Sindir Amien pada Syafii Sahabatnya

Oleh Ady Amar *)

AMIEN Rais dan Syafii Maarif itu bersahabat, tidak patut diragukan. Mereka sama-sama berkhidmat di Persyarikatan Muhammadiyah. Usia Pak Amien dengan Pak Syafii lebih muda sekitar sepuluh tahunan.

Keduanya pernah sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah. Pak Syafii meneruskan jabatan sebagai Ketua Umum yang ditinggalkan Pak Amien, yang pasca reformasi 1998 mendirikan Partai Amanat Nasional (PAN). Pak Syafii Maarif-lah yang didapuk sebagai pengganti Pak Amien Rais.

Keduanya pun mengambil gelar Ph.D-nya di kampus yang sama, Chicago University. Sikap keduanya pun hampir sama tegasnya pada prinsip yang diyakininya, meski akhir-akhir ini pilihan perjuangan keduanya berseberangan.

Di era Presiden Joko Widodo (Jokowi), Pak Amien sebagaimana sikapnya selalu memilih mengkritisi kebijakan yang melenceng. Ia bisa disebut oposan terhadap rezim. Tapi Pak Syafii lebih memilih seolah bagian dari rezim, sehingga suara kritisnya sulit terdengar. Sikapnya sunyi, bisa jadi karena asyik duduk sebagai Anggota Dewan Pengarah Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP), yang produknya justru mengundang kontroversial. Kehadirannya di sana serasa mubazir.

Mereka berdua saat ini seolah berada di simpang jalan. Tidak tampak sikap di antara keduanya saling menguatkan, sikap bersinergi menyikapi suatu permasalahan negara dan bangsa. Mereka masing-masing larut dalam pilihannya, pilihan yang bertolak belakang antarkeduanya. Tidak tampak sedikit pun bahwa mereka berdua sebenarnya keluar dari rahim yang sama, Muhammadiyah.

Memang tidaklah ada yang mampu menjamin, bahwa seseorang yang semula berjuang bersama, bersinergi dalam sikap dan tindakan, itu pastilah akan terus demikian, seolah hanya bisa dipisahkan oleh kematian. Pilihan politik dan kebijakan biasanya yang akan memisahkan seseorang. Soekarno dan Hatta, satu contoh dwitunggal yang akhirnya berpisah. Hatta meninggalkan Soekarno, itu karena perbedaan prinsip yang diyakininya.

Sindiran Amien

Sebuah opini cukup panjang, berkelas dan tajam muncul di di HU Republika, (20 Juni 2017), ditulis Prof. Syafii Maarif. Judulnya, "Nasionalisme Ekonomi dan Kemerdekaan Bangsa". Opini yang ditulisnya itu menyoal penguasaan tanah atau lahan yang amat tidak adil. Opini kritis yang ditulis Prof. Syafii, itu periode pertama Jokowi sebagai Presiden, yang berpasangan dengan Jusuf Kalla.

Ada satu paragraf dari tulisannya itu menyorot demikian, "70 tahun kita merdeka. Kita lihat ketimpangan sosial masih ada. Kita lihat penguasaan tanah ini harus cepat diatasi," tulis Prof. Syafii.

"Teman saya, sahabat saya, Syafii Maarif, tumben berani tegas mengenai penguasaan lahan atau tanah di negara kita yang menurut saya memang sudah menghina bangsa Indonesia."

Itu disampaikan Pak Amien dalam video berjudul, "Rocky Gerung VS PT Sentul City, Potret Keadilan VS Kezaliman". Amien mengaitkan pernyataan Syafii Maarif beberapa tahun lalu itu dengan penguasaan lahan oleh PT Sentul, Tbk, seluas 3.000 hektar di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Pak Amien berharap agar Pak Syafii tetap konsen bicara soal itu. Bicara berkenaan dengan ketidakadilan dan kesewenang-wenangan penguasaan lahan atau tanah.

"Syafii Maarif bilang 80 persen tanah dikuasai konglomerat Indonesia, 13 persen oleh asing. Ini kata Syafii Maarif."

Artinya, hanya 7 persen tanah di Indonesia yang kepemilikannya dimiliki oleh masyarakat biasa.

Lalu sentil Pak Amien, itu agar Prof. Syafii lebih sering benahi hal yang mungkar. Jangan hanya amar ma'ruf saja. Maaf ya, kita masih bersahabat," tutup Pak Amien.

Kasus kisruh tanah antara Rocky Gerung dan PT Sentul City, Tbk, ini disikapi Amien Rais dengan mencantol temuan sahabatnya, sekaligus mengingatkan sahabatnya, bahwa ada kezaliman nyata di depan mata, yang selayaknya itu bisa disikapi bersama. (*)

*) Kolumnis

328

Related Post