Saat Jokowi Bercermin Muncul Benderang Wajah Anies Baswedan

Oleh Ady Amar - Kolumnis 

BERCERMIN tentu yang terlihat wajah diri sendiri, terlihat dengan jelas, itu jika cermin tak kabur oleh debu tebal menempel. Tapi pada orang tertentu, saat bercermin bisa juga yang muncul wajah orang lain dengan tidak sebenarnya.

Dan, itu lebih pada alam bawah sadarnya menggiring menyerupakan dengan orang yang dikaguminya. Acap kekaguman itu tanpa ia sadari. Ini bukan peristiwa biasa seperti bercermin meniru style rambut idola, lalu rambut disisir agar serupa meski tak sama dengan wajah idolanya.

Alam bawah sadar itu lebih pada peristiwa tertentu, yang tentu tanpa disadarinya. Tiba-tiba muncul begitu saja menyerupakan diri dengan idolanya. Meski keinginan menyerupai idola itu tak kesampaian, karena banyak faktor kekurangan yang tak memungkinkan. Namun keinginan untuk menyerupai idolanya dalam tindak dan perangai, itu tak bisa padam dalam sukmanya.

Bisa dipastikan Presiden Jokowi pun punya idola, yang meski tak disebut namanya, yang merujuk pada seseorang yang karena tuntutan politik tak mungkin disebutkan namanya. Tapi kisi-kisi orang yang diidolakan, yang ingin ia menjadi sepertinya, itu tanpa sadar disampaikan juga. Anehnya jauh dari sikap dan perangainya, bahkan bertolak belakang.

Agaknya orang yang dilihat Jokowi dalam "cermin", yang memantul itu adalah Anies Baswedan. Jika mau melongok ke belakang perjalanan Jokowi masih sebagai calon presiden (2014). Saat itu Anies ditunjuk sebagai juru bicaranya. Kekaguman Jokowi pada Anies, itu tak segan ia sampaikan dalam berbagai kesempatan. Videonya masih mudah dilacak.

Pada satu kesempatan di mana Jokowi hadir bersama Anies, yang seperti memandu jalannya acara. Saat Jokowi ditanya wartawan,  ingin menjadi apa. Jawabnya mencengangkan--saat itu Jokowi masih bersahaja, boleh disebut lugu, dan itu tak ngaruh bicara memuji-muji Anies. Jawabnya, ingin menjadi Anies Baswedan. Baik pintarnya, cara bicaranya, gantengnya dan seterusnya, hadirin pun tergelak tertawa.

Karenanya, keyakinan yang mengatakan, bahwa sampai saat ini Jokowi itu tetap mengagumi Anies, bahkan tak pernah kendor, itu pun seperti bisa dibenarkan. Hanya saat ini yang ditampakkan di luaran adalah peran politik yang mesti dimainkan, yang memposisikan Anies sebagai oposan. Apalagi saat ini, Anies maju sebagai bakal calon presiden (Bacapres), yang karena tuntutan apalah namanya menjadi berseberangan.

Tapi lagi-lagi kekaguman pada Anies Baswedan di bawah ambang sadar seorang Jokowi terus dipelihara dan menempel tak mau pergi, itu yang lalu ia sampaikan dengan isyarat lewat kisi-kisi cara memilih presiden penggantinya nanti. Katanya, mestilah yang punya nyali dan berani ambil risiko.

Setidaknya itu disampaikan Jokowi di dua kesempatan berbeda dan di hari yang sama. Pada acara Konsolidasi Relawan Alap-alap Jokowi, di Sentul International Convention Centre (SICC), dan di acara Rapimnas Samawi, di Istora Senayan, Sabtu (7/10).

Punya nyali dan berani ambil risiko, itu pastilah bukanlah kepribadian Jokowi. Itu jauh dari sikapnya. Banyak hal bisa disebutkan di sini, yang itu sama sekali bukanlah Jokowi. Tapi bisa jadi itu suara ambang sadarnya menyebut diri punya nyali dan berani ambil risiko. Sikap bertolak belakang dengan perangai Jokowi, itu sebenarnya sikap yang diinginkan.

Karenanya, Jokowi hanya memberikan kisi-kisi dalam memilih presiden penggantinya kelak. Meski Jokowi sebenarnya berani menunjuk diri sendiri, bahwa ia tak memiliki sikap punya nyali, dan berani ambil risiko. Pada penggantinya kelak, ia harapkan yang muncul adalah presiden yang berkebalikan dengan dirinya, tapi serupa dengan sosok yang dilihatnya pada cermin sebagai suara ambang sadarnya, dan itu Anies Baswedan.

Mestinya para relawan dan "penikmat" Jokowi bisa menerjemahkan kisi-kisi tentang pemimpin penggantinya kelak, meski signal yang dikirim Jokowi itu hal tersirat. Tapi jika mau mengasah otak sedikit saja, maka apa yang diinginkan Presiden Jokowi itu bisa ditangkap dan terbaca dengan semestinya, bahwa Anies Baswedan itu sosok yang punya nyali dan berani ambil risiko. Itu bisa dilihat dari rekam jejaknya, saat bertugas sebagai Gubernur DKI jakarta (2017-2022). Soal itu rasanya tak ada yang menyangsikan.**

351

Related Post