Polri Babak Belur Bukan karena Emak-emak, Pers, atau Pengamat, tetapi di Dalam Gontok-gontokannya Gede

Jakarta, FNN -  Kasus polisi tembak polisi terus menjadi perhatian publik. Bahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkali-kali menegaskan bahwa kasus ini wajib diusut tuntas. Terbaru, Jokowi mengundang Panglima TNI dan Kapolri ke istana. Agenda Presiden kemarin penuh dan satu di antaranya pasti adalah upaya untuk meyakinkan publik bahwa Polri tidak boleh hancur hanya karena ada peristiwa Pak Sambo.

“Jadi, ini memang harus diputuskan cepat bahwa ada Jenderal yang terlibat. Publik bukan menginginkan, tapi publik memang menduga kuat bahwa Pak Sambo pasti akan jadi tersangka. Jadi, keinginan publik adalah bersihkan institusi negara ini agar ada harapan besar bagi prestasi Kapolri ke depan,” kata pengamat politik Rocky Gerung kepada wartawan senior FNN, Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Selasa, 09 Agustus 2022.

Rocky meyakini bahwa presiden tahu bahwa lembaga dia atau aparat dia yang namanya kepolisian itu agak susah untuk membackup pemerintahan dan ketertiban sipil, kalau masih babak belur. Bagaimana analisis lengkapnya, ikuti perbincangannya di bawah ini,

Apa kabar Bung Rocky. Semoga selalu dalam keadaan sehat walafiat di hari Selasa ini. Banyak orang menduga bahwa akan ada peristiwa penting hari ini berkaitan dengan perkembangan terbunuhnya Brigadir Yosua?

Iya. Kemarin Presiden mengundang Panglima TNI dan Kapolri. Kita nggak tahu apa isinya, tapi kira-kira itu juga pasti dievaluasi karena ini peristiwa penting. Jadi, tidak mungkin presiden tidak menanggapi itu. Jadi, saya menduga bahwa Pak Sigit diminta ke istana bersamaan dengan Jenderal Andika itu dalam upaya untuk membahas, termasuk kasus Pak Sambol. Dan itu sebetulnya yang ingin dihadirkan pada publik bahwa harusnya ada percepatan penyelesaian karena Indonesia menumpuk masalahnya. Kita tahu juga bahwa hari-hari ini juga ada demonstrasi buruh yang sedang bergerak menuju Jakarta, dan itu penting sebetulnya pemerintah fokus pada soal buruh setelah soal Sambo selesai. Karena yang dituntut buruh itu serius, soal omnibuslaw yang menyengsarakan mereka. Jadi, kelihatannya ada pembicaraan di situ. Menko Perekonomian juga ada di istana kemarin beritanya begitu dan Pak Pramono Anung menemani Pak Jokowi seharian di situ. Ini menunjukkan bahwa agenda Presiden kemarin itu penuh dan satu di antaranya pasti adalah upaya untuk meyakinkan publik bahwa Polri tidak boleh hancur hanya karena ada peristiwa Pak Sambo.

Iya itu. Dan memang betul, sekarang seperti kata Pramono Anung, itu sekarang hancur-hancuran citra Polri. Dan itu sebenarnya kan kita tahu Polri itu di bawah Pak Jokowi. Itu berarti langsung yang terkena juga Pak Jokowi.

Ya, itu pentingnya Pak Jokowi harus betul-betul merapikan kembali yang hancur-hancuran itu. Kan nggak mungkin hancur-hancuran kalau dikoordinasi dengan baik oleh beliau kan. Itu masalahnya. Kan kita mesti ngerti bahwa Pak Pramono sebagai Menteri Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet, tahu apa efek dari hancurnya Polri. Pasti Pak Jokowi juga melihat dengan jelas bahwa ini berbahaya. Jadi, kalau Pramono mengatakan ini hancur-hancuran, harusnya lebih dari itu keadaannya kan. Jadi, kira-kira begitu. Memang sangat membahayakan. Dan keretakan Polri itu kalau betul-betul dia menjadi rapuh justru di era banyak ketegangan politik, ada  persiapan Pemilu, ada persiapan perang, semua itu kan terkait dengan soal ketertiban publik. Dan ini akibatnya kalau hal yang sudah dari awal diketahui berpotensi retak tapi dibiarkan oleh istana, lalu sekarang istana yang bereaksi justru. Jadi, masyarakat menganggap iya memang dari dulu juga retak karena permainan politik. Biar begitu dalilnya.

Oh, ternyata istilah yang tepat yang digunakan oleh Pramono Anung itu babak belur. Itu sama juga?

Kalau polisi babak belur itu artinya Pramono musti terangkan kenapa? Karena ada yang menghajar Polri? Atau karena saling hajar-hajaran di dalam kan? Kan nggak mungkin Polri babak belur hanya karena pendapat emak-emak, pendapat pers, pendapat pengamat. Itu nggak ada masalah. Babak belur itu artinya di dalam juga gontok-gontokannya gede atau tonjok-tonjokannya bahkan. Dan itu intinya. Jadi babak belur itu istilah yang memang memperlihatkan bonyoknya institusi itu harus diperbaiki. Jadi kembalikan Polri sebagai institusi yang memberi rasa aman pada publik dan membuat kita merasa aman itu artinya kita yang dilindungi, jangan Polri melindungi para koruptor, para politisi segala macam. Jadi itu pesan moralnya.  Dan kita tangkap itu bahwa presiden mengerti keadaan lalu meminta supaya percepatan itu. Nah, kita akan tetap bahas nanti apa istilah babak belur itu atau pers nanti hari ini akan kasih interpretasi apa yang dimaksud dengan babak belur. Babab belur di dalam karena persoalan di dalam atau karena dihajar oleh opini publik.

Kira-kira sebetulnya begini. Kalau kita lihat kita bisa memahami kegalauan dari Pak Jokowi karena seperti Anda sampaikan tadi, situasinya memang lagi memburuk. Semua terjadi pemburukan. Ekonomi kita sedang memburuk, kemudian citra pemerintah juga memburuk, tapi saya juga tadi menyebutnya ada bahwa pembunuhan itu bisa terjadi karena dilakukan oleh faktor istana itu sendiri, yakni menginginkan tiga periode. Gitu kan?

Ya. Itu itu inti yang sekarang juga paling kita cemaskan sebetulnya. Karena itu bisa bikin babak belur konstitusi kita, babak belur demokrasi kita, karena persiapan tiga periode jalan terus. Ini perimbangan ini yang orang menganggap kenapa fokus kita harus kembali pada soal ekonomi. Ya karena memang itu yang jadi krisis bahwa APBN bisa aman itu hanya karena ekspor komoditas kita iya. Tetapi, satu waktu ekspor komoditas juga jatuh harganya. Lalu  kesempatan untuk memulihkan ekonomi hilang karena fokus kita terus-menerus pada tiga periode. Padahal Pak Jokowi juga harusnya bicara saja bahwa kami sudah tidak lagi melakukan tiga periode itu. Tapi terlihat justru makin lama Pak Jokowi makin diam ketika relawannya terus-menerus mendorong tiga periode. Bahkan, kemarin beritanya ada yang lebih gila lagi, meminta supaya kepung DPR/MPR agar Presiden jadi tiga periode. Kan itu ngaco kan? Itu juga bikin DPR/MPR babak belur disebabkan karena ambisi. Ambisi dari siapa? Ya pasti dari Pak Jokowi ambisinya. Kan dengan mudah begitu walaupun nanti dibantah-bantah itu kan kita gak bisa cegah, itu ekspresi publik. Itu harus dicegah karena ini relawan Jokowi yang melakukan hal yang melakukan hal yang inkonstitusional. Itu kan memalukan. Seolah-olah Pak Jokowi memang harusnya jadi presiden seumur hidup. Tiga periode itu seumur hidup sebetulnya.

Nah, ini kita balik lagi ya, ke topik kita tadi soal Pak Ferdy Sambo. Tanpa kita memberikan semacam penghakiman atau kalau di istilah pesr itu trial by the press, kita menangkap bahwa sekarang ini bagaimanapun ekspektasi publik itu sangat tinggi bahwa akan ada penetapan tersangka. Dan kita sama-sama tahu ekspektasi publik itu mereka mencurigai Ferdy Sambo. Apalagi kemudian penjelasan dari pengacara pun juga menjelaskan itu dari BAP, dari pengakuan berada Richard Eliazer. Ini kan jelas dia melakukan pembunuhan, tapi ini atas instruksi dan kemungkinan itu terjadi semacam eksekusi di situ. Menurut saya ini kan mengerikan dan itu terjadi di lembaga kepolisian terhadap internal kepolisian sendiri. Bayangkan itu Bung Rocky.

Jadi keadaan ini akhirnya tidak rapi perencanaan itu. Karena dari awal hasil keterangan awal dari Kapolres Jakarta Selatan, itu sudah mengandung banyak kejanggalan. Jadi publik sebetulnya dari awal mencurigai itu dan kalau kita perhatikan statement-statement dari kepolisian, baik itu humasnya maupun inspektur khusus, kan itu makin lama makin terlihat bahwa tokoh-tokohnya tidak hanya satu-dua orang, ternyata lebar. Dan ini kalau lebar ya nggak mungkin itu hanya karena dua prajurit dibawa itu tembak-menembak. Pasti sinya di atasnya lebih kuat itu. Jadi Bharada E versus Brigadi J, kalau memang hanya itu soalnya, nggak mungkin ada upaya untuk meneliti lebih jauh soal etika dan soal permainan di belakang itu. Jadi ini memang harus diputuskan cepat bahwa ada Jenderal yang terlibat. Kan itu intinya.  Opini publiknya begitu. Kalau kriminal biasa ya sudah itu dengan mudah hari pertama sudah selesai kalau kriminal biasa. Jadi menunda itu, jadi penundaan itu yang memunculkan spekulasi ada apa ditunda tiga hari peristiwa itu? Tentu Pak Sigit tau lebij cepatlah kalau soal itu. Problemnya kenapa Pak Sigit juga setelah seolah-olah ada opini publik 3 hari baru muncul. Tapi sudah. Itu sudah terjadi kemarin. Pak Sigit berupaya untuk memulihkan institusi kepolisian dan betul-betul istana merasa bahwa itu sudah babak belur. Jadi kebabakbeluran itu harus disembuhkan secara cepat luka babak belur itu. Jadi publik bukan menginginkan, tapi publik memang menduga kuat bahwa Pak Sambo pasti akan jadi tersangka.  Kalau soal menginginkan semua orang memang menginginkan supaya kepolisian itu dibersihkan dan banyak aparat di situ yang punya masalah hukum bermacam-macam, bahkan berlapis-lapis. Jadi, keinginan publik adalah bersihkan institusi negara ini agar ada harapan besar bagi prestasi Kapolri ke depan.

Ya, sejak awal ketika orang masih berspekulasi tentang kasus ini, Anda sendiri dan FNN sudah langsung ambil satu posisi bahwa ini justru momentum sebenarnya, momentum bagi polisi untuk  melakukan tata ulang, karena adanya Satgasus, itu yang disebut oleh Pak Mahfud MD ada Mabes di dalam Mabes. Ini kan mengingatkan kita bahwa ada negara di dalam negara. Jadi ini ada Mabes di dalam Mabes.

Ya, dari awal kita tahu bahwa presiden tahu persoalannya. Karena itu, Pak Mahfud dengan cepat memberi sinyal ini tikus dan segala macemnya. Kita protes sebetulnya bahwa nggak boleh dong, walaupun itu tahu, tapi lakukan secara institusional. Jangan ngomong ke pers. Kan itu soalnya. Walaupun kita mengerti bahwa Pak Mahfud pasti lebih banyak dapat info dibanding kita, tetapi etikanya dia nggak boleh menyebutkan itu sebagai pejabat negara atau sebagai Kompolnas. Itu hanya bisa disebut di pengadilan atau secara diam-diam. Tapi pada akhirnya orang menganggap bahwa ya sudah terbuka Pak Mahfud sudah ngomong begitu, Pak Jokowi sudah dua sampai tiga kali bicara soal ini, itu artinya di belakangnya ada babak belur tadi dan babak belur tadi yang mencemaskan presiden. Jadi presiden tahu bahwa lembaga dia atau aparat dia yang namanya kepolisian itu agak susah untuk membackup pemerintahan dan ketertiban sipil kalau masih babak belur. Babak belur itu tetap istilah yang bagus.

Tapi sekarang ini, makin ke belakang kenapa Pak Mahfud memberikan sinyal-sinyal semacam itu, sekarang saya sudah mulai paham. Itu karena dia memahami ada satu kekuatan besar yang dia tidak bisa hadapi sendiri sehingga dia meminjam opini publik dan meminjam media yang dalam bahasa Jawa ini ada istilah “nabok nyilih tangan”, menampar orang dengan meminjam tangan orang lain. Karena kemarin dia secara tersurat kemudian menyebutkan “ya ini terima kasih kepada media karena Anda-Anda semua, karena LSM gitu, karena civil society, kemudian kasus ini bisa dibongkar dengan cepat, karena ini ada semacam code of silence”. Begitu dia menyebutkan. Oh... ini kan ngeri kalau sampai seperti itu.

Ya kita tagih saja Pak Mahfud terus-menerus supaya Pak Mahfud jadi beda justice collaborator. Justice collaborator ini memungkinkan publik dapat sinyal. Itu intinya. Tapi, sekali lagi, kedudukan Pak Mahfud MD itu adalah pejabat negara. Dia bisa kasih info, tapi jangan dia sendiri yang mengucapkan info itu. Kan tekniknya begitu. Baguslah. Di ujungnya baru bilang terima kasih. Walaupun orang tahu sudah pasti beberapa pers dekat dengan grupnya Pak Mahfud. Kan itu intinya. Dan itu yang penting kita tertibkan juga sehingga sewaktu-waktu nanti kalau ada peristiwa lain yang memungkinkan orang bikin spekulasi, lalu orang call Pak Mahfud. Jadi ngaco jadinya. Masa Pak Mahfud jadi ngebocorin informasi. Jadi Pak Mahfud MD harus berfungsi secara profesional sebagai pejabat publik oke, boleh kasih sinyal, tapi jangan sinyal itu insinuasi. Bukan soal benar atau tidak, tapi prinsip bahwa pemerintah itu tidak boleh kasih sinyal untuk hal-hal yang sifatnya wilayah kriminal. (ida, sof)

263

Related Post