Tanda Crash Landing Jokowi
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan
MENDARAT adalah momen penting dari perjalanan udara. Jika mulus tanpa gangguan dan benturan maka pilot mendaratkan pesawat dengan baik "soft landing". Pilot patut mendapat ucapan "good landing, captain". Sebaliknya jika pendaratan itu buruk maka guncangan pesawat dapat mengguncangkan hati para penumpang. Apalagi jika terjadi insiden saat pendaratan. Ini yang disebut "hard landing" atau "crash landing".
Dalam ekonomi "soft landing" dikenal sebagai sebuah penurunan siklus yang menghindari resesi. Sementara "hard landing" adalah kondisi perekonomian dimana periode pertumbuhan ekonomi yang tinggi kemudian diikuti penurunan, parah, bahkan mungkin resesi. Sedangkan "crash landing" atau pendaratan darurat ditandai pemimpin korup, korupsi tinggi lalu bailout dimulai, banyak uang palsu yang beredar, inflasi dan memperparah ekonomi yang sakit.
Dalam politik, "crash landing" adalah akhir jabatan dengan guncangan bahkan guncangan hebat. Mengancam keselamatan dan biasa ada korban.
Presiden yang akan mengakhiri masa Jabatannya bagaikan pilot yang sedang menyiapkan pendaratan. Bagus atau buruk.
Kemungkinan terbesarnya adalah akan terjadi "crash landing". Akibat profesionalitas pilot yang diragukan. Tidak mahir belajar dari pengalaman.
Adapun tanda-tanda "crash landing" antara lain:
Pertama, buram melihat landasan. Landasan Konstitusi dilihat secara bias. Masa jabatan Presiden itu maksimal 2 kali 5 tahun, namun ada gejala keinginan menambah periode atau memperpanjang tahun. Upaya untuk mencari celah belum padam.
Kedua, cawe-cawe dalam menentukan dan memperjuangkan capres kepanjangan tangan. Nekad bermain di lapangan rekayasa atau ketidakadilan. Hal ini akan menimbulkan kritikan bahkan perlawanan keras. Desakan kuat untuk mundur atau dimundurkan.
Ketiga, tidak mampu mengontrol beban sehingga mendarat dengan menabrak pembatas. Beban hutang Luar Negeri, beban pelanggaran HAM, beban memperalat hukum, beban membuat stigma buruk pada umat Islam, beban tekanan global akibat dekat RRC serta beban kepribadian ganda yakni suka dusta atau janji yang tak ditepati.
Keempat, petugas navigator telah meninggalkan Jokowi sendirian. Koalisi pendukung Pemerintah bubar akibat koalisi pencapresan. Megawati dan PDIP sudah tidak sejalan, KIB dan KKIR belum jelas akan bersama. KPP sudah pasti berhadapan. Jokowi panik dalam keterasingan.
Kelima, menutupi korupsi dan kolusi. Di ujung periode kasus 349 Trilyun TPPU dan 8 Trilyun BTS disembunyikan. Bom waktu yang mudah meledak. Sementara nepotisme yang terang-terangan memicu benturan politik yang menyakitkan. KKN rezim Jokowi sangat luar biasa.
Sulit rasanya sebagai pilot yang diduga bersertifikat palsu dengan kemahiran mengendalikan yang diragukan akan mampu mendaratkan pesawat dengan "soft landing".
Kecelakaan pesawat itu dapat menimbulkan korban jiwa para penumpang.
Atas kelalaian dan kebodohan sang pilot maka sanksi hukum menghadang di depan. Kegagalan pendaratan menyebabkan pilot harus "grounded" di penjara. Bukan di Surakarta. (*)