Tanpa Kembali ke UUD 45 - Kartel Merajalela

Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih 

PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) telah membacakan pidato kenegaraan dan nota keuangan pada Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI dalam rangka HUT Ke-78 Proklamasi Kemerdekaan RI, di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD RI, Senayan, DKI Jakarta (16/8/2023). 

Tetap saja mengabaikan tujuan  negara untuk melindungi seluruh tumpah darah dan seluruh rakyat, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, hilang dari ingatannya. Yang di ingat hanya pembangunan IKN dan infrastruktur.

Atas kejadian tersebut MPR nyaris tidak bisa berkutik akibat hilang fungsinya sebagai lembaga tertinggi negara. Demikian  Dewan Perwakilan Daerah tidak memiliki original power, fungsinya tidak lebih seperti "pupuk bawang".

Para kartel  taipan oligarki yang telah diberi karpet merah leluasa mengatur dapur negara, jelas merasa tidak penting apapun yang dipidatokan Presiden. Selain harus tetap nurut dalan kendalinya.

Presiden dengan jumawa memamerkan pembangunan IKN,  infrastruktur dan proyek ghaib lainnya, dengan uang hutang dan sejak itu pula di kumandangkan program investasi dengan pengawalan ketat siapapun yang menghalangi kalau hukum membolehkan bisa didor (ditembak mati).

Dalan sebuah artikel Ketua MPR Bambang Soesatyo menegaskan perlunya mengembalikan kewenangan MPR RI menggunakan kewenangan subjektif superlatif MPR RI sebagai lembaga tertinggi negara. Kewenangan subjektif superlatif penting berada di MPR jika negara dihadapkan pada situasi kebuntuan politik antar lembaga negara atau antar cabang kekuasaan.

Kesadarannya agak terlambat ketika para kartel ekonomi sudah sangat berkuasa mengendalikan negara ini , apalagi hanya sekedar apologi ingin melakukan pembenaran atau membela diri no ketika MPR sudah seperti bebek lumpuh.

Rezin kartel atau kabinet kartel menciptakan sistem kerja sama yang mampu menjaga dan mengatur negara sesuai dengan kepentingan kelompoknya, terutama dalam mencari sumber pendanaan yang berasal dari keuangan negara.

Sistem kabinet kartel telah memberikan keleluasaan bagi wujudnya korupsi politik, menghilangkan sistem checks and balances, matinya suara kebebasan, dan membawa harapan palsu kepada sistem demokrasi mapan sebuah pemerintahan negara.

Mereka  menggunakan sumber daya negara untuk mempertahankan posisinya dalam sistem politik , beroperasi seperti kartel.

Pengertian ini merujuk kepada eksploitasi kekuasaan untuk kepentingan kolektif para bandit palitik dan ekonomi kelompoknya . Argumen mengenai terjadinya kartelisasi adalah kepentingan penguasa bersama para kartel untuk menjaga kelangsungan hidup kolektif mengharuskan mereka membentuk kartel.  Ini harus dihancurkan 

Kerika keadaan terus memburuk dan negara terus menuju jurang kehancuran, tidak ada jalan lain rakyat harus bergerak dengan cara "revolusi".  Kembali ke UUD 45,  sekiranya akan melakukan perubahan pintunya adalah adendum terbatas, tidak harus menghancurkan UUD 45. 

Adanya keinginan anggota MPR akan melanjutkan amandemen adalah langkah konyol, bodoh dan sia sia justru hanya akan memperparah keadaan. ****

197

Related Post