Puluhan Ribu TKA China Disiapkan untuk Industri Kaca dan Solar Panel Xinyi di Rempang
Oleh Faisal S Sallatalohy | Mahasiswa S3 Hukum Trisakti
Pemerintah berkali-kali menyebut, Xinyi Group siap gelontorkan investasi Jumbo US$ 11,6 miliar, setara Rp 172 triliun untuk membangun industri kaca dan pasir silika demi keperluan pengembangan pembangkit panel surya di Pulau Rempang.
Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia menyatakan, nilai investasi sebanyak itu nantinya akan menciptakan 35.000 lapangan kerja baru bagi masyarakat lokal.
Pernyataan ini jelas tipu-tipu alias pembohongan publik. Investasi sebanyak itu harusnya bisa menyediakan lapangan kerja lebih dari 35.000 orang.
Saya sependapat dengan bang Anthony Budiawan, terkait asumsi hitungan dengan merujuk pada Banchmark Internasional tentang number of jobs per US$ 1 Million of investment by sector (Nielsen Pincus).
Secara sektoral, Benchmark Internasional merinci, setiap investasi US$ 1 juta di sektor energi, mampu menciptakan rata-rata 17-20 lapangan kerja baru.
Jika nilai investasi Xinyi Group US$ 11,6 miliar, seharusnya mampu menciptakan 200.000 lapangan kerja baru.
Jadi kalimat Bahlil, cipta lapangan kerja baru hanya 35.000 orang adalah informasi sesat dan pembohongan yang nyata.
Lihatlah selisihnya sangat besar, 165.000 lapangan kerja. Selisih ini bermuara pada dua kemungkinan. Pertama, investasi Cina tidak sebesar yang disampaikan. Kedua, memang relasi penciptaaan lapangan kerja memang sengaja direndahkan, dimanipulasi pemerintah menyediakan slot bagi para pekerja asing asal China.
Saya lebih yakin pada kemungkinan yang kedua. Jumlah lapangan kerja yang disediakan untuk pekerja lokal sengaja direndahkan pemerintah untuk menyerap lapangan kerja dari China. Hal ini merupakan konsekuensi yang dipaksakan Cina sebagai salah satu syarat dasar kesediaannya menjalin komitmen investasi.
Selama ini, Indonesia dan China memiliki kerja sama khusus dalam paket kerja investasi, dimana kesepkatan itu sangat menguntungkan Cina. Bahwa paket investasi yang ditawarkan Cina meliputi Uang, barang dan tenaga kerja. Perjanjian kerjasama investasi dikunci dalam keseluruhan paket tersebut. Cina tidak akan mau berinvestasi jika pembelian barang dan tenaga kerja bukan dari mereka.
Merespons desakan paket investasi Cina tersebut, sejauh ini pemerintah bertindak layaknya jongos. Berbagai regulasi dan kebijakan disusun duntuk melegitimasi desakan syarat investasi Cina.
Tercermin lewat regulasi terbaru, PP No 34 Tahun 2021 tentang penggunaan tenaga kerja asing. Pasal 2 ayat (2) menyatakan, pekerjaan yang belum dapat diisi oleh pekerja lokal dapat diisi oleh tenaga kerja asing.
Pasal tersebut adalah pasal karet yang sering digunakan sebagai celah oleh pemerintah untuk melegitimasi masuknya tenaga kerja asing agar bisa menarik investasi dari Cina.
Regulasi dan desakan paket investasi seperti ini, telah menjadikan Indonesia sebagai "master and slave", tuan dan budak di waktu yang sama. Konsekuensinya, negara didikte dan rakyat harus pasrah dibanjiri TKA Cina.
Ini kenyataan yang sulit ditolak. Itulah gambaran Indonesia 5 tahun terkahir. Sebagaimana kasus banjirnya TKA Cina di berbagai sektor, terutama di industri tambang dan smelter semisal di Konawe dan Morowali.
Data Kementrian Tenaga Kerja Juni 2022 mencatat, dari total 88.721 tenaga kerja asing di Indonesia, porsi terbesarnya didominasi TKA Cina 42,82 ribu pekerja atau 44,34%. Disusul Jepang di Posisi kedua 10,1 ribu pekerja (10,99%).
Untuk kasus Xinyi Group di Pulau Rempang. Angka penguasaan lahannya menakjubkan. Jika benar-benar dikuasai, akan menjadi salah satu kasus penguasaan lahan produksi terbesar Cina dalam sejarah investasi Indonesia.
Dari 17.000 ha lahan yang dipatok, dilepaskan 7.500 ha kepada Xinyi Group. Jumlah itu bahkan lebih luas dibanding total luas Lahan industri forenikel dan smelter Cina di Konawe yang hanya 5.500 ha. Sangat cukup menampung eksodus puluhan bahkan ratusan ribu pekerja Cina dalam rangka pengembangan industri kaca dan pasir silika untuk keperluan solar panel (PLTS)
Untuk alasan inilah, pemerintah lewat mulut Bahlil menyenar kabar bohong. Nilai Investasi Xinyi Gorup US$ 11,6 miliar, dikatakan hanya mampu menciptakan 35.000 lapangan kerja baru bagi warga lokal.
Simulasi Hitungan Banchmark Global menyatakan lebih, bahkan mencapai 236.000.
Saya menyimpulkan, angka tersebut sengaja dibuat rendah, dimanpulasi pemerintah untuk menyerap tenaga kerja asing dari Cina. Inilah kewajiban yg harus ditunaikan pemerintah sebagai syarat desakan kesepakatan investasi dengan Cina.
Paket investasi Cina bukan cuma jaminan mobilisasi uang, tapi juga barang dan tenaga kerja. Pemerintah tersandera. Jongos !!!