Popularitas Anies Baswedan, Bagai Sisi Mata Uang Tak Serupa
Oleh Ady Amar *)
ANIES Baswedan, Gubernur DKI Jakarta, memang unik. Ya, unik yang sebenarnya. Pak Anies masuk dalam kategori orang paling populer dibicarakan. Itu jika dibandingkan dengan Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah, Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Barat, dan bahkan terhadap Puan Maharani, Ketua DPR-RI yang sekaligus orang yang digadang-gadang PDIP untuk maju di perhelatan Pilpres 2024.
Membicarakan Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil dan Puan Maharani, terutama di media online, itu pastilah tidak membicarakan kerja-kerja terukurnya selama menjadi orang nomor satu di masing-masing provinsinya, dan di parlemen (Puan Maharani). Pembicaraan tentang mereka menjadi bervariasi.
Menarik mencermati paparan Ismail Fahmi, pendiri Drone Emprit, lewat diskusi daring yang diadakan Pemprov DKI, Selasa 12 Okrober 2021. Menurut temuannya, yang dihitung dari total mentions dari berbagai kanal media online dan Twitter dari Januari hingga September 2021, Anies Baswedan memuncaki volume percakapan dibanding Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil dan Puan Maharani.
Oh iya, uniknya di mana?
Paling dibicarakan itu bisa pula disebut paling populer. Tapi kepopuleran seorang Anies itu dibarengi dengan tingginya sentimen negatif terhadapnya. Artinya, Anies dibicarakan dengan tidak baik. Dalam hal ini, Anies pun memuncaki daftar dengan nilai 37 persen, disusul Ridwan Kamil 23 persen dan Ganjar 20 persen. Itulah uniknya.
Membicarakan Anies Baswedan bagai sisi mata uang tak serupa, pembicaraan dengan baik di satu sisi, tapi tidak di sisi lainnya, itu bisa dilihat dari peta Social Network Analysis (SNA) yang dibuat. Hasil SNA tentu tidak saja untuk Anies Baswedan tapi juga untuk ketiganya, yang mengindikasikan bahwa Puan belum banyak dibicarakan oleh pendukung organiknya. Selanjutnya, pembicaraan soal Ridwan Kamil, mayoritas dibicarakan oleh pendukungnya. Sedang pembicaraan tentang Ganjar Pranowo, mayoritas dilakukan oleh pendukungnya. Dan tentu yang muncul adalah sentimen positif buatnya.
Pembicaraan tentang Anies Baswedan, temuan peta SNA, menjadi menarik dicermati. Pembicaraan tentangnya, baik oleh kelompok yang Pro pada Pak Anies, tapi juga pembicaraan oleh kelompok yang Pro pada Pak Ganjar. Tentu yang dibicarakan tentang Pak Anies oleh kelompok yang Pro pada Pak Ganjar, kata lain dari kelompok yang kontra pada Pak Anies, tentu memunculkan sentimen negatif.
Dijlentrehkan temuan yang cukup mencengangkan, bahwa dari Top 5 influencer yang membicarakan Anies, ternyata tidak diisi semua oleh pendukungnya. Bahkan pembicaraan pada Pak Anies pada peringkat 1 diduduki oleh yang kontra, yaitu @Dennysiregar7 dan peringkat 3 diduduki @FerdinandHaean3. Sedang influencer yang Pro Anies adalah @OposisiCerdas, @Mdy_Asmara1701, dan akun media sosial Anies Baswedan sendiri, @aniesbaswedan.
Anies Baswedan menjadi pihak yang konsisten diserang. Tampak dari Top 5, itu ada Denny Siregar dan Ferdinand Hutahaean. Dua orang ini memang aktif menyerang Anies Baswedan. Sepertinya tiada hari tanpa menyerang Anies. Seperti mesin yang digerakkan. Itu belum lagi pembicaraan negatif oleh influencer atau buzzerRp lainnya, yang terlalu banyak jika disebut namanya. Mereka bekerja untuk pembusukan Anies Baswedan.
Masyarakat yang melihat Pak Anies secara netral bisa juga terpengaruh oleh serangan membabi buta para buzzerRp, itu jika kelompok Pro Pak Anies tidak cepat merespons memberi tanggapan secara cerdas dan terukur. Masyarakat harus terus disadarkan dengan data-data, agar tidak ada celah mempercayai kabar dusta dan busuk tentang Anies Baswedan.
Potensi Anies yang Diperhitungkan
Popularitas Anies Baswedan jika tidak dimenej secara baik, maka itu semacam pepesan kosong. Populer pada Anies Baswedan, itu juga populer dibicarakan dengan tidak semestinya, itu jika melihat peta SNA, dimana pembicaraan tentang Anies (dibicarakan) dengan baik dan buruk.
Pembicaraan Anies dengan baik, itu tentu mengacu pada kerja-kerja terukurnya dalam memenuhi janji kampanye saat Pilkada DKI, 2017. Janji itu tampak dipenuhinya satu per satu, dan itu nyata. Sedang yang membicarakan Anies dengan buruk, itu pastilah mereka yang itu-itu saja, tapi cukup efektif mengaburkan karya-karya Anies Baswedan dalam membangun Jakarta.
Sedang pembicaraan Anies Baswedan dengan buruk, itu tidak ditunjang data dan lebih pada fitnah. Pembicaraan pada Anies yang tampak tidak ada baik-baiknya. Dan itu terus menerus disorongkan pada publik.
Anies Baswedan masih Gubernur DKI Jakarta, ia belum memproklamirkan diri bakal maju sebagai Capres. Anies memang pribadi yang pantang tebar pesona, bagian dari curi start jalan menuju 2024. Anies tetap berasyik masyuk dan larut dalam kerja yang memang seharusnya dikerjakan. Setidaknya nalar sehat publik bisa melihat itu semua.
Anies memang bukan Ganjar, yang setidaknya sudah bergerak lebih dulu. Lebih nekat menampakkan ambisinya sebagai RI-1. Tidak masalah, itu pilihan Pak Ganjar. Meski lantas itu buat PDIP, jadi jengah lihat sikapnya. Ganjar seolah mengabaikan partainya. Ia jalan sendiri dengan dukungan para relawannya yang bertumbuh. Dukungan pun muncul dari para relawan yang dulu menjadi relawan Presiden Jokowi. Seolah Ganjar dihadirkan sebagai titisan Jokowi, penerus Presiden Jokowi untuk RI-1. Setidaknya itu yang tampak.
Sikap Ganjar Pranowo itu tentu tidak berdiri sendiri, tidak semacam Anies Baswedan, setidaknya Ganjar aman-aman saja dari serbuan para buzzerRp. Itu jika menilik peta NSA, dimana yang membicarakan Anies dengan buruk, lebih banyak dengan tebar fitnah dan bahkan pernyataan rasisme, itu adalah pendukung Ganjar Pranowo.
Temuan peta sebaran NSA dari Ismail Fahmi itu tentu bisa disanggah, bahwa itu tidak benar. Silahkan saja, itu disanggah dengan data. Bagus jika data disanggah dengan data.
Disebut pendukung Ganjar Pranowo, pembicaraan tentang Anies Baswedan dengan sentimen negatif, tentu itu belum pasti "binaan" resmi Pak Ganjar sendiri. Jangan-jangan ia tidak tahu kalau ada tim siluman yang bekerja untuk dirinya, dan itu untuk memberi stempel negatif pada Pak Anies Baswedan.
Pertanyaan susulannya, kenapa pembicaraan sentimen negatif itu terus-menerus diarahkan pada Pak Anies semata, tidak pada Pak Ridwan Kamil. Itu pastilah lebih pada bahwa Pak Anies Baswedan dianggap lebih sebagai pesaing riil, bahkan menjadi lawan berat di 2024, yang itu jauh-jauh hari mesti diganjal. Anies Baswedan seolah menjadi musuh bersama dikeroyok ramai-ramai. Semua pihak seolah punya potensi mengganjalnya.
Pak Anies tetap cool melihat ganjalan-ganjalan yang dimunculkan. Sampai menggelar Formula E, yang itu semestinya direspons baik semua pihak, itu justru dialami Pak Anies dengan berkebalikan. Publik melihat, mengganjal perhelatan itu sudah sangat berlebihan. Sampai Ketua DPRD DKI, Prasetio Marsudi, perlu mengumbar narasi yang tidak semestinya untuk menghentikan perhelatan itu. Terakhir penolakan Komisi Pengarah Pembangunan Kawasan Medan Merdeka, jadi arena Formula E. Anies pun tidak mempermasalahkan larangan itu, dan dapat menerimanya.
Anies Baswedan terus diuji. Mental kuat dengan kualitas emosi yang dipunya, terus disasar untuk diruntuhkan. Dan Anies membalas dengan seolah tidak terjadi apa-apa, seperti tidak menghiraukan serangan-serangan yang coba ingin menghentikan langkahnya. Ia tetap berjalan dengan rencana yang sudah dirancang dengan perhitungan matang.
Perjalanan menuju 2024 masih panjang, tapi satu pihak sudah ancang-ancang seolah ingin melompati waktu ingin segera sampai di sana. Dan Pak Anies Baswedan tetap memilih mengabdi menjalankan amanah sebagai Gubernur DKI Jakarta. Ia tetap tenang-tenang saja, tidak menghiraukan pembicaraan buruk tentangnya. Setidaknya, ia belum bekerja menuju 2024, tapi sudah dinyatakan sebagai yang paling populer. Dan pada saatnya pembicaraan buruk tentangnya itu akan menemui titik jenuh, dan pastilah memilih untuk menyudahinya... Wallahu a'lam. (*)
*) Kolumnis