What To Be Done?

By : Prof. H. Muhammad Amien Rais, M.A., Ph.D

Jakarta FNN - Ahad (28/11). Kita sedang menghadapi masalah-masalah berat di berbagai bidang kehidupan yang bisa membawa kita ke krisis eksistensial. Ada yang bersifaf global, regional, tetapi ada yang bersifat nasional dan lokal yang lebih dan langsung kita rasakan sebagai bangsa Indonesia. Yang dirasakan oleh masyarakat global adalah antara lain : global warming dan climate change, democratic-backsliding diberbagai negara demokrasi, human right violation di mana-mana (termasuk extra judicial killing) di negara-negara Afrika, Timur Tengah, Myanmar, RRC, Perang Dingin jilid 2, ancaman konfrontasi nuklir, krisis air dan pangan, dan ecocida, genocida yang makin menggila, tetapi reaksi internasional makin mengecil.

Sementara krisis eksistensial di Indonesia berupa masa depan bangsa yang semakin suram bahkan gelap. Kita melihat keterbelahan bangsa yang makin dalam, terutama dirasakan oleh ummat Islam. Tonggak-tonggak demokrasi sudah banyak yang roboh.

Indonesia makin jauh masuk ke dalam debt-trap China. Kekayaan alam Indonesia lebih banyak mengalir ke luar negeri dari pada yang dinikmati oleh masyarakat bangsa Indonesia. Kesenjangan kaya-miskin makin menganga, seperti temuan Oxfam London yang menyebut ada 4 oknum yang kakayaan mereka lebih besar dari 100 juta penduduk miskin.

Demokrasi Indonesia sudah terkubur secara sistemik dan sudah terjadi apa yang dinamakan sebagai The Corporate Coup d'etat. Sekelompok kecil manusia-manusia yang sudah tuna moral , secara bengis dan biadab menghancur-leburkan tatanan hukum, tatanan sosial dan moral bangsa Indonesia.

Beda pokok antara manusia dan binatang terutama ada satu, yaitu rasa malu. Dalam tubuh rezim Jokowi terlalu banyak oknum yang sudah putus syafat malunya, sehingga berperilaku lebih berbahaya dari orag gila : sedang menghancurkan bangsa sendiri, tetapi sedang merasa berbuat baik (lihat Al-Baqarah 10-11dan Al-Kahfi 103-105).

Ketika rakyat menderita kemiskinan , hidup pada subsistent level, beberapa menteri membuat beberapa PT untuk berjual beli apa saja yang diperlukan untuk menanggulangi Covid-19. Ketika TEMPO membongkar bisnis haram mereka, reaksi mereka : ketawa-ketiwi sambil mengatakan semua itu karena didorong oleh kecintaan mereka kepada rakyat kecil dan berbagai dalil lainnya.

Rezim sekarang ini telah membiarkan dirinya jadi kuli, kacung, atau jongos kepentingan China. Seolah atau pura-pura lupa bahwa Indonesia telah dijadikan sasaran utama politik Lebensraum China.

Saya lumayan ngeri dengan perubahan orientasi China di bawah Xi Ping. Sekarang Xi sudah dikukuhkan sebagai presiden China seumur hidup, dengan rangkap jabatan antara lain Sekjen PKC, pemimpin puncak PLA, Ketua Dinas Intelijen China, penguasa tertinggi penggunaan internet dan lain sebagainya.

Yang harus kita perhatikan lebih dalam adalah doktrin baru politik luar negeri China, yakni menyatakan keselamatan dan kesejahteraan China diaspora sepenuhnya menjadi wewenang Pemerintah Beijing.

Dunia terbelalak menyaksikan betapa cepat dan sigap militer China melakukan rescue atau penyelamatan sekitar 36 ribu pekerja China yang terperangkap dalam perang saudara di Libya pada tahun 2011. Hanya dalam 10 hari semua pekerja China sudah kembali ke negaranya.

Rezim Jokowi sangat lunak bahkan terkesan ada pembiaran terhadap imigran China yang masuk ke Indonesia tanpa melalui prosedur baku buat masuknya orang-orang asing. Mereka berkeliaran di Papua, Papua Barat, di Sulteng dan di berbagai pulau di Indonesia.

Mereka jelas bukan turis, dan bukan pula pekerja. Ini mengingatkan kunjungan saya bersama Pak Letjen Sayidiman dan saudara Laode Kamaludin ke markas AD China, kamu dihina oleh seorang kolonel China, baik dari segi etiket diplomatik maupun dalam subtansi pembicaraan.

Saya akhiri sampai di sini dulu. Tentu masih banyak masalah nasional yang cukup berbahaya bahkan mengerikan tetapi mari kita diskusikan bersama, lantas kita cari jawabannya.

Opini disampaikan dalam diskusi bertema "Bagaimana Caranya Kembali Ke UUD 45 (asli)" bersama beberapa tokoh purnawirawan militer, politik, agama dan pemuda di Rumah Perjuangan Bangsa, Kebayoran Baru, Jakarta, pada Ahad 28 November 2021.

382

Related Post