Rini Membangkang, Jokowi Tak Berdaya?
Rini terkesan tak peduli dengan peringatan Moeldoko. Ia bahkan seakan ingin menunjukkan kesaktian dan kekuasaannya. Setelah rencana RUPSLB lima BUMN, Rini juga menitahkan penyelenggaraan RUPSLB terhadap dua BUMN farmasi yakni PT Kimia Farma dan PT Indofarma.
Oleh Dimas Huda (Wartawan Senior)
Jakarta, FNN - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno, bikin blunder. Tanpa disadari, ia menyeret BUMN dalam ketidakpastian. Pada Kamis (29/8) kemarin, atas perintahnya, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB). Keputusan rapat ini salah satunya mengganti Direktur Utama Bank BTN dari Maryono kepada Suprajarto. Sang pengganti pada saat itu masih sebagai Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk.
Terang saja Suprajarto terkaget-kaget. Pasalnya, ia tak pernah diajak bicara apalagi musyawarah dengan kedudukan yang baru itu. Lagi pula, perpindahan dari bank besar ke bank yang asetnya sepersepuluhnya itu jelas bisa dianggap penghinaan. Suprajarto bukan buruh kecil yang bisa diputar-putar seenak udelnya oleh sang bos. Ia pun menolak. “Saya tidak dapat menerima keputusan RUPSLB itu. Saya mengundurkan diri,” ujarnya lugas, seperti dikutip Detik, Kamis (29/8).
Suprajarto memilih plesir untuk melepas penat, ketimbang menuruti Rini. Kisah Suprajarto ini bisa dibilang menjadi karma bagi Rini yang oleh banyak pihak dianggap melanggar larangan Presiden Joko Widodo. Sekadar mengingatkan saja, Presiden telah mewanti-wanti agar para pembantunya untuk tidak mengambil keputusan strategis, termasuk mengganti direksi BUMN, menjelang pergantian kabinet. Menurut Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, larangan itu disampaikan Jokowi dalam sidang kabinet.
Permintaan presiden itu didasari karena pemerintahan tinggal beberapa bulan sampai pelantikan. Mantan panglima TNI itu menyebut, Jokowi tak ingin ada beban pada periode keduanya nanti. "Jadi jangan sampai nanti punya beban ke depannya. Itu aja sebenarnya," tuturnya.
Seperti kita tahu, Rini yang pada saat kampanye pilpres 2014 sebagai fund rising bagi capres Jokowi-Jusuf Kalla ini terkesan membandel. Ia menitahkan lima BUMN menggelar RUPSLB secara simultan dan berurutan sejak 28 Agustus hingga 2 September. Agenda RUPSLB itu sama, yakni evaluasi kinerja semester I-2019 dan perubahan susunan pengurus.
Selain kepada BTN, empat BUMN lainnya yang mendapat perintah menggelar RUPSLB adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. yang sudah berlangsung pada Rabu (28/8), PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS) pada 30 Agustus, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) pada 30 Agustus, dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk/BBRI pada 2 September.
Sebelumnya, Moeldoko sempat memperingatkan Rini terkait larangan mengganti jajaran direksi BUMN itu. "Itu perintah. Apa yang disampaikan dalam sidang kabinet kan perintah. Harus diikuti. Mestinya begitu," tambah Moeldoko, Senin (12/8).
Moeldoko menegaskan setiap menteri Kabinet Kerja harus mematuhi instruksi langsung yang diberikan kepala negara. Termasuk dalam hal perombakan jabatan maupun direksi BUMN. "Itu kan moral obligation bagi pejabat negara begitu," tegasnya.
Dua BUMN Farmasi
Rini terkesan tak peduli dengan peringatan itu. Ia bahkan seakan ingin menunjukkan kesaktian dan kekuasaannya. Setelah rencana RUPSLB lima BUMN, Rini juga menitahkan penyelenggaraan RUPSLB terhadap dua BUMN farmasi yakni PT Kimia Farma (Persero) Tbk. (KAEF) dan PT Indofarma (Persero) Tbk. (INAF).
Dua BUMN farmasi ini akan menggelar RUPSLB serentak di tempat yang sama dengan periode jam yang berbeda yakni di Hotel Borobodur Jakarta pada Rabu 18 September mendatang. KAEF dijadwalkan RUPSLB pada pukul 09.00 WIB, sementara INAF pada siangnya, pukul 14.00 WIB. Agendanya pun sama yakni perubahan anggaran dasar perseroan dan perubahan pengurus perseroan baik komisaris maupun direksi.
Rencana RUPLSB ini terungkap dalam dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (29/8). Permintaan RUPLSB kedua BUMN farmasi tersebut berdasarkan surat Menteri BUMN Nomor 2-786/MBU/S/07/2019 tanggal 29 Juli 2019.
Keluarnya keputusan ini makin mencerminkan bahwa larangan Jokowi tak ada artinya bagi Rini. Publik jadi menduga-duga, benarkah Rini amat sakti? Jauh sebelum ini, sudah terdengar riak-riak hubungan Rini dengan PDI Perjuangan. Konon Megawati Soekarnoputri tidak suka dengan eks tim sukses Jokowi-Kalla itu. Konon itu akibat Rini tidak memberi ruang bagi kader Banteng di lingkup BUMN. PDIP berkali-kali menyerukan agar Jokowi mencopot Rini. Tapi Jokowi kekeuh mempertahankannya.
Kini, Rini sudah lolos di Kabinet Kerja I. Selanjutnya, banyak pihak menduga ia ingin bertahan dan tetap mengisi Kabinet Kerja II. Lantaran itu, peneliti dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamudin Daeng, menduga, Rini sengaja "menyandera" Presiden Jokowi melalui perombakan direksi BUMN. "Saya kira dia sedang berupaya menaikkan bargaining position menjelang pemilihan kabinet baru," ujarnya, Senin (26/8).
Menurut Salamudin, menjelang pembentukan kabinet periode 2019 - 2024 posisi Rini belum jelas, apakah masih dipakai Jokowi atau tidak. Makanya, dia mencoba mencari cara agar tetap bisa bertahan di kabinet. "Dia seperti to be or not tobe. Kalau tak dikerjakan (rombak direksi BUMN) seperti apa, kalau tetap dikerjakan, seperti apa (reaksi Jokowi)," tuturnya.
Rini memainkan strategi "menyandera" Presiden dengan cara seperti itu karena, menurut Salamudin, dia tahu peran strategis BUMN bagi pemerintah. "Misalnya posisi Menteri BUMN diganti, direksi BUMN berpotensi menimbulkan masalah karena bawaan menteri lama. Rini sepertinya sedang mencoba membuat Jokowi takut dan khawatir," paparnya.
Harusnya, Jokowi bisa mencegah Rini merombak jajaran direksi BUMN. Sebab, Menteri BUMN memiliki kewenangan mengganti direksi BUMN atas mandat dari Presiden. Maknanya, Presiden bisa mencabut mandat itu. Toh itu tidak dilakukan. Mungkin benar apa kata Rini, bahwa semua nantinya akan dikomunikasikan dengan Jokowi. "Nanti, lihat aja hasilnya," ujarnya enteng. End