Prabowo Mulai Blunder

Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan

ADA yang ingin pisahkan saya dengan Jokowi, lucu. Itu diungkap Prabowo dalam Kongres Muslimat NU di Surabaya. Ia minta mantan Presiden itu tidak dikuyo kuyo, dijelek-jelekin. Weleh tampaknya ucapan Prabowo itu memupus harapan banyak orang agar Prabowo konsisten dengan ucapannya untuk menegakkan hukum. Adili Jokowi itu adalah proses hukum yang bersandarkan pada track record buruk selama Jokowi memimpin bangsa.

Prabowo ternyata bersikap tidak strategis, tidak proporsional, dan terlalu mendahulukan subyektivitas hubungan pribadi dengan Jokowi. Payah jika Presiden tidak memahami makna-makna dan perasaan hukum rakyatnya. Omong kosong jika ia bicara tentang rakyat, rakyat, dan rakyat. Harapan yang digantungkan kepada Prabowo agar bertindak obyektif atas Jokowi akan sirna bila harapan itu ternyata dianggap sebagai adu domba. 

Prabowo bukan pemimpin hebat, kegagalan berkompetisi pada beberapa Pilpres berujung pada sikap frustrasi. Ia berkhianat atas karakter gigih, jujur, dan mandiri. Ia menggantungkan lehernya pada bantuan dan  kendali Jokowi. Rela menjadi budak yang patuh kepada guru politiknya. Padahal sebagian rakyat menganggap guru politik itu perampok, koruptor, tukang bohong dan pelanggar hak asasi manusia. 

Blunder pertama dan utama Prabowo sebagai Presiden adalah melindungi Jokowi tanpa syarat. Menjadi bagian dari masalah negara. Banyak aktivis dan pendukung kritis siap membantu  Prabowo sepanjang ia melepaskan Jokowi. Ini bukan persoalan adu domba justru menolong Prabowo agar tidak menjadi domba. Domba yang digembalakan oleh Srigala. 

Prabowo mesti pisah dengan Jokowi. Prabowo adalah Presiden, Jokowi itu Presiden sebelumnya. Jangan campurkan baurkan jasa pribadi dengan kewajiban ketatanegaraan. Kesetiaan kepada partai saja seharusnya berakhir setelah kesetiaan pada negara mulai. Prabowo tidak perlu sering teriak didukung rakyat karena banyak juga rakyat yang berkeyakinan bahwa Prabowo itu menang dengan curang. 

Skandal Bansos Jokowi, Sirekap, kerja pejabat  hingga mobilisasi aparat memberi indikasi manipulasi atas suara rakyat. Rakyat dapat memaklumi mungkin memaafkan asal Prabowo berubah dan kembali ke jatidirinya yang tidak menjadi domba. Menunaikan amanah dan menegakkan hukum dalam realita bukan cita-cita. Yang ditunggu bukti bukan janji atau mimpi-mimpi. 

Ketika rakyat sudah terlalu lama ditipu oleh janji palsu dan dibuat terlena oleh jampi-jampi Jokowi, maka Prabowo mesti mengubah semua. Bukan justru  menjadi boneka dan pelanjut dari budaya basa-basi dan janji-janji. Kalau demikian, maka sama saja. Jika Jokowi adalah Presiden bohong-bohong, maka Prabowo itu Presiden omon-omon. 

Musibah rakyat belum berakhir. Presidennya masih menjadi pikiran dan beban dari rakyat. (*)

165

Related Post