Safari Anies Menuju Hati Rakyat
Oleh Ady Amar - Kolumnis
KEHADIRAN Anies dalam balutan safari menemui rakyat di berbagai daerah, yang memang menanti kedatangannya, pecah parah. Tidak ada yang bisa memastikan jumlah yang hadir, karena tidak ada piranti untuk menghitungnya. Tidak ada ticket dijual di sana, tidak pula amplop disiapkan sebagai pengganti transportasi mereka yang hadir.
Mereka datang suka-suka, tidak ada penggalangan massa bayaran seperti biasa dilakukan mereka yang sebenarnya tidak punya massa riil, tapi memaksa sampai mesti menipu diri sendiri. Boleh juga jika itu disebut halu fatamorgana. Ditambah bisik-bisik sekeliling yang memang bekerja untuk itu, meyakinkan sosok yang digosoknya seolah ia salah satu kandidat capres yang memang disuka rakyat.
Safari Anies pastilah memantik kecemburuan pihak-pihak yang sebenarnya tak siap berkontestasi secara fair, dan dengan segala cara ingin menghentikannya. Maka peraturan dibuat guna menghentikan langkah Anies. Peraturan yang dibuat, meski absurd tak masuk akal sekalipun tak jadi masalah. Terpenting tak ada lagi safari, tak boleh lagi massa berkumpul mengelu-elukan Anies presiden... Anies presiden...
Agar peraturan tampak sebagai sesuatu yang seharusnya, perlu ada awalan yang melatarbelakangi munculnya peraturan itu dibuat. Agar tidak terkesan ujuk-ujuk. Skenario perlu dibuat, dimunculkanlah seseorang, atau lembaga yang diada-adakan melakukan protes keberatan atas safari Anies itu. Anies nyolong start kampanye, laporan yang dibuat. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) perlu memberi sanksi. Protes keberatan itu jadi jalan masuk perlunya peraturan dibuat.
Senin (19/12), Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersama Bawaslu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menyepakati perlunya dibuat peraturan, dan itu buntut safari Anies, memang mengada-ada: upaya membatasi gerak Anies. Tidak dicukupkan sampai di situ, jika perlu akan dimunculkan peraturan susul-menyusul dibuat, yang bisa memasung Anies hingga jika mungkin tak bisa bergerak.
Mengganjal Anies, itu sebenarnya sudah dimulai dengan tidak diperpanjangnya jabatan selaku Gubernur DKI Jakarta, karena pemilu dibuat serentak 2024. Anies tetap mesti disudahi di 2022. Perlu diangkat Pejabat Gubernur menggantikannya. Publik mampu membacanya, karena Anies seorang menyebabkan seluruh Gubernur dan Bupati/Walikota yang habis masa jabatannya di 2022 dan 2023 tidak diperpanjang. Sakti benar Anies itu.
Panggung Anies di Jakarta seolah dicukupkan sampai di situ saja. Dengan tidak lagi menjabat sebagai gubernur, maka Anies tak lagi jadi sumber berita yang terus dibicarakan. Tamatlah Anies, itu pikirnya. Tapi yang terjadi tidak demikian. Anies justru menemukan geraknya tak lagi dibatasi panggung seteritorial Jakarta, tapi panggung-panggung lebih luas di seluruh pelosok negeri disiapkan para relawan yang bertumbuh dari Sabang sampai Merauke. Anies makin lincah bergerak, tak terbebani jabatan selaku kepala daerah, yang mustahil bisa bersafari dengan leluasa, jika ia masih sebagai pejabat.
Maka itu tadi, perlu dibuat peraturan untuk membatasi gerak Anies. Peraturan dibuat terkesan memang pesanan, tidak menjadi masalah. Skenario dipaksakan sekenanya, bahkan terasa kasar sekalipun tidak merasa risih. Wajar jika muncul ketidakpercayaan publik akan adanya pemilu jurdil, jika lembaga penyelenggaranya seperti diseret-seret oleh kepentingan pemesannya. Kekhawatiran yang sama sekali tidak berlebihan
Menuju 2024 di negeri ini--semua kekuatan rezim seperti difokuskan, dan bekerja setidaknya untuk menjegal Anies--berpikir bagaimana Anies tidak makin populer, dan bahkan menghentikan langkahnya menuju pilpres. Tentu dengan segala cara dilakukan.
Safari Anies yang ingin dihentikan dengan berbagai peraturan sekalipun, itu dipastikan tak akan bisa menghentikannya. Anies sudah terlanjur nampol di hati rakyat, bersemayam di hati mereka yang membersamainya, yang berharap adanya perubahan di negeri ini. Karenanya, menghentikan langkah Anies, pastilah tidak efektif.
Safari Anies sudah sampai dan bersemayam di hati rakyat, dan itu rasanya sulit untuk bisa coba dihapus dengan peraturan apapun. Menjelek-jelekkan secara ekstrem pun, yang dilakukan mereka yang memang dibayar bekerja untuk itu, tak akan mampu menggoyahkan kecintaan padanya... Anies terlanjur dicinta. (*)