Vaksin Sinovac Berbahaya: Virus “Mati” Bisa Hidup Lagi!
by Mochamad Toha
Jakarta FNN - Jumat (24 Juli 2020). Pada awal Agustus 2020, Universitas Padjadjaran Bandung bersama BUMN Biofarma akan melakukan melakukan uji klinis calon vaksin Virus Corona (Covid-19) yang akan disuntikkan kepada 1.620 orang.
Uji klinis itu akan dilakukan setelah mendapatkan izin penelitian dari Komite Etik Penelitian Universitas Padjadjaran (UNPAD).
Manajer Lapangan Tim Penelitian Uji Klinis Tahap Ketiga calon Vaksin Covid-19 Fakultas Kedokteran UNPAD dr. Eddy Fadliana mengatakan, meski dinyatakan aman untuk manusia, pada uji klinis fase pertama dan kedua yang telah dilakukan di China.
Yaitu, adanya efek samping yang akan ditimbulkan ketika vaksin tersebut disuntikkan kepada manusia. Hal itu disampaikan Eddy dalam konferensi pers di Rumah Sakit Pendidikan (RSP) UNPAD Jalan Prof Eyckman, Kota Bandung, Rabu (22/7/2020).
Menurutnya, kita berpatokan pada penelitian. Dari penelitian yang dipublikasikan, ada reaksi lokal berupa nyeri di tempat suntikan 20 sampai 25 persen (dari jumlah orang yang menjadi relawan uji klinis fase satu dan dua),” kata Eddy, seperti dilansir Kompas.com.
Lebih lanjut Eddy menambahkan, pada uji klinis fase satu dan fase dua, beberapa relawan yang telah disuntik calon vaksin Covid-19 yang dikembangkan oleh Sinovac Biotech Ltd (Sinovac), mengalami radang paru-paru, diare dan penyakit lainnya.
Tapi, “Setelah diaudit tidak berhubungan dengan vaksin,” ungkapnya. Selain itu, dari uji klinis fase satu dan dua, calon vaksin yang dibuat dari virus corona yang dimatikan ini dipastikan tidak menimbulkan penyakit baru.
“Fase satu dan fase dua menunjukkan tingkat keamanan cukup tinggi. Pada fase satu dan dua tidak timbul demam, hanya reaksi lokal nyeri di tempat suntikan tadi,” jelasnya.
Ketua Tim Penelitian uji Klinis tahap 3 calon Vaksin Covid 19 dari Fakultas Kedokteran UNPAD Prof. Kusnandi Rusmil menambahkan, nyeri bekas suntikan calon vaksin covid-19 tersebut akan hilang dengan sendirinya.
“Nyerinya akan hilang sendiri dalam berapa jam. Yang nyerinya hilang sampai 2 hari paling hanya beberapa orang,” tandasnya.
Seperti diketahui, sebanyak 2.400 sampel calon vaksin Covid-19 dari Sinovac Biotech Ltd, China, tiba di Indonesia. Bakal vaksin itu akan diuji klinis di laboratorium milik PT Bio Farma (Persero) dan fasilitas penelitian lain di dalam negeri.
Kedatangan ribuan kandidat vaksin tersebut diharapkan membuat peluang produksi vaksin Covid-19 di Indonesia bisa dilakukan pada awal tahun depan. Uji klinis di Indonesia akan dilakukan selama 6 bulan.
Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir mengatakan, calon vaksin yang dikirim Sinovac diterima Bio Farma pada 19 Juli 2020. Kandidat vaksin itu akan diuji klinis tahap tiga.
Melalui akun Twitternya, @jokowi, Presiden Joko Widodo juga menyampaikan rencana uji klinis vaksin virus corona dari Sinovac tersebut. “Kita akan melaksanakan uji klinis vaksin Covid-19 tahap ketiga dengan melibatkan 1.620 sukarelawan.
“Proses dan protokolnya mendapat pendampingan secara ketat oleh BPOM. Apabila berhasil, BUMN Bio Farma siap memproduksi vaksin ini dengan kapasitas 100 juta dosis per tahun,” demikian Jokowi, seperti dilansir Kompas.com, Kamis (23/07/2020, 15:16 WIB).
Sekretaris Perusahaan PT Bio Farma Bambang Heriyanto menjelaskan, uji klinis vaksin yang dilakukan di negara lain adalah sesuatu hal yang lumrah. “Ini hal lumrah dan berlaku untuk semua di selurh dunia untuk uji klinis,” ungkap Bambang.
“Bio Farma juga pernah melakukan itu. Pernah uji klinis suatu produk dilakukan di Swedia, Afrika. Memang enggak ada masalah,” lanjut Bambang dihubungi Kompas.com, Kamis (23/7/2020).
Uji klinis fase ketiga vaksin Sinovac ini tak hanya dilakukan di Indonesia. Uji klinis juga dilakukan di Brazil, Turki, dan Cile. Alasan lainnya, kata Bambang, saat ini kasus Covid-19 di China sendiri sudah menunjukkan penurunan.
Sementara, kasus di Indonesia, Brazil, dan Cile masih terjadi peningkatan dengan angka yang tinggi. Menurutnya, ada keuntungan bagi Indonesia dengan uji klinis ini. Keuntungannya, kita bisa mengetahui langsung respons vaksin virus corona pada penduduk Indonesia.
Dengan demikian, bisa dilihat kesesuainnya dibandingkan jika harus membeli vaksin yang sudah jadi. Menurut Bambang, vaksin Sinovac yang akan diuji klinis di Indonesia juga telah melalui sejumlah tahap pengujian sehingga aman untuk diujikan pada manusia.
Ia menjelaskan, baik vaksin ataupun obat sesuai standar WHO harus dilakukan uji dari uji hewan terlebih dahulu atau yang disebut dengan praklinis. Selanjutnya, baru dilakukan uji klinis pada manusia.
“Uji hewannya bisa macam-macam. Bisa marmut, monyet, dan sebagainya. Ada standar. Ini untuk melihat vaksin aman atau enggak untuk manusia dan melihat khasiatnya di hewan,” kata Bambang.
Setelah uji praklinis, dilakukan uji pada manusia yang meliputi fase I, II, dan III. Adapun, vaksin Sinovac yang akan diuji klinis di Indonesia telah memasuki fase ketiga.
Bahaya Sinovac
Menurut dr. Tifauzia Tyassuma, pertanyaan besar dan paling fundamental adalah: Mengapa Uji Klinis Fase III Vaksin Cina, harus dilakukan pada Manusia Indonesia? Dan ternyata jenis Vaksin Cina ini adalah virus yang dilemahkan dari virus yang ada di Cina.
Vaksin dari virus yang dilemahkan adalah jenis vaksin paling sederhana alias paling primitif. Sementara itu, Uji Klinis Fase II, yang dilakukan di Cina, baru dilakukan pada sampel kecil, hanya 603 subjek. Jumlah yang terlalu kecil untuk Uji Coba Vaksin.
Sementara untuk diketahui, pada waktu bersamaan, Vaksin Mandiri yang berasal dari seed virus lokal yang ditemukan di Indonesia, sedang dikembangkan oleh Lembaga Eijkmann, Lembaga kebanggaan milik Indonesia.
Eijkmann saat ini sedang membangun tahap ke tahap menuju pengembangan vaksin yang sesuai dengan virus asli yang berkembang di Indonesia. Vaksin yang sedang dibuat adalah Vaksin Tipe Protein Rekombinan.
“Menguliti mRNA virus dan membuat fondasinya dan membuat scaffolding dan membuat kloningnya dan seterusnya dan seterusnya yang membuat saya sangat bangga dengan Lembaga Eijkmann, atas pilihan teknologi pembuatan vaksinnya,” ungkapnya.
Menurut Arie Karimah Mochamad, Pharma-Excellent, Alumni ITB, Pemerintah sebaiknya membuka informasi seluas-luasnya tentang hal berikut, sehingga kaum ilmuwan seperti dia bisa ikut memonitor dan mengontrol jalannya uji klinis:
Jenis vaksin apakah Coronavac yang diproduksi oleh Sinovac, China itu: Tradisional, Viral Vector atau m-RNA? Perbedaannya:
Tradisional: menggunakan virus yang sudah dilemahkan atau dimatikan. Kabarnya vaksin jenis ini tidak mudah dikembangkan dalam waktu cepat.
Viral vector: menggunakan viral vector, versi yang tidak berbahaya (harmless) dari virus lain untuk menghasilkan materi genetik dari Covid-19. Ini semacam rekayasa genetika dengan bakteri E.coli.
“Vaksin jenis ini yang sedang dikembangkan oleh Oxford University bekerja sama dan AstraZeneca, serta vaksin Cansino Biologics, China,” ungkap Arie dalam akun FB-nya.
m-RNA (messenger RiboNucleic Acid): Hanya menggunakan platform m-RNA, yang mengandung instruksi agar sel-sel tubuh kita menghasilkan protein yang menyerupai permukaan virus covid.
“Yang kemudian oleh tubuh dikenali sebagai benda asing dan akan diserang oleh respon immune. Vaksin ini menggunakan kode Spike protein yang digunakan oleh virus untuk menginfeksi manusia,” lanjutnya.
Dikenal juga sebagai faktor kejahatan (virulence) dari virus. Uji klinis National Institute of Health di atas menggunakan vaksin jenis ini.
Vaksin yang dikembangkan lembaga Eijkman juga Belum menyebutkan jenis yang mana? Dugaan dia, jenis yang pertama, karena berbicara tentang virus asli Indonesia. Seperti halnya India yang juga menggunakan indigenous vaccine.
Jika memang Vaksin Sinovac yang siap Uji Klinis di Indonesia itu dari Virus Corona yang sudah “dilemahkan atau dimatikan”, itu sama saja dengan China sedang menginfeksi rakyat Indonesia dengan Covid-19 secara massal.
Di antara virus yang “dimatikan” itu, dipastikan ada yang dorman (tidur). Nah, yang dorman dan dikira mati itu pada saat atau dengan suhu tertentu akan hidup lagi!
Catat! Virus atau bakteri corona itu mahluk hidup yang cerdas! Misalnya, bila virus corona dihantam desinfektan chemikal (kimia), maka asumsi umumnya mereka mati. Tapi, ternyata saat ini mutasi corona sampai di atas 500 karakter atau varian.
Ternyata, karena gennya bermutasi, mutannya ada yang "bersifat" tidak hanya ke reseptor ACE2 saja, tapi langsung menginfeksi sel-sel saraf. Manifesnya bisa meningitis (contoh kasus artis Glen Fredly kemarin),
Ada juga yang langsung berikatan/nempel di sel-sel darah merah, sehingga manifestasi klinisnya seperti DB, tapi setelah dites PCR: positif. Ini banyak ditemukan di pasien-pasien anak di rumah sakit.
Jadi, Covid-19 itu tidak hanya menginfeksi di saluran pernapasan seperti yang selama ini beredar!
***
Penulis adalah wartawan senior.