Refleksi 25 Tahun Reformasi, Tanggung Jawab Warga Negara terhadap Keutuhan Bangsa

Oleh Muhammad Chirzin - Guru Besar Tafsir Al Qur'an UIN Sunan Kalijaga, Jogjakarta.

"Menjaga warisan kebangsaan Soekarno: JAS MERAH – Jangan sekali-kali melupakan sejarah"

BAHWA Republik ini dimerdekakan dengan mengorbankan harta, benda, jiwa dan raga. Taman Makam Pahlawan seluruh kota di Indonesia tak akan muat menampung jasad para pahlawan kemerdekaan yang tersebar di mana-mana, termasuk mereka yang dimakamkan tanpa tandan ama sebagai pahlawan yang tak dikenal. 

Bung Karno pernah berkata, bahwa perjuangan menghadapi penjajah asing itu lebih mudah daripada menghadapi penjajah anak negeri sendiri, karena penjajah asing itu jelas wujudnya, berbeda dengan penjajah dari anak negeri sendiri. Ucapan Bung Karno kini terbukti. 

Pasca proklamasi kemerdekaan RI rongrongan di dalam negeri silih berganti, baik atas nama organisasi resmi maupun separatis, baik semasa rezim Orde Baru, maupun bahkan setelah orde Reformasi. Ibaratnya bangsa Indonesia keluar dari mulut harimau, masuk mulut buaya. 

Tonggak Sejarah Bangsa Indonesia

Pertama, setiap warga negara Indonesia niscaya mengingat, mengenang, dan mewarisi nilai-nilai Sumpah Pemuda: 

Berbangsa satu bangsa Indonesia

Berbahasa satu Bahasa Indonesia

Bertanah air satu tanah air Indonesia

Kedua, setiap warga negara Indonesia niscaya mengingat, mengenang, dan mewarisi nilai-nilai Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, dengan menjaga, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan untuk selamanya.

Ketiga, memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dengan saksama dalam arti yang seluas-luasnya. 

Umat Islam Indonesia tidak boleh meragukan eksistensi Pancasila. Pancasila bukan hanya sejalan dengan ajaran Islam, melainkan justru sebagai esensi nilai-nilai ajaran Islam, nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, dan persatuan, prinsip musyawarah, dan keadilan sosial adalah intisari ajaran Islam. Demikian, kata Syaikhul Azhar Prof. Dr. Ahmad Thayyib.  

Indonesia tidak Sedang Baik-baik Saja

Indikatornya: pertama, utang pemerintah menggunung, bahkan untuk mencicil bunga utangnya pun dengan utang pula, kapan lunasnya?

Kedua, korupsi di mana-mana, sebagaimana dipidatokan oleh Menkopolhukam Mahfud MD pada beberapa kesempatan.

Ketiga, kondisi ekonomi negeri sangat memprihatinkan.

Keempat, kohesivitas sosial melemah akibat perilaku para buzzer dan lain-lainnya.

Kelima, keadilan sosial mimpi belaka. Pasca masa pandemi terbukti mereka yang sudah kaya semakin kaya, dan yang miskin makin miskin.

Keenam, adanya ancaman disintegrasi bangsa akibat ulah Gerakan Separatis Papua yang tak kunjung dihentikan oleh penguasa.

Ketujuh, penegakan hukum sekenanya, tebang pilih pula di mana-mana. 

Kedelapan, undang-Undang menjadi mainan, baik proses pembuatannya, maupun pelaksanaannya, yang ditandai oleh proses pembuatan Undang-undang secara tidak transparan, ketidaktaatan Presiden pada Keputusan Mahkamah Konstitusi dalam kasus UU Cipta Kerja, dan Perppu Cipta Kerja.

Kesembilan, Presiden menjadi tim sukses capres, dan terlibat dalam pembentukan koalisi partai-partai pendukungnya.

Kesepuluh, Menteri-menteri menjadi juru kampanye presiden RI menjelang Pilpres 2024.

Akar masalahnya antara lain ialah reformasi yang tidak terkendali.

Pertama, segala produk Orde Baru dihabisi, terutama GBHN, dan Pendidikan Moral Pancasila.

Kedua, keputusan Amandemen UUD 1945 pada tahun 1999 sd 2002 yang kebablasan. 

Akibatnya: (1) MPR mengamputasi perannya sebagai pemberi mandat Presiden; (2) Presiden dipilih langsung oleh Rakyat dan bertanggung jawab kepada Rakyat; (3) Lahirnya peraturan Presidential Threshold 20% dalam Undang-Undang Pemilu Tahun 2017 Pasal 222 yang memberi kekuasaan pada Partai Politik; (4) Ketua-ketua Partai Politik atas pengaruh Presiden menguasai DPR; (5) Komponen Lembaga Yudikatif tunduk kepada Presiden; (6) Pelemahan institusi KPK; (7) Penetapan Menteri-menteri sebagai Pembantu Presiden bukan atas dasar kompetensi; (8) Penyimpangan penyelenggaraan negara dari Pancasila dan UUD 1945.

Ancaman Keutuhan Bangsa

Ancaman keutuhan Bangsa muncul akibat pembelahan warga negara sebagai dampak pelaksanaan pilpres, di mana relawan “pasangan pemenang” dilestarikan. Mestinya kesetiaan kepada partai diakhiri ketika kesetiaan kepada negeri dimulai. 

Keberadaan buzzer dan influenser tidak terkendali, adanya trio oligarki: Oligarki ekonomi, oligarki kekuasaan, oligarki partai politik. 

Ada pihak-pihak yang menggunakan kesempatan dalam kesempitan, mengail di air keruh, menyalip di tikungan, menggunting dalam lipatan, menjadi musang berbulu ayam, dan serigala berbulu domba, serta kehadiran wasit yang ikut bermain.

Janji Janji Jokowi

Jokowi berjanji mobil ESEMKA segera jadi.

Jokowi berjanji beli INDOSAT kembali.

Jokowi berjanji perkuat KPK lagi.

Jokowi berjanji tidak ada visi-misi menteri.

Jokowi berjanji tidak bagi-bagi jabatan atas dasar kedekatan.

Jokowi berjanji tindak tegas segala pelanggaran.

Jokowi berjanji kepada para kurban gempa bumi beri bantuan yang menggembirakan.

Jokowi bersumpah sebagai Presiden RI,

"Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar, dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya, serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa."

Rakyat berharap dan berdoa, semoga semua janji Jokowi bisa ditepati.

Indonesia Merana

Indonesia tanah airku, tanah airmu

Indonesia tanah tumpah darahku, tanah tumpah darahmu.

Kau bilang di sana tegak jadi pandu

Kau bilang Indonesia kebangsaanmu

Kau bilang Indonesia tanah airmu.

Kau serukan Indonesia bersatu

Kau serukan hiduplah tanahku

Kau serukan hiduplah negeriku

Bangsaku rakyatku semua.

Kau seru bangunlah jiwanya

Kau seru bangunlah badannya

Untuk Indonesia.

Mengapa kau diam seribu bahasa

Atas segala carut marut di Indonesia?

Mengapa kau obral sumber daya alamnya?

Mengapa kau jual murah marwah bangsa?

Mengapa kau biarkan para pengeruk nikel dan  batubaranya?

Mengapa kau diamkan para koruptornya?

Mengapa kau sudutkan putra-putra terbaiknya?

Mengapa kau fitnah keji calon-calon pemimpinnya?

Mengapa kau kadrun-kadrunkan mereka yang tidak seirama dengan Anda?

Masihkah akan berteriak "Saya Indonesia"?

Masihkah akan berkata "Saya Pancasila"?

Masihkah akan mengaku menjunjung tinggi "Bhinneka Tunggal Ika"?

Di mana hatimu?

Di mana nuranimu?

Di mana pikiranmu?

Di mana perasaanmu?

Di mana keindonesiaanmu?

Cukup sudah segala olok-olokmu

Cukup sudah segala kepura-puraanmu

Cukup sudah segala kelicikanmu

Cukup cukup cukup. (*)

803

Related Post