UUD 2002 Hasil Amandemen Keblinger Menjadikan Negara Perseorangan

Ir. Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Rumah Pancasila.

Akibat amandemen UUD 1945 pasal 1 ayat 2 menjadi tidak jelas secara makna apalagi secara hakekat, secara makna apa mungkin UUD menjalankan UUD? Siapa yang menjalankan kedaulatan rakyat itu pasal berapa? Juga tidak jelas.

Oleh: Ir. Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Rumah Pancasila

SEKALI lagi soal UUD 2002 hasil amandemen hasil diskusi dengan Mas Bagus Taruno Legowo yang hampir semalam suntuk berlanjut sampai 3 hari tiga malam semakin pelik dan bodohnya bangsa ini.

Kita berdiskusi tentang HAM dimana para pengamandemen UUD itu tidak mampu membaca dan mencerna konstitusi sehingga dianggapnya Indonesia tidak mengenal HAM, sehingga begitu bodohnya piagam PBB tentang HAM dicopas tanpa mikir panjang dimasukan di dalam UUD hasil amandemen.

Kalau PBB bicara HAM dengan Frasa kata setiap orang benar, sebab PBB meliputi seluruh dunia. Sehingga setiap orang di dunia ini bagian dari aturan PBB itu.

Kalau masuk dalam UUD suatu negara, maka yang harusnya berlaku adalah warga negara atau rakyat atau penduduk bukan setiap orang.

Ketidak-cermatan pengamandemen UUD 1945 ini menyebabkan kekacauan dalam berbangsa dan bernegara.

Dan lebih aneh lagi para elit politik termasuk Presiden, DPR, MPR, tidak ada yang bicara kesalahan pada UUD 2002 hasil amandemen.

Pasal 28 mengalami penambahan dalam Amandemen UUD 1945 kedua yang dilakukan dalam Sidang Umum MPR pada 14-21 Oktober 1999. Ada beberapa tambahan pasal sebagaimana tertuang dalam Bab XA Pasal 28 A-J.

Contoh pasal yang menggunakan frasa kata setiap orang.

Pasal 28A

Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupan.**)

Pasal 28 B

(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.**)

Siapakah setiap orang itu kok bukan setiap warga negara atau setiap penduduk. Sebab, kalau warga negara atau penduduk itu kan dibatasi oleh wilayah.

Misal Warga Negara Indonesia dibatasi oleh wilayah Negara Indonesia begitu juga dengan penduduk.

Tetapi kalau setiap orang siapa saja tidak peduli dia warga negara Indonesia atau warga negara asing maka pasal ini berlaku, apa ya begitu kita bernegara ini padahal arti setiap orang itu dari sisi hukum tak hanya menyangkut orang tapi juga menyangkut badan hukum atau tak berbadan hukum atau korporasi kan ruwet kalau begini coba kita beda arti setiap orang.

Setiap Orang

(1) adalah orang atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun tidak.” ( Pasal 1 Angka 18 UU Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan)

“Setiap Orang

(2) adalah individu atau korporasi.” (Pasal 1 Angka 1 UU Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia).“

Setiap Orang Setiap Orang (1) adalah orang atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun tidak.” (Pasal 1 Angka 18 UU Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan) . “Setiap Orang (2) adalah individu atau korporasi.” (Pasal 1 Angka 1 UU Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia ).“

Setiap Orang

(3) adalah orang perorangan, kelompok orang, baik sipil, maupun polisi yang bertanggungjawab secara individual.” (Pasal 1 Angka 4 UU Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia).“

Setiap Orang

(4) adalah orang atau korporasi.” (Pasal 1 Angka 1 UU Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang).

“Setiap Orang

(5) adalah orang perseorangan atau korporasi.” (Pasal 1 Angka 16 UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak).“

Setiap Orang

(6) adalah orang atau korporasi.” (Pasal 1 Angka 2 UU Nomor 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Undang - Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang).“

Setiap Orang

(7) adalah orang perseorangan atau korporasi.” (Pasal 1 Angka 14 UU Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan).

“Setiap Orang

(8) adalah orang perseorangan atau korporasi termasuk korporasi yang berbentuk badan hukum maupun yang bukan badan hukum dalam likuidasi.” (Pasal 1 Angka 11 UU Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang).“

Setiap Orang

(9) adalah seseorang, orang perorangan, kelompok orang, kelompok masyarakat, atau badan hukum.” (Pasal 1 Angka 26 UU Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional).“

Setiap Orang

(10) adalah orang perseorangan, termasuk korporasi.” (Pasal 1 Angka 6 UU Nomor 12 Tahun 2006  Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia). “(adalah orang perorangan, kelompok orang, baik sipil, maupun polisi yang bertanggungjawab secara individual.” (Pasal 1 Angka 4 UU Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia).“

Jadi dari contoh diatas jelas tidak tepat menggunakan kata setiap orang, apakah dengan demikian masih layak UUD 2002 hasil amandemen itu? Kesalahan seperti ini apa akan kita biarkan?

Apakah betul UUD 1945 itu tidak bicara tentang HAM, Indonesia satu-satunya negara yang anti terhadap penjajahan bahkan di dalam pembukaan UUD ditulis pada alinea ke 1 anti  terhadap penjajahan.

Sejak UUD 1945 diamandemen bukan saja menghabisi Ideologi Pancasila yang terdapat di dalam UUD 1945 yang berakibat hilangnya pedoman-pedoman pokok yang ada di Pembukaan UUD 1945.

Sebagaimana diketahui, mengenai negara dan hukum terdapat soal-soal pokok yang telah berabad-abad selalu menjadi pikiran dan selama-lamanya tetap aktual, sepertinya soal hakekat, sifat, tujuan, dan lapangan tugas bekerjanya negara dalam teori dan dalam praktik.

Cuplikan Tesis Prof Dr Noto Nagoro Soal Sifat Manusia Sebagai Dasar Kenegaraan.

Di dalam pembukaan terdapat unsur-unsur yang dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam hal soal-soal pokok itu. Pembukaan mulai dengan pernyataan, “bahwa sesungguhnja kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.

Hak akan kemerdekaan yang dimaksudkan adalah daripada segala bangsa, bukannya hak kemerdekaan daripada individu, dan untuk mempertanggung-jawabkannya lebih landjut, bahwa “pendjadjahan di atas dunia harus dihapuskan” juga bukan hak kemerdekaan individu yang dipergunakan sebagai dasar, akan tetapi “perikemanusiaan dan perikeadilan”, kedua-duanya pengertian dalam arti abstrak dan hakekat.

Jangan sekali-kali lalu timbul anggapan, bahwa di dalam pernyataan hak kemerdekaan bangsa daripada pembukaan itu tidak ada tempat bagi hak kebebasan perseorangan.

Tidak demikian halnya, akan tetapi perseorangan ditempatkan dalam hubungannya dengan bangsa, dalam kedudukannya sebagai anggota bangsa dan sebagai manusia dalam kedudukannya spesimen atas dasar atau dalam lingkungan jenisnya (genus), ialah “perikemanusiaan”.

Sebaliknya bukan maksudnya juga untuk menyatakan, bahwa perseorangan adalah seolah-olah anggota bangsa, melulu penjelmaan jenis, akan tetapi seraya itu djuga merupakan diri sendiri dan berdiri pribadi.

Pemakaian “perikemanusiaan” juga sebagai alasan untuk menghapuskan penjajahan, lagipula termasuknya sila “kemanusiaan yang adil dan beradab” dalam asas kerohanian Negara menunjukkan, bahwa dikehendaki untuk menjadikan unsur kesesuaian dengan hakekat manusia itu sebagai pokok sendi bagi Negara, dan hakekat manusia adalah makhluk yang bersusun dalam sifatnya, ialah individu dan makhluk sosial kedua-duannja.

Terkandung di dalam unsur-unsur Pembukaan itu tidak hanja hal negara didasarkan atas pokok pikiran bersendi pada dan terdiri atas manusia yang mempunjai sifat individu dan makhluk sosial kedua-duanya, akan tetapi djuga tidak menitikberatkan kepada salah satunya.

Yang dikehendaki bukan Negara yang bersusun individualistis, atomistis, mechanis atau sebaliknya Negara yang bersusun kolektif atau organis, sebagai kesatuan total yang menyampingkan diri daripada manusia perseorangan.

Akan tetapi yang dimaksud ialah Negara yang bersusun dwi-tunggal, kedua-duanja sifat manusia sebagai individu dan makhluk sosial terpakai sebagai dasar yang sama kedudukannya.

Pentingnya arti daripada soal sifat manusia dalam hal merupakan dasar kenegaraan, tidak perlu dipertanggungjawabkan lagi, sebagaimana diketahui sudah menjadi pendapat umum, bahwa itu mempunjai arti yang menentukan dalam hal-hal pokok kenegaraan, sepertinja sudah disinggung-singgung di atas tadi menentukan hakekat, sifat daripda negara sendiri, djuga menentukan susunan, tujuan dan tugas bekerjanya negara, kedudukan warga negara dalam negara dan hubungannya dengan negara, begitu pula susunan pemerintahan negara.

Kesimpulan yang didasarkan atas unsur-unsur jang terdapat dalam Pembukaan tadi, ternyata sesuai dengan dan memperoleh penegasan resmi sebagaimana dimuat dalam Berita Republik Indonesia tahun II nomor 7.

Dalam pembukaan ini diterima aliran pengertian Negara persatuan, Negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya.

Jadi, Negara mengatasi segala paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan. Negara menurut pengertian “pembukaan” itu menghendaki persatuan, meliputi segenap bangsa Indonesia seluruhnya. Inilah suatu dasar Negara jang tidak boleh dilupakan”.

Selanjutnya dikatakan, bahwa “pokok yang ketiga yang terkandung dalam pembukaan” ialah Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakjatan dan permusjawaratan/perwakilan. Oleh karena itu, sistem Negara yang harus terbentuk dalam UUD harus berdasar atas kedaulatan rakyat yang berdasar atas permusyawaratan/perwakilan.

Memang aliran ini sesuai dengan sifat masjarakat Indonesia. Dengan lain perkataan sistim Negara harus demokratis, jadi di sini dititikberatkan kepada unsur sifat individu daripada manusia, dan demokrasi jang sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia yang telah terdapat dan terselenggara padanya, ialah kedaulatan rakyat atas dasar permusyawaratan/perwakilan.

Lain dari itu ditegaskan, bahwa “Negara Indonesia berdasarkan atas Hukum (Rechsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machtstaat) ...... Pemerintahan berdasar atas sistim Konstitusi (Hukum Dasar), tidak bersifat Absolutisme (kekuasaan jang tidak terbatas)”.

Dengan diamandemennya pasal 1 ayat 2 UUD 1945 Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhkan oleh MPR, Setelah diamandemen Pasal 1 ayat 2 menjadi “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD”.

Akibat amandemen UUD 1945 pasal 1 ayat 2 menjadi tidak jelas secara makna apalagi secara hakekat, secara makna apa mungkin UUD menjalankan UUD? Siapa yang menjalankan kedaulatan rakyat itu pasal berapa? Juga tidak jelas.

Jelas bahwa pada alenea ke 1 pembukaan UUD 1945 adalah kehendak seluruh bangsa Indonesia menghendaki penjajahan harus dihapuskan dari muka dunia karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan perikeadilan. Bukannya inti dari HAM adalah peri kemanusiaan dan peri keadilan?

Bukannya Pancasila dengan Kemanusiaan yang adil dan beradab merupakan inti dari HAM? Bukannya Indonesia juga sudah meratifikasi HAM. Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Apakah kita membiarkan negara ini mempunyai UUD yang tidak lagi mempunyai privat bagi warga negara nya, dan bertentangan dengan Pancasila yang mempunyai nilai kebersamaan kolektivisme, gotong royong dan bukan setiap orang yang nggak jelas apakah bangsa sedunia ini yang ditampung di dalam UUD 2002 yang keblinger itu atau bangsa ini sudah mulai sadar mengembalikan tatanan mula negara Republik Indonesia? (*)

282

Related Post