Pemangku Kekuasaan Itu Tuli dan Buta
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih
SEBAGIAN peserta kajian politik Merah Putih, tak terasa sampai meneteskan air mata, ketika diskusi ahirnya harus dihentikan.
Indonesia ingin hidup serasi, tentram, damai, rukun berdampingan, bersatu dalam kejujuran dan keikhlasan mewujudkan cita cita kemerdekaan.
Hidup dalam kesantunan, kesetiaan kawanan dalam keberagaman saling menghargai, menghormati satu sama lain, lambaran pondasi keimanan dan kesalehan sesuai nilai nilai Pancasila.
Tidak ada yang menyangka dan menginginkan ketika keadaan berubah seperti neraka, kehidupan seperti barbar di alam individualis kapitalis, sangat keras, mengering kehidupan saling asah, asih dan asuh.
Yang muncul justru kehidupan saling menindas, mengancam, mengering rasa kemanusiaannya sebagai manusia semestinya saling membantu dan belas kasih satu sama lain.
Negara ini berubah jadi negeri copet, maling, rampok, bandit, bandar, badut, makelar, pemeras, pencoleng, penipu, penyogok, koruptor, bertebaran fitnah, banyak omong, pembohong.
Celakanya mereka dengan pongah, membanggakan diri dan tanpa malu mengatakan inilah demokrasi Indonesia.
Di benak mereka, otak berpikir liar, semua bergerak, beradu memburu uang dan materi, ucapannya dusta, penuh intrik, kebohongan dan menjadi kebiasaannya ingkar janji.
Bak manusia yang merasa akan hidup selamanya, terus mengejar harta, tahta, kepangkatan, kekuasaan disembah dari pagi sampai petang sebagai Tuhan
Semua larut dalam kehidupan hedonis memburu dunia adalah segalanya. Kehidupan mereka seperti waras, sesungguhnya kehidupan mereka telah berubah menjadi gila, gendeng, sinting kronis, secara klinis nyaris sempurna.
Mereka memiliki kekuasaan kebal hukum, yang terjadi hanya sandiwara di pertontonkan terus menerus, kekuasaan adalah hukum - hukum adalah kekuasaan. Uang telah menjadi panglima tertinggi, semua dipaksa menyerah demi uang.
Pengaruh UUD 2002 benar-benar telah memporak-porandakan kehidupan Indonesia, memiliki kekuatan sangat magis dan dahsyat, mampu merubah watak asli manusia Indonesia, hanyut berkeping keping wajah dan identitas asli bangsa Indonesia.
Remuk Berkeping-keping
Akhlak bangsa, dusta-dusta itulah tanah air kita Indonesia saat ini. Tersisa suara tangis Ibu Pertiwi, bersamaan pemangku kekuasaan sudah tuli dan buta. ****