Penyesat yang Tersesat
Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Merah Putih
"... Kekuasaan demikian berharganya sehingga hendaknya selalu didampingi oleh pengawal kebohongan dan penyesatan"
Presiden Joko Widodo bertemu dan menjamu makan siang tiga calon presiden (capres) 2024 yaitu Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto , Jakarta, Senin (30/10/2023). Momen ini bertujuan untuk menepis anggapan Jokowi tak netral menyikapi kontestasi ketiga capres di Pilpres 2024.
Ketika ke tiga Capres dalam kondisi terluka, ARB dicegat dari berbagai penjuru agar gagal bisa masuk kontestasi, GP dipiting dan dilepas tanpa etika, PS dijodohkan dengan Cawapres mengandung magma.
Penyesatan terbaik adalah yang didasarkan pada kemenduaan, mencampur fakta, fiksi, kebohongan dan penipuan sehingga yang satu tidak dapat dipisahkan dari yang lain.
Sesungguhnya Jokowi menyadari setiap strateginya sudah dibuntuti dan dicurigai masyarakat. Langkah penyesatannya untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat. Penyesatan di poles mirip dengan kejujuran, seolah olah bersikap netral, hanya dengan simbol makan bersama.
Apakah semua bisa berjalan sesuai harapan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat, setidaknya bisa menepis kecurigaan rekayasa politik dinastinya yang terus membesar. Semua itu misteri yang akibatnya tidak bisa di selami Jokowi sendiri.
Jokowi akan tetap bergerak dan beroperasi diruang gelap, dalam penyesatannya bolak balik dengan penampilan dengan pola yang sama wajah berbeda -beda.
Penyesatan mengundangnya 3 orang Capres akan sia sia karena penipuan dan kebohongannya yang sama sudah diketahui pola dan bentuknya oleh masyarakat luas.
Taruhannya sangat besar ketika moral Jokowi yang tidak stabil dari sikapnya "isuk dele sore tempe". Bisa menjadi potensi penghalang yang permanen bahwa Jokowi sangat sulit untuk dipercaya akan bersikap netral, karena sudah melekat dirinya cirinya sebagai seorang pembohong dan boneka Oligargi.
Kebohongan yang terus berulang ulang mengira bisa merubah menjadi kebenaran, ketika telah menjadi stigma apapun rekayasa dan ucapan politik identik dengan wataknya seorang pembohong.
Terlalu mudah dibaca dari perkataan, penampilan, nada suara dan tindakannya tampak sebagai sifat khusus yang sangat sulit untuk bisa melakukan penyesatan yang sempurna.
Stigma itu terus berkembang, bahwa Jokowi selalu tampil semu yang mencurigakan. Semua pidato tentang kebajikan, kejujuran dan kebenaran hanya sebagai topeng dalam dunia politiknya. Bahkan sering tertangkap basah sebagai tindakan licik, tampak munafik jauh ketinggalan dalam permainan penyesatan yang profesional.
Strategi penyesatan berupa kamuflase, pola hipnotis, informasi semu, manuver berupa bayang bayang seolah olah masih kokoh, telah retak dan rontok berantakan.
Jokowi sadar atau tidak rekayasa penyesatannya sudah hampa dan berbalik arah menjadi magma yang akan membakar dirinya sendiri.
Padahal seorang penyesat yang canggih harus bersikap lurus dan jujur, kalau sarat tersebut sudah tidak dimiliki maka akan berubah menjadi penyesat yang tersesat sebagai musuh bersama rakyat dan fatal akibatnya. ***