The Cornerstone and The Game Changer of Indonesian Politics

Oleh Radhar Tribaskoro - Presidium KAMI

Megawati Menolak Tiga Periode

Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), tidak diragukan lagi adalah sosok yang berpengaruh dalam pemerintahan Jokowi. Dengan kekuatan suara terbanyak yang diperoleh PDIP dalam pemilu legislatif 2019, partai ini menjadi pilar utama yang menopang pemerintahan. Dukungan Megawati kepada Jokowi telah menempatkan PDIP sebagai kekuatan politik utama di Indonesia, terutama dalam dua periode kepresidenan Jokowi.

Namun, Megawati membuat keputusan yang cukup mengejutkan dengan menolak gagasan pemberian tiga periode kepresidenan untuk Jokowi. Ini adalah sebuah gestur yang menunjukkan bahwa, meskipun berada di belakang kekuasaan, Megawati memahami pentingnya menjaga prinsip-prinsip demokrasi dan sistem check and balance. Dengan demikian, dia telah membawa angin segar dalam politik yang sering kali diwarnai oleh kepentingan sempit.

Surya Paloh Mematahkan Skenario Oligarki

Di sisi lain, Surya Paloh, pemimpin Partai Nasional Demokrat (NasDem), mengejutkan banyak pihak dengan membentuk koalisi dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat. Koalisi ini dianggap oleh banyak pengamat sebagai sebuah manuver politik yang cermat dan mengejutkan. Kedua partai oposisi itu dirancang agar tidak dapat mengikuti pilpres karena jumlah suaranya masih dibawah presidential threshold. Skenario yang tidak memungkinkan oposisi mengajukan calon tersebut, menurut Gatot Nurmantyo, adalah pelanggaran berat atas demokrasi.

Dengan berkoalisi dengan PKS dan Demokrat, Surya Paloh menegakkan demokrasi sekaligus memutus mata rantai kecenderungan oligarkis dalam politik Indonesia. Koalisi ini tidak hanya mengubah peta politik tetapi juga meruntuhkan narasi bahwa presiden selalu harus "dari kita lagi," sebuah mentalitas yang seringkali membatasi pilihan politik dan mengurangi kualitas demokrasi.

Manuver Surya Paloh ini sebenarnya cukup berisiko. NasDem adalah partai pendukung pemerintah, dan koalisi dengan partai oposisi bisa dianggap sebagai sebuah pengkhianatan atau paling tidak sebagai sebuah ambiguitas politik. Namun, Surya Paloh tampaknya memahami bahwa dalam permainan politik, kadang risiko harus diambil untuk mencapai tujuan yang lebih besar: yaitu perbaikan sistem demokrasi itu sendiri.

Dua Strategi Satu Tujuan: Demokrasi yang Lebih Baik

Meskipun berbeda dalam pendekatan dan metodenya, baik Megawati maupun Surya Paloh menunjukkan bahwa politik tidak selalu tentang kekuasaan semata. Ada ruang untuk prinsip, etika, dan bahkan idealisme dalam labirin kekuasaan yang kompleks.

Megawati menunjukkan bahwa dukungan yang konsisten kepada pemerintah tidak berarti harus mengorbankan prinsip-prinsip dasar demokrasi. Dengan menolak gagasan tiga periode, ia menunjukkan komitmennya pada demokrasi yang sehat dan berkeadilan. Dengan sikapnya ini dapat dibilang Megawati adalah Batu Penjuru Politik Indonesia.

Sementara itu, Surya Paloh, melalui koalisinya yang tak terduga, menunjukkan bahwa politik bisa lebih dinamis dan tidak harus selalu mengikuti skenario yang sudah ditentukan oleh oligarki politik. Manuvernya menunjukkan bahwa ada cara untuk memperbaiki sistem dari dalam, meski itu berarti harus mengambil risiko. Surya Paloh tidak pelak adalah Game Changer Politik Indonesia.

Manuver Jokowi

Setelah merasa ditinggalkan oleh Megawati dan Surya Paloh, Jokowi meletakkan semua telurnya di keranjang Prabowo. Ia menggiring PAN, Golkar dan relawan-relawannya untuk mendukung Prabowo. Sekarang ia sedang meyakinkan para taipan mengapa ia meninggalkan PDI Perjuangan dan memilih Prabowo. 

Jokowi mengatakan bahwa ia membutuhkan kontrol pada pemerintahan yang akan datang. Hal itu tidak ia dapatkan dari PDI Perjuangan, namun ia mendapatkannya dari Prabowo yang menjanjikan kepada dirinya kedudukan Ketua Umum Partai Gerindra. Kepada oligarki Jokowi menjanjikan bahwa pada akhirnya PDI Perjuangan akan bergabung juga. Sehingga tercipta situasi head to head (dua paslon) dalam pilpres 2024, seperti yang diinginkan oleh oligarki.

Kesimpulan

Dalam politik yang penuh dengan kalkulasi dan manuver, keputusan Megawati dan Surya Paloh membawa angin segar dan menunjukkan bahwa masih ada harapan untuk demokrasi di Indonesia. Mereka mungkin berada di dua kutub yang berbeda dalam peta politik, tetapi keduanya telah memberikan pelajaran berharga tentang bagaimana memadukan kekuasaan dan prinsip dalam sebuah pemerintahan.

Namun apa yang sebenarnya terjadi baru dapat dipastikan pada hari pendaftaran bacapres bulan Oktober nanti. Sikap-sikap telah dinyatakan, tetapi dalam politik Indonesia yang sangat cair, apapun masih bisa terjadi.

Terakhir, semua ditentukan oleh pemiih yang berdaulat. Mereka adalah penentu akhir dari pergulatan politik yang diperkirakan akan semakin intense pada bulan-bulan mendatang. Siapa presiden terpilih nanti akan menentukan Indonesia berpuluh tahun kemudian. (*)

291

Related Post