Rangkap Jabatan Termasuk Tindak Pidana Korupsi, Aparat Hukum Wajib Segera Bertindak

Oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)

MENTERI termasuk Wakil Menteri, dilarang mempunyai rangkap jabatan. Hal ini tertuang di dalam undang-undang No 39 tahun 2008 (UU No 39/2008) tentang Kementerian Negara.

Pasal 23 menyatakan:

Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai:

a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau

c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.

Pengertian larangan rangkap jabatan yang dimaksud di dalam undang-undang ini seharusnya juga termasuk pejabat teras di kementerian, yaitu para eselon satu, eselon dua, staff ahli dan staff khusus menteri. Karena pejabat teras tersebut merupakan kepanjangan tangan dari menteri.

Faktanya, larangan rangkap jabatan atas perintah undang-undang ini diabaikan. Banyak menteri, wakil menteri, pejabat teras kementerian (termasuk staff ahli dan staff khusus) mempunyai rangkap jabatan.

Sri Mulyani, Menteri Keuangan, mempunyai 30 rangkap jabatan lainnya. Erick Thohir, Menteri BUMN, juga mempunyai rangkap jabatan sebagai Ketua Umum PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia) yang dibiayai oleh APBN, sehingga Erick Thohir melanggar Pasal 23 huruf c.

Selain itu, banyak wakil menteri dan pejabat teras kementerian, yaitu eselon satu, eselon dua, staf ahli dan staf khusus menteri, mempunyai rangkap jabatan sebagai komisaris di perusahaan negara alias BUMN. Artinya, mereka melanggar pasal 23 huruf b.

Pelanggaran larangan rangkap jabatan seperti diatur di dalam UU No 39/2008 mempunyai dua implikasi.

Pertama, mereka yang melanggar larangan rangkap jabatan seperti dimaksud Pasal 23 harus diberhentikan, sesuai perintah Pasal 24 ayat (2) huruf d:

“Menteri diberhentikan dari jabatannya oleh Presiden karena melanggar ketentuan larangan rangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23;

Implikasi kedua adalah, mereka yang mempunyai rangkap jabatan berarti menerima uang (gaji, honor, atau sejenis lainnya) secara tidak sah, karena rangkap jabatan merupakan jabatan yang tidak sah, seperti dimaksud Pasal 23.

Sebagai konsekuensi, mereka yang mempunyai rangkap jabatan termasuk melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara terang-terangan. Karena mereka memperkaya dirinya sendiri atas penghasilan yang tidak sah, merugikan keuangan negara dan BUMN.

Bagi pejabat yang memberi izin rangkap jabatan yang melanggar pasal 23 UU No 39/2008 juga termasuk melakukan tindak pidana korupsi, karena memperkaya orang lain dan merugikan keuangan negara.

Mereka melakukan tindak pidana korupsi ini secara bersama-sama dan terstruktur, melalui izin rangkap jabatan.

Penghasilan tidak sah, atau korupsi, yang diperoleh pejabat yang mempunyai rangkap jabatan yang dilarang undang-undang bisa mencapai ratusan miliar sampai triliunan rupiah per tahun.

Oleh karena itu, KPK dan Kejaksaan Agung harus segera bertindak dan memeriksa potensi tindak pidana korupsi dengan modus rangkap jabatan ini.

Rakyat menunggu tindakan nyata penegak hukum.

Pelanggaran sudah di depan mata, apa mau didiamkan terus, membuat Indonesia menjadi negara gagal? (*)

387

Related Post