Silakan Bangun Apa Saja, Asal Bukan Islam
Oleh Asyari Usman
Jakarta, FNN - Tampaknya, judul inilah yang mengisi kepala para penguasa Indonesia. Tidak semua. Tapi, sebagian besar. Asalkan bukan Islam, silakan buat apa saja di Indonesia ini. Silakan bangun apa saja. Mau mengembangkan sekularisme sampai yang lain habis, silakan. Tidak ada masalah. Akan didukung penuh. Mau tekan gas habis untuk liberalisme, juga silakan. Tidak akan dihalangi. Bahkan akan didorong sekuat tenaga.
Pun kalau ada yang serius mau mengarahkan Indonesia menjadi sarang korupsi, juga akan dibiarkan. Malahan dibantu dengan melemahkan KPK. Juga kalau Indonesia mau dijadikan sebagai pusat perzinahan, pasti disambut meriah. Bakal banyak yang senang. Bahkan sudah dibuatkan thesis S-3 yang menghalalkan zina. Bisa saja nanti dibuatkan sertifikasi halal untuk penyedia fasilitas perzinahan.
Terus, mau dijadikan Indonesia ini negara kapitalis ekstrem, silakan maju. Dengan senang hati akan difasilitasi oleh penguasa. Atau mau dijadikan negara komunis, malah kebetulan. Kebetulan sedang banyak pentolan yang sangat menginginkan ini. Anda mungkin sudah tahu siapa mereka. Dan, Presiden Xi Jinping dapat dipastikan akan mendukung tuntas.
Pokoknya, siapa saja boleh membangun apa saja. Asal bukan Islam atau umat Islam. Kalau ada yang mau mengarahkan penguatan Islam garis lurus, kecuali Islam bengkok-bengkok, pasti akan membentur tembok.
Beginilah kondisi yang dihadapi umat Islam. Dari mana saja Anda mau memulai penguatan umat garis lurus, di situ ada perintang jalan. Disiapkan skenario yang akan melelahkan Anda. Yang akan membuat Anda frustrasi.
Semua sudah disiaprapikan. Ada tuduhan terorisme. Ada narasi intoleran. Anti-Pancasila. Anti-NKRI. Seolah-olah, semua label ini hanya pantas disematkan di kening umat Islam.
Sekarang ini sedang gencar-gencarnya penguasa melabelkan radikalisme kepada umat Islam. Ada demonisasi cadar dan celana cingkrang yang diidentikkan dengan radikalisme itu. Cadar dan cingkrang dipoles habis menjadi momok yang menakutkan. Dibicarakan di mana-mana dalam konotasi negatif.
Dalam keadaan seperti ini, apa yang bisa dilakukan oleh umat?
Nyaris tidak ada. Kecuali terus berdoa, berdakwah, dan beristighfar. Berdoa adalah senjata paling ampuh bagi umat.
Kalau para ulama, ustad, kiyai, pemuka masyarakat, dll, pastilah senyum-senyum saja menghadapi situasi seperti sekarang ini. Mereka berprasangka baik kepada Rabbal ‘Alamin –Tuhan Semesta Alam.
Mereka paham bagaimana cara merujuk kesemena-menaan para penguasa. Intinya, fitnah (cobaan) terhadap umat Islam akan terus datang bertubi-tubi. Akan silih berganti. Baginda Nabi dengan jelas menyebutkan rangkaian fitnah yang menerpa deras dan mendera umat.
“Yaa ayyuhalazina amanu, ishbiru wa shabiru, wa rabithu, wattaqullaha la’allakum tuflihuun.” (QS Ali Imran 200)
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.”
Musuh-musuh Islam itu begitu dahsyat. Di dalamnya ada segala macam kekuatan yang berhimpun. Ada kekuatan politik, ekonomi, finansial, plus orang-orang munafik.
Sebaliknya, satu-satunya “kekuatan” umat adalah hadits Nabi yang menyebutkan bahwa umat Islam di akhir zaman akan seperti buih di lautan. Terombang-ambing tak tentu arah.
Kok hadits buih disebut kekuatan? Karena dengan hadits inilah umat akan melakukan koreksi. Boleh jadi proses koreksi itu telah dimulai dan menuju penyempurnaan. Wallahu a’lam.[]
15 November 2019
Penulis adalah wartawan senior.