Saran untuk Pak SBY, Introspeksi, Tabayyun, dan Tahan Emosilah, Abort Your Plan
Oleh Jon A.Masli, MBA, Diaspora Indonesia in USA & Corporate Advisor
HAMPIR setahun sudah kita melihat akrobat parpol-parpol bermanuver. Alamak manuver-manuver mereka terkesan arogan, kurang beretika, yang kerap norak, dan gaduh. Lebih konyol lagi, kita sudah tidak bisa membedakan kapan mereka itu politikus-politikus senior yang merangkap jabatan sebagai Ketua Umum Partai dan Menteri di Kabinet menjalankan tugas pemerintahan dan kapan kampanye politik memakai fasilitas negara dalam akrobat-akrobat kegiatan politiknya. Jadi terkesan pelanggaran etika berdemokrasi, tata krama public governance dan juga mungkin konstitusi oleh para politikus dan pejabat di Indonesia itu adalah hal yang biasa. Bak istilah slang anak Medan: "Ini Medan, Bung" atau : "Ini Indonesia Bung, bukan Amerika, tau! Bingung kita melihatnya.
Bukankah kita negara demokrasi? Ada koalisi ini dan itu yang bak "tim akrobat politik" menunjukkan gaya demokrasi yang unik. Kadang-kadang kami di Amerika Utara melihat demokrasi tanah air itu demokrasi ala seenak udel saja.Yang jelas, beda jauh dengan demokrasi di Amerika Serikat.
Tontonan akrobatik terbaru adalah manuver partai Demokrat yang bikin heboh. Mereka terkesan baper, reaktif, kuping tipis, emosian, dan childish, ngamuk serta ngancam mau keluar dari Koalisi Perubahan. Walau SBY nongol dengan komentar soft santun tapi nyelekit, menuduh Anies Baswedan berkhianat dan tidak shiddiq dan tidak amanah, tanpa tabayyun, karena SP membawa partai Nasdemnya ke dalam suatu kerjasama politik dengan PKB dan mengusung Cak Imin.
Kebanyakan netizen rakyat biasa ini mungkin percaya dengan omongan SBY, mengingat keterbatasan wawasan mereka. Terutama yang NU-NU pendukung Gus Dur yang menganggap Cak Imin itu mengkudeta Gus Dur dengan kelicikannya. Sah-sah saja emang kalau ada netizen yang beranggapan demikian. Tapi banyak juga yang menyayangkan sikap Pak SBY yang dianggap tidak mencerminkan negarawanan di depan publik, karena SBY seakan ngotot memaksakan AHY lah yang harus dipilih jadi Cawapres koalisi perubahan. Titik!
Banyak yang berpendapat bahwa Partai Demokratlah yang memulai manuver memecah koalisi perubahan dengan baper dan reaksi berkelebihan dan emosi. Bukankah Pak SBY seharusnya tabayyun me-lobby koalisi perubahan lainnya, khususnya partai Nasdem dengan kepala dingin, beretika, dan mengedepankan sikap kenegarawanan. Sayang beliau kadung emosian menunjukkan ambisinya sehingga terkesan seolah motif utamanya hanya ingin agar Mayor AHY yang masih Green Horn harus jadi Cawapres ABW.
Kita semua berasumsi bahwa Partai Demokrat itu penyandang dana koalisi perubahan. Tapi kita kagum dengan SP, walau bertampang seram dengan brewok lebat, tapi bisa menunjukkan gaya elegan seorang negarawan dalam menyikapi kemelut ini, seperti Jenderal George S. Patton, pemimpin pasukan sekutu perang dunia II yang bijak. Nasdem, PKS dan ABW, dll, bak pasukan sekutu, dan Jawa Timur adalah battle ground penentu kemenangan pertempuran Pilpres 2024. Seperti strategi Patton yang melihat the Battle of the Bulge sebagai medan perang penentu kemenangan pasukan sekutu dalam mengalahkan Jerman.
Kita sudah lihat bagaimana perilaku ABW menunda deklarasi cawapres sejak Februari 2024. Harusnya SBY paham dong, kalau "Stake holders dan Board of Directors Koalisi Perubahan" belum berkenan untuk menyetujui AHY sebagai Cawapres pendamping ABW".
The Battle of Provinsi Jawa Timur itu amat krusial. No joke, Jose. If U loose Jatim, you loose Pilpres 2024! Dan Bang Brewok Cool & the Gang, know it well, too! Saran saya kepada Pak SBY, introspeksi dululah. Maklumilah bila Mayor AHY dinilai masih belum cukup qualified untuk posisi Cawapres, apalagi elektabilitasnya tergolong masih minim. Jangan sampai AHY jadi korban bully seperti Gibran: "Pemimpin karbitan, politik dinasti". Tabayyunlah dan tunjukkan jiwa kenegarawanan bapak, dan segeralah lakukan lobby untuk re-groupping dengan semua stake holders, demi mempertahankan kelanggengan Koalisi Perubahan dan Persatuan. Itu juga kepentingan bersama untuk negara dan bangsa. Jangan kesusu keluar, sebab Partai Demokrat akan terkucilkan, dan menjadi terpojok. Segera Take a U-turn, temui Pak SP, dkk. Mereka pasti akan berupaya mencari solusi dan setuju untuk mengakomodir ambisi AHY dengan opsi-opsi yang tersedia. Kalau menang, siapa tahu bisa dengan latar belakang militernya ia bisa dapat posisi Menhan, atau posisi Menteri. Itu lebih keren dari pada jabatan Wapres yang selama ini suka diledek para netizen sebagai jabatan pelengkap nomenklatur. Mungkin karena jabatan Wapres selama ini dijabat oleh tokoh MUI yang konon terkesan pasif, kurang jelas fungsinya. Gak dengar gebrakannya selama ini. Lain cerita kalau seperti kasus DT dan Mike Pence.
Sebaliknya, kalau Partai Demokrat keluar dari Koalisi Perubahan, legacy bapak dan masa depan politik AHY berisiko rusak dan sejarah akan mencatat musibah politik ini yang berpotensi mengganggu bahkan membuat Pemilu kurang sempurna . Publik sudah bisa membaca, SP dkk ingin memenangkan Pilpres. Sementara visi Pak SBY ingin Putra Mahkotanya bersanding dengan ARB.
On the contrary, bila tetap bersama koalisi perubahan, Bapak akan diingat sebagai negarawan bahkan pahlawan, karena rakyat umumnya berharap Pemilu 2024 bisa terlaksana secara Jurdil.
Sekarang Pasar modal BEI pun mulai panik. Politik brutal tidak beretika mengatasnamakan demi rakyat dan demokrasi manggung terus. Bisa jadi Pilpres 2024 mungkin batal atau diundur.Wah Ciloko kalau ini terjadi! Badut-badut politik yang lagi berkuasa, tidak tahu malu dengan kompetensi dan kinerja minim di kabinet, pura-pura tidak paham apa itu Good Corporate Governance atau Good Public Governance, dan kadang-kadang lupa dengan amanat konstitusi, akan happy banget, karena mereka bisa terus berkuasa.
Semoga Partai Demokrat abort your suicidal war plan. Rakyat Indonesia akan tersiksa. (*)