PKS Keles, PKS Choi

Oleh: Yusuf Blegur

USAI mengadakan acara Tirakat Kebangsaan yang disiarkan secara live di PKSTV tanggal 7 Oktober 2021, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) seakan menegaskan bahwa kehadirannya tidak sekedar menjadi partai politik yang berbasis dakwah dan gerakan keagamaan semata. Melalui refleksi dan evaluasi kritis terhadap tabir gelap sejarah komunis di Indonesia. Termasuk dalam memaknai peristiwa G 30 S/PKI. Secara kepartaian mendukung dan membela Panca Sila terutama dari segala macam bentuk penghianatan yang mungkin berulang. PKS terus bertumbuh meneguhkan kecintaannya terhadap NKRI.

PKS semakin membuktikan komitmen dan konsistensinya pada nasionalisme Indonesia. Bahkan dalam terpaan badai stigma dan stereotif PKS yang intoleran, radikalis dan fundamentalis. Partai politik yang lahir di penghujung kelahiran reformasi itu. Berhasil menapaki perjalanan politik dan memberi warna dinamika kebangsaan yang menyejukukan hingga saat ini. PKS mampu menjelma menjadi partai agama yang nasionalis, sekaligus partai nasionalis yang religius.

Peran politik yang oposisional yang diambil PKS terhadap pemerintahan Jokowi selama hampir dua periode ini. Secara elegan membangun budaya demokrasi yang sehat dan proses edukasi bagi partisipan parpol lain khususnya dan rakyat pada umumnya. PKS tetap menampilkan fungsi kontrol dan sikap kritis terhadap pemerintahan dengan tidak menghilangkan perilaku yang santun. Cara-cara yang bermartabat dan solutif membangun peradaban.

PKS juga berupaya keras menyuarakan realitas negeri dan aspirasi rakyat yang menguat namun terabaikan. Berbeda pandangan dan sikap politik dengan penguasa, namun tetap menghargai etika politik. Menyikapi perbedaan perspektif pengelolaan negara dengan tetap mengacu pada aspek konstitusional. Menunjukkan karakter kuat yang jarang dimiliki partai politik bahkan yang sudah sejak lama lahir dan berkiprah di Indonesia.

Dengan platform partai dan sistem kaderisasi yang relatif unggul dibandingkan partai lain. Sejatinya PKS layak menyandang gelar partai kader berbasis ideologi, selain partai agama yang disandangnya. Perlahan tumbuh menjadi partai yang inklusif. Kini dalam kepemimpinan seorang Ustad Ahmad Syaikhu yang menjadi Presiden PKS. PKS tampil ramah dan hangat berinteraksi luas dengan seluruh elemen bangsa secara toleran, plural dan lebih humanis.

PKS saat ini bisa dibilang menjadi partai politik yang progresif revolusioner namun tetap mengedepankan akhlakul karimah. Seperti keteladanan Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wassalam yang diutus menjadi Rasul untuk memperbaiki akhlak umat manusia. Sebuah watak dan prinsip yang sulit ditemui di kebanyakan partai politik. Tidak tumbuh dan dibesarkan dengan kapitalisasi, liberalisasi dan terus memelihara pola transaksional dalam membangun partai dan anggota legislatif beserta kinerjanya. Seperti sistem pemilu selama ini dengan banyak kontestan partai politik yang terkontaminasi tradisi pragmatis dan bertujuan kekuasaan, ansih.

Menghidupkan Panca Sila, Membangkitkan NKRI

Di tengah kematian nilai-nilai Pancasila, terkikisnya keberadaan dan kedaulatan NKRI. Saat Rakyat hidup dalam kegundahan makna bernegara, dan kehilangan kepemimpinan nasional yang protektif terhadap rakyat.

PKS secara spartan mengambil langkah-langkah nyata dan kongkrit dalam penyelamatan aspirasi rakyat. Meski tidak berada dalam kekuasaan pemerintahan dan tak mampu membendung beberapa distorsi kebijakan eksekutif maupun partai politik yang kuantitatif di parlemen.

Posisioning politik PKS tidak kehilangan ketajaman dalam pendampingan dan advokasi kebijakan publik. Bersama civil society dan gerakan pro demokrasi lainnya. PKS terbukti giat bekerja di dalam dan di luar parlemen. Selain memperjuangkan lahirnya UU yang berpihak pada rakyat. PKS juga sering turun lapangan membela rakyat terpinggirkan dan tertindas.

Tidak sedikit program pemerintah yang merugikan rakyat bahkan beresiko membahayakan eksistensi dan kedaulatan negara. PKS berani menyoroti dan tidak segan-segan menggugat kebijakan yang destruktif bagi iklim demokrasi, rasa keadilan dan penguatan ekonomi politik rakyat. PKS secara terbuka dan tegas juga sering membangun kontra opini dan kontra kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan rakyat.

Sebagaimana soal tindakan agresif dan represi terhadap umat Islam dan para Ulama. PKS nyaring bersuara bahkan sampai masuk pada pembahasan RUU perlindungan Ulama. Lantang mengingatkan bahayanya serbuan TKA itu juga sikap jelas PKS. Saat pandemi mencekik leher dan menghilangkan banyak nyawa rakyat. PKS memotong semua gaji anggota legislatifnya. Memberikan solusi bagi yang terdampak pandemi lebih efisien dan efektif. Sejuta hewan qurban bagi umat Islam yang merayakan hari raya Idul Adha. Perlindungan pedagang kecil dari kekerasan aparatur PPKM yang terlihat memilukan. Masih dalam soal ekonomi juga, PKS spontan menjawab kebijakan impor produk pertanian dari pemerintah dengan turun ke bawah dan membeli beras, jagung, bawang dll. dari petani langsung. Saat kebijakan pajak yang memberatkan rakyat kecil, PKS juga tidak tinggal diam.

Begitulah cara PKS menyatu dengan arus bawah, tidak sekedar beropini dan cukup menyampaikan rasa prihatin pada penderitaan rakyat. PKS benar-benar hadir dalam memulihkan kesengsaraan rakyat. Menumpahkan simpati, menyebarkan empati dan mewujudkan kemanusiaan yang sejati.

PKS justru merevitalisasi Panca Sila yang selama ini cuma sekedar jargon yang histeris. PKS juga kerap memanifestasikan NKRI kepada upaya menciptakan kesejahteraan rakyat ketimbang kebisingan slogan.

PKS, terus menerus berproses mewujudkan Keindonesiaan yang membuka ruang kondusif bagi kebhinnekaan dan kemajemukan bangsa.

PKS tidak statis menempatkan Panca Sila, UUD 1945 dan NKRI hanya dalam sebuah bingkai. Melainkan lebih dari itu menjadikan semua puzle-puzle terserak sebagai ruh dan jiwa dari potret mozaik Indonesia yang menakjubkan.

Jadi kemana para representatif Islam phobia itu mengujar kebencian dan peran antagonisnya?. Kemana mereka bersembunyi dari kenyataan rakyat yang sesungguhnya?. Mungkin karena terlalu sering menuduh dan memvonis yang lain radikal, fundamentalis dan pengusung khilafah. Nasionalis gadungan itu tak menyadari kalau ia sendiri dan kelompoknya cuma bisa mewujudkan wawasan dan behavior kebangsaan hanya dengan korupsi, oligarki dan berkerumun dalam kekuasaan negara dan korporasi tirani.

In syaa Allah, PKS bisa bercermin pada perjuangan Nabi Nuh Alaihi Salam yang berdakwah selama 950 tahun, namun pengikutnya yang relatif tidak banyak. Bahwasanya perjuangan menegakkan yang hak dan melawan yang batil. Seperti halnya mewujudkan keadilan dan kesejahteraan itu, tidak diukur dari soal berapa lama waktu atau berapa banyak jumlah. Akan tetapi nilai esensinya terletak pada seberapa kuat istiqomah dalam jalan dakwah untuk keagamaan, kenegaraan dan kebangsaan Indonesia.

Penulis, Pegiat Sosial dan Aktifis Yayasan Human Luhur Berdikari

361

Related Post