Tim Advokasi Desak Komisi Yudisial Awasi Persidangan Kasus Tuduhan Terorisme
Jakarta, FNN - Tim advokasi korban penangkapan densus 88, Ustadz Farid Ahmad Okbah, Ustaz Zain an Najah, dan Ustaz Anung al Hammat menggelar audiensi dengan Komisi Yudisial (KY) yang diwakili oleh Kepala Biro Pengawasan dan Perilaku Hakim Dr. Mulyadi, S.H., M.S.E. pada, Senin (29/8/22) hari ini.
Audiensi tersebut membahas mengenai perlakuan Densus 88 kepada Ustaz Farid Okbah yang dianggap sebagai abuse of power, dan perlakuan hakim yang sejak awal persidangan bermasalah karena terlalu otoriter memaksa untuk sidang online.
“Pada saat proses persidangan berjalan belum masuk pada materi, hakim membuka dengan langsung mengatakan bahwa ini sudah menjadi kesepakatan akan diproses secara online,” kata tim Advokasi Bela Ulama Bela Islam Ahmad Khozinudin, SH.
Namun keputusan tersebut diprotes oleh kuasa hukum, sehingga hakim merapatkannya dan menyetujui untuk dilaksanakan sidang offline.
Ahmad Khozinudin menjelaskan bahwa pihaknya khawatir dalam proses beracara terdapat perbuatan yang menghalang-halangi timnya dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi sebagai kuasa hukum terdakwa.
“Kami khawatir adanya istilah obtraction of justice, yakni menghalang-halangi proses penegakan hukum, dalam hal ini menghalangi advokat dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya untuk mendampingi kliennya secara maksimal dalam persidangan, karena kemarin kita sudah mulai dibatas-batasin, lawyer tidak boleh semuanya padahal itu adalah hak dari klien dan hak dari lawyer,” jelasnya
Maka dari itu, tujuan dari audiensi yang dilakukan adalah menginginkan adanya pengawasan etika hakim dengan keterlibatan Komisi Yudisial dalam pemantauan persidangan.
“Kita ingin Komisi Yudisial ikut mengawal, ikut memantau, bahkan sesuai kewenangannya dapat mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan,” ungkap Khozinudin.
Lebih lanjut, Khozinudin menyampaikan terkait kondisi yang terjadi di dalam persidangan. Seperti tidak diizinkan untuk mendokumentasi suasana sidang, semua handphone dicek, bahkan tidak boleh masuk ke dalam ruangan, padahal sidang tersebut terbuka untuk umum.
“Kami sangat berharap proses dan prosedur itu pertama berjalan sesuai hukum acaranya, kedua memenuhi secara materil dan subtansi,” pungkasnya. (Lia)