Prank Gibran Menuju 2024: Anak Muda Kok Gitu?!
Oleh: Achmad Nur Hidayat - Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute dan Ekonom UPNVJ
INDONESIA negara yang penuh dengan dinamika politik, sedang menyaksikan peristiwa mengejutkan yang melibatkan sosok Gibran Rakabuming Raka, putra sulung dari Presiden Joko Widodo, yang saat ini tengah menjalani perjalanan politik yang penuh dengan kontroversi. Dalam apa yang tampaknya menjadi serangkaian tindakan yang tidak konsisten, Gibran telah menjadi sorotan utama dalam dunia politik Indonesia, dan perbuatannya menimbulkan pertanyaan serius tentang integritas politiknya.
Salah satu insiden yang paling mencolok adalah apa yang kita sebut sebagai "Prank Gibran terhadap PDIP dan Golkar. Sebelumnya Prank MK demi Gibran sudah dilakukan.
Prank Gibran ke PDIP
Gibran, setelah bertemu dengan perwakilan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), tampaknya telah sepakat untuk menjadi juru kampanye nasional dan juru bicara dari pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD. Ia mengeluarkan janji tegak lurus kepada Ibu Megawati, ketua PDIP, namun tindakan ini segera disusul dengan kejutan yang mencengangkan. Hanya sehari setelahnya, Gibran menerima tawaran untuk menjadi calon wakil presiden dari partai lain, yaitu Partai Gerindra yang dipimpin oleh Prabowo Subianto.
Situasi ini menggambarkan ketidak konsistensi yang mencolok dalam karir politik Gibran. Di satu sisi, dia menerima tugas khusus dari Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDIP, untuk mendukung Ganjar-Mahfud MD, tetapi di sisi lain, dia dengan cepat berpaling dan menerima tawaran dari Prabowo. Tindakan ini tidak hanya merusak reputasi Gibran sebagai politisi yang dapat diandalkan, tetapi juga menimbulkan pertanyaan tentang integritas dan kejujurannya dalam berpolitik.
Prank Gibran Ke Golkar
Namun, Gibran tidak berhenti hanya sampai di situ. Dia juga terlibat dalam "Prank ke Golkar" yang lebih membingungkan lagi. Saat Permintaan Golkar masuk ke Partai melalui keanggotaannya di AMPI (Angkatan Muda Partai Indonesia), Gibran dengan tegas menyatakan kesediaannya menjadi calon wakil presiden dari Partai Golkar. Namun, yang lebih mengejutkan lagi, dia masih tetap berstatus sebagai anggota PDIP pada saat yang sama.
Tindakan ini menjadi luar biasa, mengingat dalam sejarah politik Indonesia, sangat jarang terjadi bahwa seorang politisi dari satu partai mencalonkan diri dari partai lain. Bahkan, rivalnya, Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Barat, harus menjadi kader Golkar karena akan dicalonkan menjadi calon wakil presiden oleh partai tersebut. Prank yang dilakukan oleh Gibran ini tidak hanya menunjukkan kurangnya kesetiaan partai, tetapi juga menghancurkan prinsip-prinsip dasar dalam politik yang berintegritas dan konsisten.
Namun, di balik semua permainan politik yang dilakukan oleh Gibran, yang menjadi pertanyaan utama adalah bagaimana dia bisa melakukannya. Kekuatan politik ayahnya, Presiden Joko Widodo, nampaknya telah memberinya kebebasan untuk melakukan apa saja yang dia inginkan dalam dunia politik. Ini adalah contoh nyata dari bagaimana nepotisme dan penggunaan kekuasaan politik secara tidak etis dapat mempengaruhi jalannya politik negara.
Dampak Prank Gibran Buruk Baik Untuk Gibran Maupun Untuk Jokowi
Prank-prank yang dilakukan oleh Gibran membawa persepsi buruk terhadap generasinya, bahwa anak muda yang seharusnya menjadi pemimpin masa depan justru tampil sebagai sosok yang tidak konsisten, manipulatif, dan tidak dapat dipercaya. Ini adalah pesan yang sangat merugikan untuk generasi muda Indonesia yang seharusnya menjadi harapan bagi masa depan bangsa.
Dalam menghadapi Prank Gibran Menuju 2024, Indonesia perlu mempertimbangkan kembali nilai-nilai integritas, konsistensi, dan kejujuran dalam politik. Politik yang sehat memerlukan pemimpin yang dapat dipercaya dan memiliki prinsip yang kokoh, bukan pemimpin yang menjadikan politik sebagai alat untuk kepentingan pribadi atau keluarga. Dengan demikian, kita dapat memastikan masa depan politik Indonesia yang lebih baik, yang didasarkan pada integritas dan konsistensi, bukan sekadar tindakan dramatis dan pranks yang merugikan. (*)