Petugas Partai
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih
Politicize how to get, maintain, do and the next power (politik bagaimana mendapatkan, mempertahankan, melakukan dan kekuasaan berikutnya). Setelah menikmati kekuasan akan mempertahankan kekuasaannya selamanya dengan cara apapun.
Ilusi tentang demokrasi runtuhlah sudah. Partai dalam sistem politik kita dengan demokrasi ternyata menjadi alat yang sangat represif karena sudah metamorfosis menjadi kepentingan partai yang dipaksakan kepada rakyat.
Hal inilah menyebabkan potensi kemerdekaan manusia dalam design kebangsaan kita tertutup dibarter dengan kepentingan Taipan Oligarki.
Masyarakat hidup dalam hiruk pikuk panji - panji partai menjadi masyarakat yang teralienasi karena memalingkan wajah keindonesiaan menjadi wajah kapitalis.
Demokrasi sudah berada di jalan)ik buntu. negara dikendalikan dengan konstitusi palsu. Tersisa demokrasi hanya lip servis sebagai mantra mantra ritual formalitas kenegaraan.
Partai politik merampok mengambil alih seolah olah sebagai suara rakyat, memiliki kuasa recoll bagi wakil rakyat yang ada di parlemen. Semua menjadi petugas partai, aspirasi rakyat syah terbeli dengan money politik sudah putus di bilik suara .
Membawa kepiluan berkepanjangan, rakyat praktis menjadi jongos politik. Anggota dewan dan Presiden sebagai petugas partai. Semua bersekutu dalam kolam yang sama dan dalam prilakunya yang sama menjadi tiran dan mengarah ke otoriter.
Hampir semua pejabat negara mulai dari pembantu presiden sampai pejabat terbawah bukan lagi sebagai abdi masyarakat semua berubah dengan seragam baru sebagai petugas partai setelah presiden sebagaimana pejabat tertinggi negara telah menyandang sebagai petugas partai
Mereka hanya berebut cuan dari Oligarki, berani melacurkan diri menjadi penghianat bangsa.
Paska Ganjar Pranowo ditetapkan atau deklarasikan sebagai cawapres pada Pilpres 2024, dengan menyandang sebagai petugas partai seperti yang disandang oleh Jokowi selama ini, seperti ada komando sebuah rekayasa :
Pertama, Jokowi sebagai Presiden, merangkap sebagai jurkam dan satgas petugas partai.
Kedua, Puan sebagai Ketua DPR RI menempati posisi sama sebagai jurkam dan tim sukses cawapres
Ketiga, diduga kuat berimbas akan menyerat Pimpinan Lembaga Negara Seperti TNI, Polri, Kabinet, Kepala Daerah, Gubernur, Bupati, Walikota, Camat, Kepala Desa / Lurah. Komisaris BUMN, Direksi BUMN, KPK, MA, MK, KPU, Bawaslu dll, harus siap sebagai tim pemenangan Ganjar Pranowo semuanya merangkap sebagai petugas partai.
Memalukan dan menjijikkan semua berbaris sebagai satgas, relawan berstatus sebagai jongos politik . Khusus TNI - Polri semoga tidak ikut terseret sesuai sumpah dan janjinya sebagai pengaman dan pertahanan negara, bukan sebagai alat kekuasaan, semata.
Kemunduran demokrasi di Indonesia karena kuatnya kecendrungan wajah pemerintahan otoriter dan praktik diktator. Negara makin otoritarian di mana para pemimpin negara tidak ubahnya berperan sebagai bandit yang akan menggunakan segala sumber dayanya untuk mempertahankan kekuasaan.
Mengapa kehidupan kita berbangsa dan bernegara terasa semakin runyam?" Karena bangsa dan negara ini dirancang, dikelola dan dijalankan orang yang salah ditempat yang salah.
Para petinggi negara saat ini merasa lebih pinter dari para Founding Fathers pendiri negara ini. Tidak menyadari sebagai politisi yang berwawasan pendek; dan dioperasikan oleh birokrat yang tidak berwawasan mendalam, rela mengorbankan harga diri , sebagai budak dan boneka para Taipan Oligarki.
Mereka bersembunyi atas nama partai bukan atas nama rakyat, dan mereka bekerja bukan menjalankannya tujuan konstitusi sesuai pembukaan UUD 45, tetapi demi penugasan partai.
Evil people always support each other, that is their chief strength (Alexander Solzhenitsyn). (Orang jahat selalu saling mendukung, itulah kekuatan utama mereka), merusak, memangsa dan menjual negara.
Kekuatan rakyat akan bangkit untuk membersihkan kelakuan jahat para jongos jongos politik yang berperilaku liar, barbar dan ugal ugalan akan menghancurkan negara ****