Pesta Durian yang Ditunggu Rakyat
JAKARTA dalam bulan ini dibanjiri dirian. Di beberapa sudut ibu kota terlihat buah itu diperjual-belikan. Apalagi di beberapa swalayan dan tempat-tempat khusus penjualan buah-buahan, komoditas enak dan beraroma menyengat itu pasti ada, baik yang masih bulat dengan durinya maupun yang sudah dikupas dan buahnya dimasukkan kotak plastik.
Pesta durian! Itulah kalimat yang sering terdengar ketika sekelompok orang asyik menikmati buah yang sebutan populernya King of Fruit (raja dari segala buah) itu. Pesta durian bisa dilakukan langsung di lapak pedagang atau dibawa ke rumah dan dinikmati bersama keluarga.
Jakarta sedang pesta durian? Ah itu hanya omongan ngebacot doang. Andaikan daerah Parung, Bogor, Banten dan daerah lainnya tidak memasoknya, pasti Jakarta tidak kebagian durian.
Padahal, di Jakarta ada beberapa wilayah yang populer dengan nama duren. Ada daerah Tanjung Duren, Duren Tiga, Duren Sawit. Duren atau durian adalah kata yang bermakna sama. Wilayah yang disebut duren di Jakarta itu sudah tidak ada lagi kebunnya. Jangankan kebun, pohon durian di wilayah ini sudah tidak ada lagi. Sudah berubah menjadi pohon gedung dan rumah mewah.
Belakangan, Duren Tiga menjadi terkenal lagi. Akan tetapi, bukan karena ada kebun durian atau ada pasar durian maupun pesta durian di kawasan itu. Kalau mau membeli durian, lebih pas di Kasawan Kalibata, yang berjarak tidak terlalu jauh dari Duren Tiga.
Duren Tiga belakangan terkenal seantero Nusantara karena ada jenderal polisi membunuh anak buahnya. Ya, Inspektur Jenderal (Irjen) Ferdy Sambo melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Josua Hutabarat. Tidak tanggung-tanggung, Sambo mengajak istrinya Putri Candrawahi bersekongkol melakukan pembunuhan berencana itu. Kasus pembunuhan itu menyeret puluhan polisi dan lima di antaranya sudah dipecat atau pemberhentian dengan tidak hormat dari anggota polisi.
Itu di Duren tiga. Pesta durian di musim durian sebenarnya masih ditunggu-tunggu rakyat. Sebab, puncaknya belum sampai.
Pada saat durian membanjiri Jakarta, rakyat juga melakukan pesta jalanan. Mereka memprotes Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang seenaknya menaikkan harga BBM atau Bahan Bakar Minyak. Akibatnya, harga kebutuhan pokok yang sudah mahal, semakin mahal lagi.
Tiap hari rakyat, mulai dari emak-emak, mahasiswa, kaum buruh atau pekerja, ulama, purnawirawan dan bahkan pelajar turun ke jalan. Tiga tuntutan yang mereka suarakan dengan lantang, yaitu “Turunkan harga BBM, turunkan harga kebutuhan pokok, dan tegakkan supremesi hukum.” Akan tetapi, tidak sedikit spanduk dan suara orator yang menyuarakan, “Turunkan Jokowi!” Ada lagi tulisan, “BBM Naik, Ente Turun!”
Para pendemo tidak bosan dan lelah dalam menghadapi rezim Jokowi yang dinilai semena-mena terhadap rakyat. Tiap hari mereka ‘pesta jalanan’. Mereka menyebut dirinya sebagai “Parlemen Jalanan,” karena parlemen yang sesungguhnya (DPR) sudah menjadi tempat bisu. Meski begitu, mereka tetap silih berganti mendatangi gedung Parlemen, yang berada di Senayan, Jakarta Pusat itu.
Selain gedung DPR, sasaran mereka adalah Istana Kepresidenan, di kawasan Monas, Jakarta Pusat. Hanya saja, pendemo tidak bisa masuk, akibat blokade ketat yang dilakukan aparat kepolisian, baik dengan menggunakan kawat berduri maupun barrier beton, yang belakangan dimensinya dibuat lebih tinggi dan tebal dari ukuran semula.
Beberapa kali barrier beton dan kawan berduri berhasil dijebol para pendemo. Akan tetapi, mereka belum berhasil menembus blokade aparat kepolisian. Bentrok pun tidak bisa dihindari. Beberapa mahasiswa luka-luka, karena mereka jatuh didorong kembali ke arah kawat berduri yang sudah dijebol.
Kegigihan para pendemo yang tidak bosan-bosanya turun ke jalan harus diakui semua pihak. Kita harus memberikan dukungan dan semangat agar perjuangan mereka bisa terwujud. Mereka berteriak dengan suara lantang, baik dikala panas terik maupun hujan.
Mereka tidak bosan menyuarakan kepedihan rakyat. Hampir sama dengan pedagang durian yang tidak bosan-bosan menawarkan dagangannya.
Jika durian sudah turun dari pohonnya, Jokowi pun diharapkan segera lengser dari jabatannya. Rakyat sudah muak dan bosan atas berbagai kebohongan dan tipu-tipunya. Bahkan adu-domba yang dilakukannya terhadap sesama anak bangsa. Rakyat sedang menunggu pesta durian yang lebih besar. Rakyat menanti perubahan yang bisa menjadikan bangsa ini menjadi besar dan jaya.*