Pongkor Menunggu Reklamasi PT Antam
By Kafil Yamin
Jakarta, FNN - Masyarakat di wilayah Pongkor berrencana membangun wilayah bekas tambang PT Antam Tbk menjadi tempat pendidikan, pariwisata dan usaha perdesaan.
Wakil-wakil masyarakat dari Kecamatan Nanggung, Tegal Lega, Leuwisadeng, Leuwiliang dan Cigudeg yang berhimpun di bawah Yayasan Lingkar Pongkor (YLP) telah menyusun konsep pengembangan dan pembangunan wilayah Pongkor jangka menengah maupun jangka panjang.
“Kami buat rencana ini untuk mengantisipasi berakhirnya operasi tambang PT Antam di sini. Kami ingin membantu mereka agar meninggalkan jejak yang baik,” kata Asep Hudri, Ketua YLP kepada FNN.
Di samping habis masa kontrak, PT Antam berencana menutup operasi tambangnya di wilayah Gunung Pongkor karena cadangan emasnya sudah habis.
Melalui 33 tahun eksploitasi, PT ANTM sudah meraup trilyunan rupiah. Sangat masuk akal bila orang beranggapan bahwa semua hasil keuntungan perusahaan tersebut sudah menjadi pendapatan negara dan sudah digunakan untuk kesejahter aan rakyat.
Menurut akal sehat pula, daerah dan masyarakat yang ditinggalkan perusahaan negara itu pastilah sudah menjadi makmur dan maju. Namun di wilayah Gunung Pongkor, akal sehat itu harus berbenturan dengan irasionalitas dan kenyataan yang pahit.
Kecamatan Nanggung, Leuwisadeng, Leuwiliang, Cigudeg, Tegal Lega yang mengelilingi operasi tambang emas PT Antam, jauh dari gambaran sejahtera.
Bahkan kini, setelah 33 tahun wilayah itu dikuras cadangan emasnya, pihak peguras meninggalkannya begitu saja. Kenyataan lebih pahit adalah: Perusahaan itu milik negara, yang keberadaannya hanya berguna bila bermanfaat bagi rakyat – bukan membawa madharat.
Kontrak PT Aneka Tambang di Gunung Pongkor, Bogor berakhir tahun 2021. Namun seperti diungkapkan Direktur Utama Antam Arie Prabowo Arietedjo pihaknya sedang mengajukan perpanjangan izin untuk menambang daerah Papandayan yang masih menyimpan cadangan emas cukup, dan untuk menghabiskan serpihan-serpihan yang masih tersisa.
Masalahnya, Papandayan berada di dalam kawasan Taman Nasional yang menurut undang-undang tidak boleh dieksploitasi. Namun seperti sering terjadi, undang-undang bisa diakali untuk kepentingan tertentu. Apalagi ini kepentingan perusahaan milik negara. Caranya adalah dengan mengubah status yang diinginkan itu dari Taman Nasional menjadi Hutan Lindung.
Nah, Hutan Lindung masih bisa diekspolitasi dengan persyaratan bahwa ekspolitasi itu harus di bawah permukaan tanah. Bagi perusahaan tambang, persyaratan ini dekat-dekat kepada lelucon, karena kegiatan penambangan memang di bawah permukaan tanah.
Maka, pada tahun 2016, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerbitkan Kepmen Nomor SK 327/MENLHK/sekjen/Pla.2/4/2016 pada 26 April 2016 tentang perubahan status kawasan dari taman nasional menjadi hutan lindung. Ayat 1 Undang-Undang No 4 Tahun 2009 Pasal 47 menyebutkan bahwa izin usaha produksi bisa diperpanjang sampai dua kali. Masing-masing perpanjangan 10 tahun.
Salah satu kawasan taman nasional yang digunakan untuk perluasan hutan lindung, yakni milik PT Antam. “Sebagian besar lahan LPKH yang kita miliki merupakan hutan lindung. Dalam aturan kita, masih diperbolehkan melakukan aktivitas pertambangan di hutan lindung di bawah tanah. Untuk di permukaan memang tidak diperbolehkan,” kata Manajer Umum PT Aneka Tambang UPBE Pongkor I Gede Gunawan.
Padahal sebenarnya, kewenangan mengelola hutan telah berpindah ke pemerintah daerah dengan adanya UU No.22 Tahun 1999 tentang Otonomi daerah.
YLP sangat mengharapkan PT Antam menaati Permen no. 7/2014 tentang reklamasi dan pascatambang. “Perusahaan yang melakukan eksploitasi harus menyerahkan rencana reklamasi dan dana jaminan reklamasi-pasca tambang , lima tahun sebelum operasi tambang berakhir, untuk perbaikan lingkungan atas lahan yang terdampak olehnya,” kata Ketua YLP Asep Hudri.
Menurut Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor: 18 Tahun2008, Pemegang Izin Usaha Pertambangan wajib menyampaikan rencana pascatambang dan menyediakan biaya pelaksanaannya kepada Menteri melalui Direktur Jenderal, gubernur, bupati/walikota sesuai tempat operasi perusahaan bersangkutan.
Bahkan, YLP siap membantu PT Antam mewujudkan rencana pasca tambang dengan mengajukan beberapa program yang dibutuhkan masyarakat setempat. Program itu adalah pendidikan, pariwisata dan pengembangan usaha perdesaan.
Dalam bidang pendidikan, YLP sudah menyiapkan rencana pendirian perguruan tinggi. Dalam bidang pariwisata, telah disiapkan rencana wisata petualangan yang sesuai dengan karakter dan kontur lahan bekas tambang. Sedangkan dalam bidang ekonomi, YLP menyiapkan rencana pengolahan sumber daya air minum dan agrobisinis.
“Banyak para akademisi bergelar professor, doctor, master, asal daerah Pongkor yang berkiprah di kota-kota lain, tidak mengabdi di daerahnya karena memang di sini tidak ada perguruan tinggi,” kata Asep Hudri.
“Karena itu, keberadaan perguruan tinggi di sini akan membuka jalan bagi mereka untuk mengabdi di tempat asalnya. Dan kami sudah berkomunikasi dengan mereka tentang rencana ini,” tambahnya. (Bagian Akhir)
Penulis adalah Wartawan Senior