Reziki Wartawan Politik Meliput Olahraga (Bag. Pertama)

by Emron Pangkapi

Jakarta FNN – Jum’at 907/08). Tahun 1981 saya bekerja sebagai wartawan pada Harian Pelita Jakarta. Bidang tugas peliputan adalah Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam). Meliput bidang olahraga adalah benar-benar barang garapan baru bagi saya.

Pada akhir 1981, ada pesta olahraga Sea Games di Manila Filipina. Pesta Olahraga negara-megara anggota ASEAN. Harian Pelita menugaskan wartawan olahraga Ahmad Istiqom untuk meliput kegiatan Sea Games di Manila.

Tiga hari sebelum pembukaan Sea Games, Istiqom ternyata berhalangan. Istiqom tidak bisa berangkat. Maka harus dicari wartawan pengganti. Sebab seluruh proses administrasi dengan OC Sea Games Manila sudah rapi dan selesai.

Tidak ada wartawan olahraga yang siap berangkat. Bahkan sebagian rekan di Harian Pelita, paspor pun belum punya. Redaktur Olahraga Budiman Tos menawarkan saya yang wartawan politik, untuk dua minggu menjadi wartawan olahraga.

Pendek kisah, berangkatlah saya ke Manila bersama rombongan SIWO PWI. Ketika itu SIWO PWI dipimpin Sondang Meliala. Menurut Istiqom, ikut rombongan SIWO "aman semua".

Tiba di Manila, kami tinggal di Silahis Hotel. Proses administratif semua di tempat ini. Markas wartawan di Press Room Rezal Memorium Stadium. Ada ruangan Indonesia. Tidak terlalu luas dan masih kering dengan fasilitas yang layak untuk wartawan.

Zaman itu kirim berita masih menggunakan telex dan sambungan telepon internasional. Belum ada faksimile, modem, email maupun WhatsApp (WA). Telepon di Press Room masih berebut. Di bussiness centre belum ada wartel. Pokoknya semua penuh persaingan. Bahkan jatah makan pun masih rebutan.

Di hari pembukaan Sea Games, kami di tribun wartawan Rezal Memorial Stadium di tengah kota Manila. Acara pembukaan sangat meriah. Berbagai atraksi dan parade kontingen gegap gempita. Marching Band Angkatan Laut Filipina membawakan lagu lagu hits, antara lain aransemen lagu Suzana yang lagi ngetop.

Upacara diawali Laporan Ketua OC/President Olympiade Filipina Bongbong Marcos. Dilanjutkan dengan sambutan Gubernur Metro Manila Emelda Marcos, dan pembukaan Sea Games oleh Prsiden Ferdinand Marcos. Di tribun juga ada putri presiden, Emee Marcos, yang cantik berkacamata hitam. Terlihat jelas dari tribun wartawan.

Saya ingat semua ketua delegasi 'diperkenalkan" oleh Presiden Marcos. Delegasi Indonesia dipimpin Ketua KONI Pusat Sri Sultan Hamengkubuwono IX (mantan Wapres RI). Sejumlah pejabat RI juga hadir, antara lain Menpora Abdul Gafur.

Sebagai pendatang baru di rombongan SIWO PWI, saya merasa tersisih. Hampir tidak punya teman. Teman teman wartawan olahraga itu "terkesan ekslusif". Bersaing keras, menyembunyikan info kegiatan. Saya merasa seperti "diplonco". Teruntang-anting. Agak keteteran dan sering ketinggalan info.

Hanya satu dua wartawan yang berkenaan mengajak saya jalan bersama. Sekali sekali saya ikut Adhi Wargono, dan Indri. Maklum wartawan olahraga umumnya para senior. Mereka memandang saya sebagai "anak bawang" dengan sebelah mata. Saya sering salah lokasi venues, bahkan pernah tertinggal bis dari lapangan.

Akibatnya laporan Sea Games saya tidak terlalu sempurna. Untunglah redaktur Olahraga Harian Pelita bisa maklumi. Akhirnya, saya lebih banyak mendampingi petenis nasional Suzana, yang kebetulan atlet asal daerah Babel.

Saya juga kerepotan mengejar jatah SIWO. Titipan "memo" dari Istiqom untuk wartawan kordinator cabor Nurman Chaniago, baru bertemu dua tahun kemudian. Sedih saya. Untunglah ada Calon Ketum PSSI Syarnubi Said (Krama Yudha) dan Sespri beliau Syaiful Anwar Husein.

Pak Syarnubi Said manajer Timnas, sedang kampanye untuk menjadi Calon Ketum PSSI. Maka dapatlah saya "sangu" dana transportasi lokal dari Pak Syarnubi. Belakangan Syaiful Anwar Husein jadi sahabat saya hingga akhir hayatnya.

Di tengah kerepotan liputan olahraga itu, saya ke KBRI Manila. Nasib baik menghampiri saya. Bisa berkrnalan dengan Prof. Ilyas Ismail, penduduk Filipina asal Aceh yang menjadi staf lokal di KBRI. Beliau adalah guru besar di Philippines University. Banyak buku-buku karangannya, terutama tentang Islam dan perbandingan agama.

Berdiskusi saya dengan Pak Ilyas Ismail, membuat saya merasa mendapat tantangan baru. Apalagi waktu itu pemerintah Filipina masih menghadapi pemberontakan MNLF (Front Pembebasan Nasional Moro) pimpinan Nur Misuari. Sebagai wartawan politik, cerita soal MNLF ini bahan liputan yang menarik. (bersambung).

Penulis adalah Wartawan Senior dan Politisi PPP.

642

Related Post