Surat Terbuka Kepada Anies Baswedan
Oleh Smith Alhadar - Direktur Eksekutif Institute for Democracy Education (IDe)
MAS Anies yang baik, dalam gelisah saya menulis surat ini saat banyak orang sedang terlelap dalam bekap mimpi yang merisaukan.
Belum juga dikumandangkan adzan, ajakan berserah diri pada Tuhan, sebelum memulai kehidupan yang rumit. Seringkali berat.
Tadi, saat saya membuka layar HP, berita pertama yang saya temukan adalah deklarasi “Anies for President” di sebuah daerah yang jauh.
Berita sejenis telah menjadi rutin belakangan ini: setiap hari ada saja sekumpulan orang dengan wajah masygul penuh harap menginginkan mas Anies memimpin negara ini pada 2024.
Saya terharu, tapi takut harapan mereka tak terpenuhi. Wajah mereka mirip orang-orang Madinah yang gelisah menunggu hijrah Nabi Muhammad dari Mekkah dalam film “The Messenger."
Bahkan, banyak yang berlomba naik pohon Kurma untuk menjadi orang pertama yang melihat kedatangan tokoh besar yang, di kemudian hari, menjadi pengubah dunia terbesar sepanjang sejarah.
Mas Anies yang baik, tentu mas Anies bukan Nabi.
Tetapi sejarah dunia menunjukkan ikhtiar seorang presiden yang cerdas, ikhlas, dan visioner, bisa menjadi awal bagi lahirnya persatuan , kemakmuran , keadilan sosial, dan lompatan besar sebuah bangsa.
Presiden AS yang pertama, George Washington, adalah salah satu contohnya. Ah, saya tak usah mengatakan ini, toh mas Anies juga sudah lebih dari tahu.
Yang ingin saya katakan, orang2 yg mendeklarasikan “Anies for President” yakin mas Anies bisa menjadi salah satu Presiden negarawan yang dapat mengurai berbagai masalah dan tantangan bangsa hari ini.
Kasihan, kita sudah merdeka 77 thn, tapi kesejahteraan dan keadilan masih jauh dari mereka.
Mereka masih sama seperti rakyat Mesir yang membangun Piramida atau rakyat Cina yang membangun Tembok Raksasa hanya untuk mengejar ambisi pribadi Penguasa yg ingin terlihat perkasa tanpa peduli pada kesengsaraan rakyat. Menyedihkan bukan?
Tapi bukan hanya itu! Bangsa ini sedang menghadapi banyak masalah, yang sepertinya tak mampu diatasi Rezim sekarang karena telah terjerat Oligarki yang punya kepentingan berbeda dgn kepentingan Negara dan Rakyat.
Orang-orang dari tempat-tempat jauh pun sudah mendengar bagaimana mas Anies melawan para Oligarki di Jakarta.
Mereka faham mas Anies tidak melarang orang untuk menjadi kaya, tapi keadilan sosial harus ditegakkan lebih dahulu.
Biarkan kekayaan didapat dari kerja keras, kejujuran, dan sesuai aturan main. Itu yang mas Anies inginkan bukan? Itu sebabnya, banyak orang memanggil-manggil namamu dengan suara parau untuk menyelamatkan bahtera Indonesia yang sedang oleng.
Bukan orang memberi tahu, tapi mereka sendiri melihat dgn mata kepala bagaimana mas Anies mengurai benang kusut Jakarta menjadi kota layak huni.
Bahkan, kota cerdas, segar, dan boleh dibanggakan bangsa.
Terpapar keindahan di mana-mana yang dapat dinikmati semua org. Tadinya mereka tak percaya kebobrokan klasik Jakarta bisa diubah menjadi kota yang nyaman.
Apalagi ada yg bilang mas Anies tak melakukan apa2, merusak harmoni warga berbeda agama karena mengusung politik identitas, dan pembohong.
Maafkan mereka yang terlambat memahami mas Anies.
Orang-orang culas pada awalnya cukup berhasil menghancurkan pribadi agung sebelum kinerja dan moral mas Anies mengoreksi semua itu.
Bukan main kagetnya mereka ketika tahu mas Anies membangun Jakarta International Stadium dan Sirkuit Balap mobil listrik Formula-E. Amboi, bukankah itu mimpi orang Eropa?
Tapi mata mereka tak dapat berdusta. Baru sekarang mereka tahu bahwa ternyata org Indonesia pun bisa bermimpi dan mewujudkan mimpinya itu.
Mereka berterima kasih padamu meskipun mas Anies tak membutuhkannya. Ajaib, mas Anies bilang itu hasil kolaborasi banyak pihak utk membagi pujian publik pada banyak orang.
Padahal, sudah menjadi tradisi Pemimpin di negeri ini utk memonopoli pujian bagi diri sendiri meski pada kenyataannya dia tak melakukan apa-apa.
Mas Anies yang baik, mereka yg ingin mas Anies menjadi Presiden adalah ekspresi kagum padamu.
Betapa tidak, ketika tiba di ibukota, mereka tak lagi menemukan bus2 bobrok, Metro mini ugal2an, dan angkot yg ngetem di sembarang tempat. Padahal, baru kemarin aib itu menjadi etalase ibu kota.
Huuusss… semuanya telah lenyap ke dalam sejarah usang Jakarta. Kendaraan umum berganti rupa dgn fasilitas yg aduhai.
Sistem transportasi terpadu yang mengintegrasikan semua moda transportasi darat telah memudahkan mobilisasi warga dengan biaya murah. Kok bisa?
Kenyataannya memang begitu . Yang suka jalan kaki difasilitasi dgn trotoar.
Silakan bersepeda bagi yang hobi karena tersedia jalur yang aman.
Pemberhentian bus jadi tontonan yg mengasyikan karena menghadirkan kemoderenan yg dulu hanya terlihat di film-film Hollywood.
Kalau para Gubernur sebelumnya iri hati pada mas Anies, itu lantaran mereka baru tahu bahwa kota bisa disulap dengan ide-ide kreatif.
Lebih daripada itu, mas Anies membawa pemahaman baru tentang kota; bahwa kota adalah hunian yg memadukan kebutuhan fisik dan jiwa manusia utk mendapatkan kenyaman hidup maksimal yg, pada gilirannya, membuat manusia dari semua bakat dapat mengaktualisasi diri dan berinovasi utk kebaikan bagi semua.
Tapi itu baru infrastruktur. Belum lagi pelayanan sosial yg mengagetkan sekaligus mengharukan mereka.
Kaum disabilitas, guru, siswa, fakir miskin, mereka yang tergusur, dan orang-orang yang berjasa bagi Jakarta dan negeri dipenuhi hak- hak mereka.
Serentak mereka terkejut karena mas Anies bilang ini hak mereka dan merupakan janji kemerdekaan yg harus dipenuhi pemimpin.
“ Hak? Kami punya hak?” Mereka bertanya sambil berlinang air mata.
Selama ini mereka tahu rakyat hanya punya kewajiban, bukan hak. Kewajiban mengabdi pada penguasa sejak zaman yg tak dapat diingat lagi.
Bahkan, mereka mengira menggusur rakyat miskin di bantaran Sungai Ciliwung tanpa kompensasi sudah merupakan takdir dari langit.
Tiba-tiba saja mas Anies bilang itu tidak benar.
Terkejutlah mereka bukan kepalang.
Belum lagi habis mereka bertanya apakah mereka tidak sedang bermimpi, mas Anies telah menyodorkan kepada mereka hunian baru yang lebih manusiawi.
Mulai hari itu beban hidup mereka terasa lebih ringan di bawah langit biru yg membentang sampai jauh.
Syukuran pun mereka gelar sebagai terima kasih kepada Tuhan Maha Pemurah melalui perantaraan-mu.
Mas Anies yang baik, sebelum mendeklarasikan “Anies for President”, telah lebih dahulu mereka bergegas menemui para rohaniawan yang sedang berdoa bagi panjang umurmu.
Mereka ingin mendapat konfirmasi apakah benar mas Anies melayani keperluan rumah ibadah semua Agama. Para pemuka tiap Agama itu lalu naik ke mimbar dengan emosi yang membuncah.
Dengan suara serak sambil terisak, mereka berkata, "Sebenarnya kami malu utk menyampaikannya. Tapi kebenaran tak bisa disembunyikan, seperti Matahari di siang bolong.
Memang benar Anies telah membantu kami secara adil. Lihat, indahnya rumah ibadah kita hari ini berkat bantuan beliau.”
Mereka mengaku merasa bersalah karena dalam Pilgub dulu tak menyoblos mas Anies.
Tapi mas Anies tak kecewa. Para pemuka Agama itu merasa terhina karena hati dan pikiran tak mampu menuntun mereka pada pilihan yang benar.
Ketika itu benak mereka telah terkontaminasi Propaganda orang-orang jahat. Sekarang mereka bilang, alangkah mulianya mas Anies yang telah juga meningkatkan kerukunan antar Ummat beragama.
Mereka mengaku telah menggunakan kaca pembesar utk mencari politik identitas pd dirimu, tapi tak ditemukan.
Jakarta di bawah kepemimpinan mas Anies ternyata jauh berbeda dari apa yg mereka bayangkan sebelumnya.
Tak heran, orang menduga kuat para Rohaniwan itu juga ingin mas Anies memimpin Indonesia. (*)