Siapa Yang Tonjok Jokowi?
by M Rizal Fadillah
Jakarta FNN – Jum’at (10/07). Dipastikan ada kesengajaan "upload" Putusan Mahkamah Agung No. 44 P/HUM/2019 pada Jum’at 3 Juli 2020. Padahal Putusan tersebut sudah lama bersembunyi di meja Mahkamah Agung. Ada yang tidak tahan untuk terus menyembunyikan atau ada pengorder yang minta agar segera diupload Putusan tersebut.
Situasi nampaknya semakin hangat. Setelah perseteruan antara Pimpinan Partai dengan Petugas Partai pada kasus korupsi Jiwasraya melawan suap KPU Harun Masiku, dimana enam tersangka kasus Jiwasraya disidang dan 13 manajer investasi ditetapkan sebagai tersangka baru. Bergerak menyertai audit atas keterlibatan OJK, bursa, Kementrian BUMN dan BUMN tertentu.
Sementara di sisi lain Harun Masiku masih kuat untuk menghilang. Tiga tersangka sudah masuk tahap persidangan. Metreka adalah Wahyu Setiawan, Agustiani, dan Saeful Bahri. Kotak pandora Harun belum terkuak. Apakah pimpinan Partai terlibat suap ini atau Harun bermain sendiri. Harun belum juga muncul atau tertangkap. Nampaknya KPK masih takut berhadapan dengan "Harun".
Kini nampaknya perseteruan makin menguat setelah masalah RUU HIP. Usulan PDIP digempur habis dengan mengangkat isu PKI dan Komunisme. Alih-alih Istana membela. Malah terkesan membiarkan atau membuang badan. Pernyataan Jokowi bahwa pemerintah tidak tahu-menahu proses RUU inisiatif DPR dinilai menyakitkan. Mustahil Jokowi tidak tahu, prolegnas saja dibahas bersama.
Di tengah kencangnya serangan pada RUU HIP, usulan PDIP itu tiba-tiba muncul upload Putusan MA No 44 P/HUM/2019. Isinya menggugat dasar hukum yang dipakai KPU untuk memenangkan pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin. Mahkamah Agung menyatakan bahwa Pasal 3 ayat (7) PKPU No 5 tahun 2019 bertentangan dengan UU No 7 tahun 2017.
Mahkamah Agung selanjutnya juga menyatakan Pasal 3 ayat (7) PKPU tersebut "tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat". Dengan demikian, runtuhlah dasar hukum yang dipakai KPU untuk menetapkan kemenangan Pasangan Presiden/Wakil Presiden sekarang.
Gonjang-ganjing terdengar keras. Pro dan kontra atas batalnya kemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin. Bagi yang kotra, Putusan MA tersebut membatalkan. Bagi yang kontra tentu tidak membatalkan. Alasannya, Putusan MA tidak berlaku surut. Bagi penulis, tentu membatalkan karena menyangkut dasar hokum yang dipakai oleh KPU.
Perumpamaan yang paling mudah adalah Sertifikat, yang kemudian dapat dibatalkan oleh temuan bahwa Sertifikat tersebut ternyata palsu. Sertifikat palsu tidak mungkin digunakan untuk membangun sebuah bangunan gedung atau rumah baru. Dalam hal ini KPU wajib untuk mencabut keputusan keliru yang telah dibuat.
Nah heboh Putusan MA jadi skandal. Diduga ini adalah perbuatan politik yang disengaja. Tentu arahnya menggoyahkan legitimasi Jokowi. Disinilah pertanyaan muncul siapa yang menonjok Jokowi ? Skenario beragam bisa terjadi. PDIP yang "agak" berseteru. Bisa juga oknum MA yang mungkin bermotif pragmatik, atau di lingkaran Jokowi yang sakit hati. Semua kemungkinan bisa saja terjadi.
Sebagian rakyat menyebut sebagai pengalihan isu atas gempuran RUU HIP. Sebagian menyatakan ini momentum pemakzulan Jokowi yang menumpuk kesalahannya. Teori konspirasi global menuduh Amerika terkait rezim Jokowi yang pro China. Atau mungkin juga ini mainan Jokowi sendiri untuk menguji para "dukun" pendukungnya. Yang jelas Putusan MA merupakan gelindingan politik berspektrum luas.
Jawaban atas pertanyaan "Siapa yang tonjok Jokowi ?" Tentu menarik untuk dapat dibaca pada peta kekuatan yang ada dan berpengaruh. Apakah di tengah permasalahan berat ekonomi negara, pandemi covid 19, serta isu eskalasi gerakan komunisme ini, rezim Jokowi akan mampu membangun stabilitas? Atau sebaliknya, justru Pemerintahan ini akan berhenti di tengah jalan ?
Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan