PKI dan Keppres 17 Tahun 2022
Yang jelas bukan untuk menjadikannya PKI korban. Kalau PKI korban, siapa penjahatnya yang dituduh? TNI AD, NU, Muhammadiyah, atau KAPPI, KAMI? Tentu ini akan mengorek luka lama dan bisa terjadi perang saudara.
Oleh: Ir Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila
KEPUTUSAN Presiden Nomor 17 Tahun 2022 banyak mendapat perhatian. Di satu sisi banyak yang curiga untuk minta maaf ke PKI yang telah melakukan pembunuhan sadis terhadap Jenderal Angkatan Darat dan Kudeta terhadap negara.
Juga, oleh antek-antek PKI digoreng terus untuk menghilangkan jejak dan fakta kudeta disertai pembunuhan sadis dan menuduh orang lain untuk bertanggung jawab, kelakuan PKI, memfitnah, berdusta, dan menimpakan kesalahan pada orang lain sudah hal yang biasa dilakukan.
Berbohong, berdusta itu adalah karakter PKI.
Kalau kita membaca Keppres Nomor 17 Tahun 2022 tersebut memang tidak ada klausul untuk menyelesaikan persoalan PKI, tetapi kita perlu waspada.
Mari kita coba membaca Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022 Tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu.
Pertimbangan
Keppres Presiden Nomor 17 Tahun 2022 ini ditetapkan dengan pertimbangan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah;
Bahwa hingga saat ini pelanggaran hak asasi manusia yang berat masa lalu belum terselesaikan secara tuntas, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum;
Bahwa untuk menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia yang berat masa lalu secara independen, objektif, cermat, adil dan tuntas, diperlukan upaya alternatif selain mekanisme yudisial dengan mengungkapkan pelanggaran yang terjadi, guna mewujudkan penghargaan atas nilai hak asasi manusia sebagai upaya rekonsiliasi untuk menjaga persatuan nasional;
Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Keputusan Presiden tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu.
Jadi, kalau kita baca di atas yang akan diselesaikan itu pelanggaran HAM masa lalu, soal PKI tidak disebutkan, memang PKI bukan pelanggaran HAM tetapi perang saudara.
PKI bukan pada1965 saja melakukan makar, tetapi pada 1946 dan 1948 juga melakukan pemberontakan di Madiun yang banyak membunuh Kiai-Ulama, Pegawai Negeri yang kemudian dimasukan ke sumur, hal ini rupanya modus yang sering dilakukan.
Pada 30 September 1965 yang lebih dikenal dengan G-30-S/PKI itu juga telah terjadi kudeta sekitar pukul 13.00, Untung melalui RRI Dewan Revolusioner mengumumkan Kabinet demisioner dan kepangkatan tentara di atas Kolonel diturunkan Untung yang berpangkat Kolonel inilah kudeta sesungguhnya.
Sementara simpatisan PKI menuduh Pak Harto melakukan kudeta merangkak itu ndak ada. Itu karangan dan agitasi PKI saja. Penjelasan ini disampaikan oleh Amelia Yani, putri Pak Yani.
Dari cerita ini jelas bahwa PKI melakukan kudeta. PKI telah melakukan kudeta dengan membunuh jenderal-jenderal Angkatan Darat jadi PKI telah berkhianat tidak bisa negara meminta maaf.
Kalau Keppres Nomor 17 Tahun 2022 untuk kepentingan PKI, dan memutar balikkan fakta menjadi korban, tentu tidak akan bisa. Sebab ada Tap MPRS Nomor XXV Tahun 1966.
Isi dari TAP MPRS XXV/1966 terdiri dari empat pasal, yaitu:
Pasal 1
Menerima baik dan menguatkan kebijaksanaan Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, berupa pembubaran Partai Komunis Indonesia, termasuk semua bagian organisasinya dari tingkat pusat sampai kedaerah beserta semua organisasi yang seazas/berlindung/bernaung dibawahnya dan pernyataan sebagai organisasi terlarang diseluruh wilayah kekuasaan Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia, yang dituangkan dalam Keputusannya tanggal 12 Maret 1966 No. 1/3/1966, dan meningkatkan kebijaksanaan tersebut diatas menjadi Ketetapan MPRS.
Pasal 2
Setiap kegiatan di Indonesia untuk menyebarkan atau mengembangkan faham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam segala bentuk dan manifestasinya, dan penggunaan segala macam aparatur serta media bagi penyebaran atau pengembangan faham atau ajaran tersebut, dilarang.
Pasal 3
Khususnya mengenai kegiatan mempelajari secara ilmiah, seperti pada Universitas-universitas, faham Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam rangka mengamankan Pancasila dapat dilakukan secara terpimpin dengan ketentuan bahwa Pemerintah dan DPR-GR diharuskan mengadakan perundang-undangan untuk pengamanan.
Pasal 4
Ketentuan-ketentuan diatas, tidak mempengaruhi landasan dan sifat bebas aktif politik luar negeri Republik Indonesia.
Jadi jelas Keppres Nomor 17 Tahun 2022 yang baru dikeluarkan Presiden Joko Widodo bukan untuk menyelesaikan PKI.
Tetapi, bisa untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM, misal kasus Munir, Kasus KM 50, kasus banyaknya pendemo yang mati di depan KPU saat Pilpres 2019, tewasnya 800 lebih petugas KPPS.
Yang jelas bukan untuk menjadikannya PKI korban. Kalau PKI korban, siapa penjahatnya yang dituduh? TNI AD, NU, Muhammadiyah, atau KAPPI, KAMI? Tentu ini akan mengorek luka lama dan bisa terjadi perang saudara.
Kasus PKI secara alamiah sudah selesai, banyak anak turun PKI duduk di DPR MPR, DPRD. Juga banyak yang menjadi pejabat.
Tetapi yang namanya PKI itu gak bisa menerima dan bersyukur, selalu kalau merasa kuat ingin bangkit dan menggilas Umat Islam dan mengganti Pancasila dengan Trisila, Ekasila, itu sudah tabiat PKI. Maka waspada kalau tidak ingin terjadi perang saudara. (*)