SBY Baperan VS Surya Paloh Yang Mengagumkan (Bag-1)
Oleh Kisman Latumakulita/Wartawan Senior FNN
Kalau anda tidak mau dikhianati kelak, maka jangan pernah berpikir untuk menjadi pengkhianat terhadap siapapun. Hanya pengkhianat saja yang ditakdirkan untuk dikhianati nantinya. Entah itu datangnya kapan? Perbuatan pengkhianatan itu bisa disejajarkan dengan sifat buruk dan tidak terpuji seperti munafik dan pembohong. Dampaknya adalah sakit yang dalam. Sakitnya dikhianati di sini (di hati).
Untuk memulai tulisan berseri ini, beta perlu menonton berulang-ulang lima kali keterangan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Pak Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) menanggapi keputusan Partai Nasdem yang menjodohkan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar sebagai Capres-Cawapres 2024 yang diusung Partai Nasdem dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Terlalu banyak keraguan yang mamaksa beta untuk harus menonton keterangan SBY berkali-kali. Awalnya tidak percaya kalau yang memberikan keterangan di sidang Majelis Tinggi Partai Demokrat tersebud adalah Pak SBY. Sebagai wartawan sejak akhir 1988, beta kenal dan paham betul bahwa Pak SBY itu terkenal sangat santun, kharismatik dan berwibawa. Pilihan diksinya sangat terukur tidak menyakitkan siapapun.
Hanya saja setelah menonton dan mendengarkan ketarangan SBY sampai lima kali, beta sampai pada kesimpulan, wah Pak SBY lagi eror berat. Pak SBY yang beperan, kekanak-kanakan dan lebay dotkom mungkin juga karena faktor umur. Pak SBY keluar memperlihatkan aslinya yang licik, irihati, dengki dan culas. Namun Pak SBY berhasil untuk membungkusnya selama ini atas nama pribadi yang santun, wibawa dan kharismatik.
Mantan aktivis ’98 yang sekarang menjadi kritikus sosial-politik Faizal Assegaf malah berpendapat kalau SBY itu dari menit ke menit, jam ke jam, hari ke hari dan tahun ke tahun hanya memikirkan kepentingann anak dan keluarganya. Kalau ada omongan yang terkesan dan terlihat seperti memikirkan kepentingan publik, maka itu hanya tipu-tipu SBY untuk wujudkan kepentingan anak-anaknya. Tidak lebih dan tidak kurang.
Pak SBY pernah membuka lebar mata rakyat Indonesia ketika dengan kewenangan pernuh di tangan sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Pak SBY anaknya Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) sebagai Sekretaris Jendral Partai Demokrat. Pada saat yang sama selain menjabat Ketua Majelis Tinggi, Pak SBY juga menjabat sebagai Ketua Umum Partai Demokrat menggantikan posisi Anas Urbaningrum.
Fakta ini mempelihatkan akal sehat panggung politik Indonesia seperti sedang dihina, dilecehkan dan direndahkan martabatnya oleh Pak SBY. Tragisnya, lagi Pak SBY ketika itu juga menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia. Akibatnya, diduga keputusan-keputusan politik penting partai cukup diputuskan di kamar tidur atau meja makan keluarga. Keputusan hanya dibuat antara anak dan bapak, karena bapak menjabat Ketua Umum dan anak yang menjabat Sekretaris Jendral Partai Demokrat.
Begitulah prilaku politik Pak SBY yang hebat, namun licik, picik, irihati dan pendendam demi masa depan kedua anaknya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas). Prilaku SBY makin eror ketika dilakukan kongres-kongresan Partai Demokrat ke-5 tanggal 18 Maret 2020 di Jakarta. Kongres yang berhasil memproduksi AHY secara aklamasi sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
Pertanyaannya, apakah Presiden Soeharto yang didukung penuh oleh ABRI saat itu, dengan posisi sebagai Ketua Dewan Pembina Golkar tidak bisa menaruh anak-anaknya sebagai Ketua Umum Golkar? Tentu sangat bisa, dan bahkan lebih dari bisa. Hanya saja Pak Harto masih punya deposit etika dan moral yang tinggi dalam membedakan urusan kepentingan politik negara dengan urusan keluarga.
Deposit etika dan moral Pak Harto ini yang sangat minus untuk dimiliki oleh Pak SBY. Sebagai salah satu kader terbaik Pak Harto, sebaiknya Pak SBY banyak belajar prilaku arif dan bijak untuk urusan yang seperti ini dari Pak Parto lagi. Tujuannya agar Pak SBY tidak terlihat seperti tokoh bangsa yang kerdil dan gersang di hari tua seperti sekarang.
Keterangan di video yang beredar di media sosial dengan durasi 36 menit 38 detik itu, intinya Pak SBY menyerang Ketua Umum Partai Nasdem Bang Surya Paloh dan Capres Anies Baswedan dengan membabi buta. Pak SBY seperti orang hilang kewarasan atau akal sehat menuduh Bang Surya dan Mas Anies pengkhianat atas kesepakatan Koalisi Perubahan dan Persatuan.
Masalah utama Pak SBY kehilangan kewarasan hanya karena anaknya Pak SBY, Mas AHY gagal berduet dengan Pak Anies sebagai pasangan Capres-Cawapres dari Koalisi Perubahan dan Persatuan. Kepentingan anak dan keluarga menjadi alibi utama Pak SBY pamer prilaku licik, picik, dengki, irihati, baperan dan lebay dotkom di ruang publik. Padahal semestinya Pak SBY lebih bijak, arif dan sejuk di usia senja seperti ini.
Rakyat dan masyarakat pers Indonesia juga mencatat minimal dua pengkhianatan yang pernah dilakukan Pak SBY terhadap dua tokoh bangsa. Pertama, pengkhianatan Pak SBY saat menjabat Menkopolhukam kepada Presiden Ibu Megawati Soekarnoputri. Kedua, pengkhianatan yang dilakukan Pak SBY kepada Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra yang saat itu menjabat Menteri Sekretaris Negara. Padahal tandatangan Prof. Yusril sebagai Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) yang mengantarkan Pak SBY sebagai Presiden di tahun 2004 lalu. (bersambung)