Presiden Jokowi, PPKM Darurat Itu Hantu Apa?
Sebagai penanggung jawab konstitusional penyelenggaraan pemerintahan telah, Presiden sedang dan terlihat akan terus melakukan tindakan-tindakan pemerintahan untuk memerangi corona. Selain menggalakan vaksinasi, yang macam-macam jenisnya, pemerintah dengan Presiden sebagai penanggung jawab juga mau menjual vaksin ke rakyat. Luar biasa Presiden.
Entah dari mana inspirasinya, Presiden mengambil kebijakan untuk membatasi pergerakan setiap orang. Operasional pembatasan ini, sejauh yang dinyatakan adalah mencegah penyebaran covid-19. Pembatasan Pergerakan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, yang tidak dikenal dalam sistem hukum, entah apa pertimbangannya, hanya dilakukan di seluruh pulau Jawa dan pulau Bali.
Apakah covid-19 hanya mengganas di Jawa dan Bali? Terlihat tidak. Kenyataan obyektif yang dapat diperiksa dan berbicara dalam semua aspeknya berbeda. Hampir seluruh daerah di Indonesia terjerat virus ini. Tak mungkin pemerintah tidak tahu kalau virus dengan varian baru ini juga menyebar di daerah.
Mengapa Presiden tak menyatakan seluruh daerah di Indonesia berada dalam PPKM Darurat? Pada titik ini, kejujuran Presiden berada dalam timbangan yang kritis, sehingga patut untuk dipertanyakan. Apa yang sedang dipikirkan Presiden?
Apakah nyawa orang-orang di daerah tak sepenting orang-orang di Jawa dan Bali? Jawabannya ada di kantong celana atau kameja Prersiden. Entah Presiden jujur atau tidak, obyektif atau tidak. Apakah daerah-daerah non Jawa dan Bali tidak penting bagi Indonesia? Sekali lagi, jawaban defenitifnya ada di kantong Presiden, terlepas apakah Presiden mau berkata jujur atau tidak dengan jawabannya.
Jujur, memang perkara yang mustahil diminta ke seorang politisi, dimanapun itu. Tetapi semustahil sekalipun, jujur tetap merupakan penanda kebesaran, dan kemegahan harkat dan martabat seorang pemimpin negare. Apakah dia politisi, honorable man, aristocrat man ataupun orang yang biasa saja. Jujur itu mahkota setiap orang hebat.
Terminologi PPKM Darurat, tidak ditemukan dalam UU Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan. UU ini hanya mengenal Karantina Wilayah, seluruhnya atau sebagian, plus Pembatasan Sosial, termasuk skalanya. Hanya konsep itu saja. Tidak ada konsep yang lain selain itu. Lalu, PPKM Darurat ini hantu yang datang dari mana? Sandaran hukumnya apa Pak Presiden?
Suka atau tidak, konsekwensi dari penyelenggaraan pemerintahan yang berdasarkan hukum, maka yang tepat diterapkan adalah Karantina Wilayah. Karantina ini dapat dilakukan untuk seluruh Indonesia atau sebagiannya saja. Apapun pilihannya, harus memiliki alasan hukum. Itulah keadaan obyektif yang dapat rakyat hari ini.
Pembaca FNN yang budiman. UU Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kerkarantinaan Kesehatan tidak mengenal PPKM. Maka logis untuk dipertanyakan, Presiden mengambil konsep itu dari sumber hukum apa? Dari UU jelas tidak ada. Apakah Presiden punya diskresi? Untuk urusan sekecil itu, tak perlu didiskusikan panjang.
Itu disebabkan UU Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan mengatur begitu jelas, syarat, kapan dan tujuan diskresi digunakan. Presdein tak mungkin tidak tahu UU itu. Logis, kita mempertanyakan penggunaan PPKM itu dari sumber hukum yang mana Pak Presiden? Diskresi, jelas tidak bisa. Tidak ada ilmunya itu Presiden.
Masa yang seperti itu saja Presiden tidak mengerti atau paham? Apalagi kalau Presiden tidak mau patuh pada hukum tentang tata kelola negara. Bagaimana rakyat negeri ini harus paham, taat dan patuh kepada hukum kalau presiden saja tidak paham dan tidak patuh kepada hukum.
Kalau Presiden tidak paham, semua orang hukum Tata Negara, apalagi Presiden pasti memiliki pakar Tata Negara sebagai pembantunya tentu tahu itu. Bahwa PPKM itu kebijakan yang tidak ada sandaran hukumnya. Sehingga dianggap sebagai kebijakan yang abal-abal, picisan dan amatiran.
Presidential discretion itu hanya bisa diambil, kalau tak tersedia tindakan yang diperlukan dalam sistem hukum. Tetapi tindakan hukum itu diperlukan dan harus diambil untuk memecahkan kemacetan pemerintahan atau mencegah memburuknya keadaan bernegara. Tidak di luar itu, apapun alasannya.
Itu sebabnya wajar dipertanyakan, apa pertimbangan yang digunakan Presiden, sehingga tidak bersandar pada UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dalam mengelola serang covid ini? Tetapi bila ditarik sedikit ke awal, harus diakui Presiden tahu bahwa dia dibekali UU ini. Itu terlihat pada ramainya polemik tentang Lock Down.
Polemik kecil antara pemerintahn pusat dengan Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta, yang kala itu, bergairah menerapkan karantina Jakarta, yang terlihat tidak disenangi oleh pemerintah Pusat, jelas. Terlihat kalau Presiden tahu benar tentang UU itu. Tetapi justru disitu soalnya. Mengapa Presiden hanya megambil sebagian dari UU itu sebagai dasar tindakan?
Sekali lagi, wajar masyarakat, paling kurang FNN meminta kejujuran Presiden untuk menerangkan secara terang-benderang kepada rakyat. Kami cukup yakin, kalau rakyat selalu dapat mengerti dan sesuai tabiat alamiahnya, rakyat selalu luluh kala mendapati penjelasan jujur dari pemimpinnya.
Tidak cukup alasan mengatakan Presiden sedang berkelit dengan sangat cerdik dari perintah UU Nomor 6 Tahun 2018 itu. Perintah UU ini jelas, dalam hal diterapkan Karantina Wilayah, yang pembatasan pergerakan manusia terjadi dengan sendirinya memang sangat memberatkan keuangan Negara.
Sebabnya jelas. Dalam hal Presiden menerapkan karantina wilayah, Presiden harus beri makan rakyat, apapun status sosial ekonomi mereka. Tidak itu saja, Presiden juga harus beri makan hewan peliharaan rakyat. Itu imperative. Absolut dilakukan. Ini kewajiban untuk hukum Presiden.
UU Nomor 6 Tahun 2018 tidak menyediakan alasan apapun, sekadar untuk bisa ditangguhkan sementara, apalagi dikesampingkan. Presiden harus diingatkan, semoga diapresiasi rakyat. Tetapi jujur itu menjadi penanda mahkota mahluk manusia. Bila saja pemerintah telah tidak punya cukup uang untuk beli beras yang diberi kepada rakyat, bicanglah secara jujur.
Kalau saja pemerintah tidak lagi punya duit kontan, dan pinjam di sana-sini lagi juga susah didapat, maka jujur saja. Jelasan secara jujur tentang keuangan negara kepada rakyat apa adanya, jauh lebih terhormat, daripada berkelit, dan tampil seolah-olah keadaan keuangan negara sedang biasa-biasa saja.
Presiden harus tahu kewajiban pemerintah itu memelihara. Bukan sengsarakan rakyat. Negara tidak dibikin untuk menomorsatukan jalan. Bukan itu. Negara, dibikin untuk melindungi rakyat. Bahasan para pendiri negara yang dituangkan dalam pembukaan UUD 1945, negara dibuat untuk melindungi segenap bangsa Indonesia, dan selurun tumpah darah Indonesia. Memajukan kesejahteraan umum, serta mencerdaskan kehidupan bangsa dan seterusnya.
Bukan pencerdasan kalau penjelasan yang tidak jujur tentang keadaan negara. Melaksanakan pemerintahan berdasarkan hukum saja Presiden tidak bisa. Sangat terhormat bila Prersdien menggunakan podium Istana menyampaikan kepada rakyat bahwa PPKM itu merupakan cara Presiden berkelit dari karantina wilayah yang diperintahkan UU Nomor 6 Tahun 2018.
Bilang saja, pemerintah akan bangkrut kalau harus beri makan rakyat. Bilang saja pemerintah hari ini tidak punya cukup uang, sehingga pemerintah harus bertindak diluar UU Nomor 6 Tahun 2018. Pemerintah pakai PPKM Darurat.
Sungguh beruntung Presiden, DPR tidak berfungsi sebagaimana seharusnya. Beruntung sekali, partai politik telah tertranfiormasi sepenuhnya menjadi satu dan bersama dalam sikap dengan Presiden. Bila tidak, tindakan mengabaikan UU ini, cukup beralasan untuk dikualifikasi Presiden telah melakukan perbuatan tercela. Ini salah satu alasan pemberhentian Presiden.
Suka atau tindakan Preasiden yang hanya mengambil sebagian dari UU Nomor 6 Tahun 2018, dan mengenyampingkan sebagian, untuk alasan apapun, tidak dapat menjustifikasi kenyataan Presiden talah mengabaikan kewajiban konstitusionalnya.
Tidak ada Presiden, yang tidak dibebani kewajiban menjalankan UU. Begitu karena fungsi kontitusional utama Presiden melaksanakan UU. Melaksanakan UU adalah tindakan penyelenggaraan atau tindakan pemerintahan itu. Ini adalah kewajiban konstitusional utama presiden.
Pak Presiden tahu, impeachment pertama dalam sejarah Impeachmen adalah impeachmen terhjadap Andrew Jackson, Presiden penerus Abraham Linkcolny, yang pasti ditembak pada tahun 1865. Presiden Jackson di impeach hanya karena memberhentikan Edwin Stanton, Menteri Pertahanannya. Tindakan ini dinilai oleh senat dari partai Republik melanggar Tenur Office Act.
Pak Presiden, jujurlah. PPKM itu barang apa? Hantu apa? Dari mana sumber hukumnya? Apa itu merupakan terjemah dari Karantina Wilayah? Pembatasan kegiatan masyarakat, yang sedang dan mungkin akan terus dilanjutkan secara konseptual itu merupakan konsekuensi langsung Karantina Wilayah.
Batasi kegiatan rakyat dalam PPKM, tetapi rakyat harus cari makan sendiri, jelas Presiden memukul dengan penuh penghinaan terhadap rakyat. Bansos memang ada. Tetapi konsep beri makan menurut kerangkan hukum UU Nomor 6 Tahun 2018, bukan bansos. Bukan juga dapur umum.
Apakah dapur itu umum bisa memberi makan rakyat satu Jakarta? Jujurlah Pak Presiden. Jujur itu indah, dan hebat karena menandai keangungan sebagai seorang Presiden, sekaligus menjadi penanda mahkota manusia yang beradab. Semoga bermanfaat.