Usman Hamid Sebut Proses Penindakan Pelaku Kasus Joshua Belum Optimal

Jakarta, FNN – Direktur Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid menyebut bahwa proses penindakan pelaku Obstruction of Justice yang menangani kasus pembunuhan Brigadir J belum optimal. Hal ini disampaikannya kepada para undangan awak media dalam diskusi publik yang diselenggarakan pada Selasa (27/09) yang berlokasi di Hotel Gran Mahakam, Jakarta Selatan. 

Usman, berbicara dari perspektif hukum pidana, memaparkan OOJ dari kasus Brigadir Joshua dapat dijerat dengan Pasal 233 dan Pasal 52 KUHP. Pasal 233 KUHP tentang kesengajaan menghancurkan, merusak, atau menghilangkan barang untuk membuktikan terancam pidana penjara 4 tahun. Sedangkan pasal 52 KUHP mengatur tentang penambahan sepertiga waktu pidana berdasarkan jabatan. 

Dalam diskusi yang dipandu oleh Daud, perwakilan Komite Pengacara untuk Hak Asasi Manusia dan Penguatan Demokrasi (KP-UHPD), Usman menyoroti unsur pelanggaran etik yang dikenakan kepada para polisi yang menangani kasus Joshua. Menurutnya, tindakan para pelaku OOJ dapat dikategorikan sebagai tindak pidana karena melakukan kriminal. 

"Karena itu proses pengusutan terhadap mereka yang menghalangi, merusak barang bukti dalam perkara pembunuhan Joshua semestinya diletakkan sebagai mereka yang melakukan tindak pidana. Mereka melakukan tindakan kriminal, bukan sekadar tindakan yang tidak etis," jelas Usman dalam diskusi yang bertema "Obstruction of Justice: Terjalnya Proses Pencarian Keadilan Kasus Joshua". 

Usman juga mengomentari bahwa proses penindakan pelaku ini belum optimal. Tidak hanya dari segi proses penindakan, namun juga proses berkas perkara dari kepolisian ke kejaksaan yang belum jelas. 

"Proses penindakan terhadap para pelaku obstruction of justice belum optimal. Karena itu, kita lihat perkara ini seperti mengalami anti-klimaks. Bukan hanya dari segi proses penindakan etis yang tidak menyentuh pokok perkara,  yaitu tindak pidana pengrusakan alat bukti, tetapi juga dengan bolak baliknya berkas perkara dari kepolisian dan kejaksaan," kata Usman. 

Dewan Pakar PERADI tersebut menyarankan agar kasus ini didorong penyidikan lanjutan oleh kejaksaan. Ia juga sempat menyinggung adanya intimidasi kepada kelompok kritis yang dilakukan melalui peretasan, seperti yang sedang dialami para jurnalis Narasi. (oct)

264

Related Post