People Power, Now!
Pandemi dijadikan alasan yang makin kuat bagi maladministrasi publik oleh rezim ini. Mahkamah Konstitusi dan Komisi Pemberantasan Korupsi sudah menjadi bagian dari deformasi ini, bukan solusinya.
Oleh: Daniel Mohammad Rosyid, Guru Besar ITS, @Rosyid College of Arts
SKALA deformasi kehidupan berbangsa dan bernegara Republik Indonesia ini sejak Reformasi 24 tahun silam semakin besar, sehingga semakin sulit untuk direstorasi ke kondisi semula.
Sistem konstitusi palsu yang berlaku saat ini terbukti lemah, dan telah dibebani sedemikian rupa seperti bangunan yang sudah melampaui kapasitas elastisnya. Opsi selanjutnya cuma satu: runtuh.
Kehidupan masyarakat semakin getas sehingga rapuh. Seperti kaca, bangunan itu rentan untuk pecah berantakan. Agenda demokratisasi, desentralisasi dan pemberantasan korupsi makih jauh panggang dari api.
Sebagai sebuah sistem, hampir semua perangkat legal sok-konstitusional, kehidupan berbangsa dan bernegara telah kehilangan kemampuan umpan-balik untuk melakukan self-correction. Kewarasan sistem bernegara ini sudah hilang. No more checks and balances.
Hampir semua yang mengawaki sistem itu sudah membuta, menuli, dan membisu serta nggomblohi. Pendek kata state system ini sudah mbelgedhes yang meluncur menjadi failed state.
Maladministrasi publik terjadi di hampir semua sektor di mana regulasi tidak berpihak pada publik, tetapi justru berpihak pada segelintir elit politisi yang mesra dengan para taipan oligarki. Kesenjangan spasial tambah melebar dan ketimpangan sosial ekonomi makin parah.
Sindrom negara gagal ini merupakan konsekuensi dari krisis konstitusi. Sambil melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi, Pemerintah dan DPR dengan mudah mengabaikan DPD dalam kerja-kerja legislasi dan pengawasan serta budgeting.
Pandemi dijadikan alasan yang makin kuat bagi maladministrasi publik oleh rezim ini. Mahkamah Konstitusi dan Komisi Pemberantasan Korupsi sudah menjadi bagian dari deformasi ini, bukan solusinya.
Hampir semua upaya Judicial Review UU MD3, UU IKN, dan UU Pemilu tentang Presidential Threshold ke MK kandas. MK bukan lagi lembaga the guardian of the constitution, tapi tampak rela mendegradasi diri menjadi the pirate of the constitution.
Di tengah konflik kewenangan lembaga tinggi negara ini, Ketua DPD RI Ir. La Nyalla M. Mattaliti dengan lugas telah menyatakan bahwa DPD tidak mungkin mencegah langkah terobosan sah berupa people power yang dipimpin oleh mahasiswa lalu didukung emak-emak, buruh dan para purnawirawan serta masyarakat luas.
Syukurlah mahasiswa mulai menyadari krisis yang sedang mengancam masa depan Republik sekaligus masa depan mereka sendiri. Sebelum semuanya terlambat, sudah tiba saatnya semua patriot warga negara ini bergerak membersamai gerakan moral tulus mahasiswa ini. It is now or never!
Gunung Anyar, 21 Mei 2022. (*)