Suksesi 2024 dan Peran Oligarki

Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila

Menatap masa depan Indonesia semakin suram dan tidak ada harapan bagi bangsa ini kecuali terjadi perubahan mengembalikan UUD 1945 dan Pancasila sebagai tata negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila

DALAM sejarah negara yang pernah ada di negeri Nuswantoro setiap terjadi pergantian kekuasaan selalu terjadi ontra-ontra atau Goro-Goro dalam istilah pewayangan.

Pertarungan nafsu kekuasaan antara yang ingin berkuasa terus dan yang ingin terjadi perubahan.

Kekuasan tidak lagi berdasarkan kedaulatan rakyat tetapi telah berubah menjadi kekuasaan oligarki yang bertemali antara partai politik, pengusaha, elemen hukum, polisi, jaksa, hakim, intelijen, MK, KPU, dan tentu saja melalui rekayasa canggih, yang kemudian menjadi oligarki.

Strategi menguasai lembaga yang menegakkan hukum oleh partai politik melahirkan ketidakadilan, urusan hukum dan membuat UU, diatur sedemikian rupa menjadi industri hukum, kata Prof. Mahfud MD.

Menko Polhukam itu menyebutkan, mafia peradilan kini berkembang menjadi mafia hukum. Mahfud mengatakan, jika mafia peradilan beroperasi di saat proses peradilannya, namun mafia hukum beroperasi sudah sejak pembuatan ketentuan hukum.

Mengerikan jika itu yang terjadi sama artinya dengan Indonesia di titik nadir.

Sejak UUD 1945 diganti dengan UUD 2002 terjadi perubahan tatanegara yang sangat radikal.

Bagaimana tak radikal jika Visi Misi negara diganti dengan Visi Misi Presiden, Gubernur, Walikota/Bupati sebagai konsekuensi pemilihan sistem Presidensil maka yang dipertarungkan adalah Visi Misi Presiden, Gubernur, Bupati, atau Walikota dalam ajang Pemilu.

Akibatnya Tujuan negara Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sudah tidak ada.

Padahal Negara ini sejak berdiri 18 Agustus 1945 sudah punya Visi Misi dan tujuan negara adalah “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.

Apakah kita sebagai anak bangsa sadar keadaan negara kita saat ini.

Jadi kalau hari ini data penduduk diretas maka ya harap maklum, sebab misi negara melindungi segenap bangsa dan tanah air sudah tidak ada.

Kalau rakyat semakin tidak sejahtera akibat dari kebijakan pemerintah ya sudah begitu sebab negara dalam misinya mensejahterakan segala bangsa sudah tidak ada sebab misi itu sudah diganti dengan misi Presiden, Gubernur,  Walikota dan Bupati.

Apalagi kalau terjadi ketidakadilan ya memang begitu sebab Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia bukan lagi menjadi tujuan.

Pada 2024 akan terjadi suksesi tarik-menarik partai politik semakin kencang. Yang berkuasa hari ini merasa mampu tidak ingin diganti, maka membuat manuver tiga periode padahal UUD membatasi masa jabatan Presiden hanya dua kali masa jabatan.

Bukti bahwa mereka yang ingin Jokowi tiga periode makar terhadap UUD, dan Presiden dan Mentrinya harus sadar, mereka disumpah untuk menjalankan UUD, bukan untuk mengingkari.

Di siang bolong tiba-tiba juru bicara MK membuat pernyataan Presiden bisa menjabat lagi sebagai wakil Presiden dalam kontestasi pilpres. Pernyataan seperti ini bukan kewenangan MK dan MK bukan lembaga politik.

Suksesi kali ini tentu merupakan hal yang sangat penting bagi bangsa kita ini. Sebab akan terjadi perubahan kepemimpinan Nasional dan Alam semesta pun sudah menunjukan tanda tanda pembersihan. Kita bisa merasakan kasus pembunuhan Brigadir Joshua oleh Ferdy Sambo dan semakin terbukanya peran Satgassus Merah Putih untuk memenangkan pemilu 2019 dan mulai terbuka kerusakan ini jelas terjadinya oligarki antara partai politik, Satgassus, Konglemerat busuk, dan lembaga terkait dengan kecurangan bagian dari strategi.

Apakah pemilu yang demikian yang dibutuhkan bangsa dan negara ini.

Pemilu 2019 butuh korban 894 petugas KPPS meninggal yang tidak jelas penyebabnya, sebab tidak boleh diotopsi. Hingga sampai hari ini penyebabnya masih tetap misterius.

Mantan Ketua KPU Arief Budiman mengungkap jumlah petugas penyelenggara pemilu yang meninggal dunia pada Pemilu 2019 lalu. Menurut Arief, total ada 894 petugas yang meninggal dunia dan 5.175 petugas mengalami sakit.

Pemilu yang katanya sebagai pesta demokrasi ternyata butuh tumbal rakyat sebanyak 894 orang meninggal dengan keadaan yang tidak diketahui penyebabnya.

Menatap masa depan Indonesia semakin suram dan tidak ada harapan bagi bangsa ini kecuali terjadi perubahan mengembalikan UUD 1945 dan Pancasila sebagai tata negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Menata kembali lembaga-lembaga negara dan mengembalikan kedaulatan di tangan rakyat, bukan di tangan oligarki, maka kekuasaan dan kedaulatan rakyat harus direbut dengan Revolusi. Merdeka bangsaku. Bangunlah jiwamu bangunlah badanmu untuk Indonesia raya. (*)

363

Related Post