Uji Klinis Sinovac Bandung, 25 Positif Covid-19, Masih Yakin Sinovac Aman?
by Mochamad Toha
Surabaya FNN - Faktanya China belum berhasil atasi Virus Corona alias Covid-19 hingga kini! Fakta: sekarang ini China kembali mengumumkan “kondisi darurat” untuk lebih dari 37 juta penduduknya guna memadamkan infeksi kasus Covid-19 pada Rabu (13/1/2021).
“Negeri Panda” kembali bergerak tegas untuk menahan infeksi di negaranya. Sebagian besar wilayah China telah mengendalikan virus corona sejak kemunculannya di Wuhan pada akhir 2019. Namun, sekarang ini China kembali dilanda infeksi Covid-19.
Tapi, dalam beberapa minggu terakhir, sejumlah kasus infeksi kembali muncul. Kondisi itu mendorong penguncian lokal diberlakukan, pembatasan perjalanan langsung, dan pengujian luas terhadap puluhan juta orang.
Melansir Kompas.com, Rabu (13/01/2021, 16:17 WIB), lebih dari 20 juta sekarang berada di bawah semacam isolasi di wilayah utara negara itu. Pemerintah timur laut Kota Heilongjiang memberlakukan “keadaan darurat” di kota berpenduduk 37,5 juta orang itu.
Penduduk diminta tak meninggalkan provinsi itu, kecuali benar-benar diperlukan, dan untuk membatalkan konferensi dan pertemuan. Itu sebagai tanggapan atas temuan 28 kasus Covid-19 pada Rabu (12/1/2021), termasuk 12 kasus yang tidak menunjukkan gejala.
Tiga infeksi ditemukan di ibu kota Provinsi Harbin, yang menjadi tuan rumah festival patung es terkenal yang biasanya menarik banyak wisatawan. Selama beberapa hari ke depan, suhu di salah satu kota terdingin China itu bisa turun hingga minus 30 derajat Celcius.
Sementara itu, Kota Suihua ditutup pada Senin (11/1/2021), setelah melaporkan satu kasus yang dikonfirmasi dan 45 kasus tanpa gejala. Kota yang bisa ditempuh dengan perjalanan singkat mobil ke utara China itu adalah rumah bagi lebih dari 5,2 juta orang.
Beberapa kota kecil lain di dekat Suihua ditutup atau menerapkan pembatasan perjalanan, kata pihak berwenang Rabu (13/1/2021). Ratusan juta orang diperkirakan akan berpindah ke seluruh negeri pada masa itu.
Ada kekhawatiran bahwa perjalanan tahunan yang sangat dinanti-nantikan, akan terhambat jika kluster baru terus berlanjut. Padahal, periode tersebut seringkali merupakan satu-satunya kesempatan bagi pekerja migran untuk melihat keluarga mereka.
Komisi Kesehatan Nasional China melaporkan 115 kasus Covid-19 baru pada Rabu (13/1/2021). Sebanyak 90 kasus lainnya ada di sebuah klaster di Provinsi Hebei, yang mengelilingi ibu kota Beijing.
Pihak berwenang pekan lalu meluncurkan uji coba massal dan menutup jalur transportasi, sekolah, dan toko di Kota Shijiazhuang, Hebei. Kota ini diyakini menjadi pusat wabah terbaru. Wilayah tetangganya, Kota Xingtai, rumah bagi tujuh juta orang, juga telah dikunci sejak Jumat lalu.
Apa yang terjadi di China sekarang ini menunjukkan, hingga kini China belum juga berhasil menghentikan pandemi Covid-19. China hanya bisa mengendalikannya dengan “mengunci” wilayah dan secara medis dengan obat-obatan yang ada.
Nyaris tak terdengar sama sekali “sukses” Vaksin Sinovac berhasil mengatasi Covid-19 di China. Apa mungkin karena terlanjur diekspor ke Indonesia dan negara lainnya? Wallahu Akbar. Lha, China saja tidak pake Sinovac, mengapa kita pake?
Lebih ironis lagi, untuk Uji Coba fase-3 Sinovac dilakukan di negara lain seperti Indonesia, Turki, dan Brazil. Mengapa bukan di China? Padahal, bibit yang ditanam di vaksin Sinovac itu virus Covid-19 “asli” China inaktif karena telah “dimatikan”.
Sinovac China melaporkan temuan beragam dalam uji coba vaksin Covid-19. Sebagaimana diberitakan media lokal, Rabu (18 November 2020 pukul 16.09 GMT + 7), Sinovac Biotech, salah satu pelopor vaksin Covid-19 China.
Sinovac menerbitkan temuan beragam dari 2 uji klinis pertamanya pada Selasa (17/11/2020). Perusahaan menyebut, vaksin itu menghasilkan tingkat antibodi pelindung yang lebih rendah dalam aliran darah dibandingkan dengan yang muncul pada pasien Corona yang sudah pulih.
Sebagai perbandingannya, Moderna dan Pfizer, yang memiliki vaksin eksperimental terpisah, telah melaporkan tingkat antibodi yang setara atau lebih tinggi daripada yang diproduksi pada pasien virus Corona yang pulih.
Hasil awal ini menempatkan Sinovac tertinggal untuk membuktikan vaksinnya efektif dalam uji coba Fase 3 yang sedang berlangsung.
“Itu adalah kekhawatiran,” kata Thomas Campbell, dekan penelitian klinis di University of Colorado, tentang rendahnya tingkat antibodi dalam uji coba Fase 2 Sinovac. “Ini adalah poin penting di sini, dalam hal membandingkan vaksin ini dengan, vaksin Moderna dan Pfizer.”
Saat dunia menunggu vaksin Covid-19, beberapa di China mendapatkan dosis dini. Indonesia baru-baru ini membuat spekulasi pada vaksin Sinovac ketika para pejabatnya bergulat dengan wabah virus Covid-19 yang parah.
Dalam wawancara dengan Reuters pada Jumat (13/11/2020) saat itu, Presiden Joko Widodo mengatakan, pemerintah telah meminta izin darurat dari BPOM untuk meluncurkan vaksin pada akhir 2020.
Dalam studinya yang diterbitkan Selasa, di jurnal Peer-review the Lancet, Sinovac menulis, meskipun tingkat antibodi lebih rendah, ia yakin vaksinnya akan terbukti efektif. Untuk jenis Covid-19 lainnya, tingkat antibodi yang lebih rendah masih memberikan kekebalan, katanya.
Apakah ini masalahnya, padahal kala itu sedang diuji dalam uji coba Fase 3 Sinovac yang sedang berlangsung di Indonesia, Brasil, dan Turki.
Setelah melaporkan tingkat antibodi yang kuat dalam uji coba Fase 2, Moderna dan Pfizer dalam beberapa hari terakhir mengumumkan tingkat kemanjuran Fase 3 pendahuluan di atas 90 persen, sebuah hasil yang disambut dengan antusiasme dari dunia medis.
(Untuk vaksin virus Corona eksperimental mereka, Moderna yang bermitra dengan National Institutes of Health dan Pfizer bermitra dengan perusahaan bioteknologi Jerman, BioNTech.)
Seorang juru bicara Sinovac mengatakan bahwa perusahaan tidak dapat segera merilis tingkat kemanjuran Tahap 3 pendahuluannya sendiri, karena tidak cukup kasus virus korona yang muncul dalam populasi penelitiannya.
“Untuk hasil analisis awal Tahap 3, kami perlu mengakumulasi sejumlah kasus untuk analis data melakukan analisis mereka," kata juru bicara Sinovac dalam sebuah pernyataan kepada The Washington Post. “Kami belum memiliki data ini, jadi kami belum bisa membalas.”
Campbell mengatakan Moderna dan Pfizer dapat memberikan hasil Tahap 3 awal, sebagian, karena meningkatnya wabah virus Corona di Amerika Serikat, yang mengakibatkan cukup banyak kasus di antara mereka yang terdaftar dalam studi mereka untuk analisis statistik.
Sementara Sinovac telah mengumumkan beberapa hasil dari uji coba Fase 1 dan Fase 2 selama musim panas, menyebut mereka sukses, studi peer-review minggu ini adalah yang pertama kali memberikan data dan detail.
Uji coba Fase 1 Sinovac dimulai pada April dengan 144 peserta, dan uji coba Fase 2 dimulai pada Mei dengan 600 orang. Peserta berusia antara 18 sampai 59 tahun dan direkrut dari satu kabupaten di provinsi Jiangsu selatan China.
Dalam uji coba Fase 1 Sinovac, 23 dari 96 orang penerima vaksin melaporkan efek samping, yang menurut Sinovac sebagian besar ringan, seperti nyeri di tempat suntikan. Satu orang mengalami reaksi gatal-gatal yang parah dan sembuh dalam tiga hari dengan pengobatan.
Dalam uji coba Fase 2, peserta dengan cepat memproduksi antibodi sebagai respon terhadap injeksi vaksin, tetapi tingkat antibodi tetap di bawah pengukuran pada pasien yang pulih.
Bagaimana dengan uji klinis di Indonesia? Meski uji klinis Fase 3 belum selesai, ironinya BPOM sudah mengizinkan penggunaan darurat, Emergency Use of Authorization (EUA).
Sebanyak 25 relawan uji klinis kandidat vaksin dari Sinovac terkonfirmasi positif Covid-19, terdiri dari 18 orang penerima obat kosong (plasebo) dan 7 orang lainnya telah mendapatkan dua kali vaksinasi Covid-19.
Sebelumnya, ada 1.620 relawan yang mengikuti uji klinis Fase 3 di Kota Bandung. Berbeda dengan negara lainnya yang mengambil relawan dari kalangan tertentu, relawan uji klinis Fase 3 di Bandung itu berasal dari kalangan terbuka.
BPOM pun telah mengumumkan pekan lalu tingkat efikasi atau kemanjuran dari vaksin ini membentuk antibodi di kisaran 65%. Angka tersebut masih berada di atas batas aman yang ditetapkan WHO yakni 50%.
Ternyata yang terinfeksi Covid-19 versi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran sangat berbeda dengan versi IDI dan Universitas Gadjah Mada (UGM) yang menyebut adanya 101 orang yang terinfeksi Covid-19.
Menurut Arie Karimah, Pharma-Excellent alumni ITB, membuat perbandingan uji klinis vaksin, Pfizer, dan Moderna:
Volunteer yang masih terinfeksi meskipun telah mendapat vaksinasi: Sinovac: 26 dari 800 orang (3,25%); Pfizer: 8 dari 21.500 orang (0,04%); Moderna: 11 dari 15.000 orang (0,07%).
Volunteer dari kelompok plasebo yang terinfeksi: Sinovac: 75 dari 800 orang (9,4%); Pfizer: 162 dari 21.500 orang (0,75%); Moderna: 185 dari 15.000 orang (1,08%).
Prediksi Jumlah Terinfeksi: Jika ada 1.000.000 orang divaksinasi, maka kemungkinan yang Masih Bisa terinfeksi ringan: Sinovac: 32.500 orang (Bukan 325.000 orang); Pfizer: 372 orang; Moderna: 733 orang.
Apakah dengan fakta masih adanya relawan yang terinfeksi Covid-19 itu bisa disebut gagal? Apalagi, China sendiri ternyata mengimpor vaksin produk luar! Masih percaya Sinovac?
Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id