Sentilan Anies Baswedan yang Tak Biasa, Lucu Menghibur Pun Nampol Menohok
Oleh Ady Amar - Kolumnis
ANIES Baswedan eks Gubernur DKI Jakarta, terbilang pribadi cuek bebek, artinya tidak ambil pusing atas caci maki, dan bahkan fitnah dari kelompok yang seperti dihadirkan untuk itu. Pilihannya selalu dengan tidak menanggapi, memilih membiarkan saja.
Susul-menyusul caci maki terus disebar, tidak sedikit pun membuat Anies terpancing membalasnya, apalagi membalas dengan caci maki yang sama. Caci maki bukanlah kritik apalagi kritik membangun, itu lebih pada ingin sekadar mengolok-olok dengan tujuan mengepras elektabilitas Anies. Meski itu jauh dari berhasil, bahkan sebaliknya.
Membicarakan Anies dengan buruk sekalipun, itu point tersendiri buatnya. Anies jadi pihak yang terus dibicarakan. Meski dibicarakan dengan buruk sekalipun. Hal itu seperti tidak dipahami, pastinya tidak dievaluasi seberapa efektifkah cara-cara itu digunakan.
Memilih diam, itu buat Anies berkelas. Menegaskan ia tak terkecoh oleh stimulan yang dipaksakan, dan berharap direspons balik. Memilih dengan tidak merespons, itu bisa jadi bentuk lain agar tidak diserupakan dengan kelompok penabur kebencian dan fitnah.
Pilihan Anies pada komunikasi diam, meski cacian sampai ke taraf rasis sekalipun, justru mengesankan para pihak yang semula memicingkan mata, menjadi melihatnya dengan empati dan simpati. "Diam itu emas" seperti menemukan contoh bangunan komunikasi yang dipilih Anies.
Selama 5 tahun menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, sejak awal menjabat sampai akhir masa jabatan berakhir, tidak tampak Anies bereaksi pada umpatan yang bersifat pribadi. Anies memilih menjawabnya dengan kerja terukur, dan itu kerja intelektual dengan pencapaian luar biasa. Elektabilitas pun menaik yang sulit untuk dibendung.
Setelah purna tugas selaku gubernur, dan lalu diusung Partai NasDem sebagai capres pada Pilpres 2024, cacian cercaan pun terus disasarkan. Meski narasi lebih memunculkan rasisme, Anies pun memilih dengan tetap tidak menanggapi. Anies seolah memilih tidak ingin menurunkan kastanya serendah mereka yang mengolok.
Anies lehih leluasa bergerak menyapa simpatisannya di daerah. Melompat dari satu panggung ke panggung lainnya. Batas teritorial pergerakannya menjadi luas tidak sebatas Jakarta, tapi seluas negeri. Semua kota/kabupaten yang didatangi pecah menyambutnya, mengelu-elukannya.
Tapi tidak pada mereka yang tidak suka dengan safari Anies itu, yang lalu menyerang dengan menyebut Anies curi start kampanye. Laporan pada Bawaslu pun dibuat. Tapi laporan sumir itu sulit bisa menghentikan langkah Anies itu disebut pelanggaran. Apa yang dilanggar, sedang pendaftaran peserta capres pun belum dibuka. Bawaslu pun bahkan boleh disebut belum "buka lapak". Pelapor itu bukannya tidak tahu jika laporan yang dibuatnya akan tertolak, tapi setidaknya laporan itu mengabarkan Anies "curi" start. Laporan dibuat setidaknya ingin mengacaukan nalar publik, bahwa Anies tidak sportif.
Anies merespon dengan caranya, dan kali ini dengan cara tidak biasa. Ada yang menarik dilakukan Anies dengan komunikasi tidak biasa itu, dan itu mampu mengundang senyum, atau setidaknya senyum kecut para pihak yang tertampol.
Saat kunjungan ke Kabupaten Bandung, Minggu (22 Januari 2023), mengikuti Jalan Sehat bersama ribuan warga, Anies mengirim pesan politik dengan nada canda yang menggelitik.
Pada kaos warna biru yang dipakainya--warna dasar Partai NasDem--pada bagian depan nyolok tertulis dalam kalimat berbahasa Sunda:
Abdi Nu Ngider Naha Anjeun Nu Keder (Saya yang Jalan, Mengapa Kamu yang Pusing).
Komunikasi politik gaya sentilan yang dikirim Anies, itu pastilah ditujukan untuk kelompok tertentu, yang kerap nyinyir dengan langkah safarinya, itu sungguh menohok meski disampaikan dengan canda ala Si Kabayan.
Kreatifitas dimunculkan Anies dan tim dalam melawan mereka yang bersikap irrasional dengan memaksakan keinginan, Anies terlarang berkeliling, meski tak ada aturan yang dilanggar. Kumaha atuh... (*)