Saksi Asbun dan Tidak Tahu Isi Surat yang Ditandatangani
Jakarta, FNN - Kaleb Elevansi yang melaporkan Edy Mulyadi ke Bareskrim Polri pada 24 Januari 2022 lalu, hadir sebagai saksi kelima yang diajukan jaksa penuntut umum di sidang lanjutan 'Jin Buang Anak' di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Kamis, 23/6).
Sayangnya meski memberikan kesaksian dengan sangat berapi-api, pernyataan Kaleb banyak keluar dari konteks dan membuat Hakim Ketua Adeng Abdul Kohar tersenyum geli.
Kepolosan Kaleb tampak saat mengaku tidak pernah mendengar istilah 'jin buang anak' seumur hidupnya, padahal ia adalah sarjana bahasa (Inggris).
Jadi istilah 'jin buang anak' pertama kali ia dengar dari YouTube Bang Edy Channel yang berjudul 'Tolak Pemindahan Ibukota Negara Proyek Oligarki Merampok Uang Rakyat'.
Ia pun langsung mengartikan tempat jin buang anak itu sebagai tempat yang terkutuk.
"Menurut saya kata jin dan buang anak itu sudah tidak baik. Buang itu kan artinya sampah, dan yang melakukan jin, jadi sama saja itu tempat terkutuk," katanya penuh percaya diri.
Lucunya saat hakim bertanya apakah Kaleb pernah melihat jin? Ia menyebut pernah melihat di televisi.
"Waktu saya masih kecil, suka nonton serial 'Jin dan Jun'," jelasnya yang membuat para hadirin di sidang tersenyum.
Dalam pertanyaan berikutnya Kaleb juga memberikan jawaban-jawaban yang 'ajaib' hingga hakim sempat memperingatinya.
"Kalau ditanya 1 centimeter jawabnya jangan 5 centimeter," tegur hakim ketua.
Hakim sendiri akhirnya menemukan kejanggalan dalam surat penolakan untuk dimediasi mengingat Edy adalah seorang wartawan dan Kaleb juga mengakuinya.
Diketahui dalam Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor: 2/DP/MoU/II/2017, Nomor: B/15/II/2017 tentang Koordinasi dalam Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan, dalam Pasal 4 ayat 2 disebutkan bahwa apabila pihak kepolisian menerima pengaduan dugaan perselisihan/sengketa termasuk surat pembaca atau opini/kolom antara wartawan/media dengan masyarakat, akan mengarahkan yang berselisih/bersengketa dan/atau pengadu untuk melakukan langkah-langkah secara bertahap dan berjenjang mulai dari menggunakan hak jawab, hak koreksi, pengaduan ke Dewan Pers maupun proses perdata.
Jadi, berdasarkan MoU tersebut harusnya Kaleb terlebih dahulu ditawarkan langkah-langkah yang bertahap dan berjenjang.
Tapi faktanya Kaleb tidak pernah tahu ada MoU tersebut dan tidak tahu isi surat penolakan yang ia tanda tangani.
“Pada saat saudara melaporkan kasus ini, apakah saudara membuat surat penolakan, sehingga kasus ini sampai di persidangan saat ini?" tanya hakim.
“Iya, karena saya ingin kasus ini lanjut ke proses hukum, karena ini negara hukum," jawab Karleb.
“Saudara masih ingat tidak surat itu untuk apa? Dan bagaimana surat penolakan yang saudara buat?” tanya hakim.
“Saya tidak ingat isi penolakan yang saya buat sendiri. Saya tidak tahu menolak apa, saya hanya mau ini sampai ke persidangan," jawab Karleb.
Menanggapi hal tersebut, hakim memberitahu saksi untuk mempelajari mekanisme persidangan agar saksi mengetahui bagaimana prosesnya.
"Belajar lagi ya, belajar lagi. Termasuk belajar tentang UU IKN, karena itu dari uang kita. Pemerintah boleh berganti tapi negara harus terus berdiri," kata Hakim Adeng bijak. (Lia)