AGAMA

FPI Pesta Pora, Pendukung Istana Ambyar (bagian 1)

Mereka bersemangat merayakan pesta akbar yang belum pernah kita saksikan saat penyambutan raja, kepala negara, presiden, olahragawan, apalagi artis. Bahkan, jumlah penyambut Rizieq jauh lebih banyak ketimbang jumlah pendukung Joko Widodo saat mengaraknya dari gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, tahun 2014. by Mangarahon Dongoran Jakarta, FNN - Selasa (17/11). Seminggu sudah Front Pembela Islam (FPI) mengadakan pesta akbar. Dimulai dari penyambutan pimpinan tertinggi FPI Imam Besar Habib Rizieq Shihab, yang tiba di tanah air, Selasa, 10 November 2020 yang lalu. Sejak Ketua Umum FPI, Ahmad Sobri Lubis mengumumkan rencana kepulangannya di hadapan massa demo, di Patung Kuda, Jakarta Pusat, Selasa 13 Oktober 2020 yang lalu, berbagai persiapan pesta akbar penyambutannya dirancang sedemikian rupa. Ya, ibarat sebuah hajatan perkawinan atau sunatan, tentu penyelenggara atau tuan rumah mempersiapkan segala sesuatunya dengan rapi, agar tamu-tamu undangan merasa nyaman menghadirinya. Rapat maraton pun terus dilakukan, terutama sepekan sebelum kepulangannya dari pengasingan di Tanah Suci Mekah yang sudah berlangsung 3,5 tahun. Berbagai skenario dilakukan, termasuk kemungkinan pesawat yang ditumpangi Habib Rizieq dan rombongan "dipaksa" mendarat di Bandara Halim Perdanakusumah - pangakalan militer - di Jakarta Timur guna mengelabui para penyambutnya yang berkonsentrasi di Bandara Sukarno-Hatta Cengkareng, Tangerang, Banten. Skenario terburuk pun diantisipasi, yaitu kemungkinan Habib Rizieq ditangkap aparat keamanan atau menjadi sasaran pembunuhan seperti yang dialami oposisi Manila, Benigno Aquino Jr, pada 21 Agustus 1983, di Bandara Internasional Manila, saat pulang dari pengasingan, Amerika Serikat. Sekedar mengingatkan kembali, Benigno Aquino yang berada di pengasingan selama tiga tahun adalah musuh politik Ferdinand Marcos, Presiden Filipina waktu itu. Kematiannya justru menambah vitamin penyemangat perlawanan dari pendukungnya, yang akhirnya menumbangkan Ferdinand Marcos, dan digantikan oleh Crozon Aquino, istri mendiang Benigno Aquino. FPI pesta akbar! Kembali ke penyambutan Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab (IB HRS), sehari sebelum kedatangannya, para pendukung dan simpatisannya sudah mulai menyemut di markas FPI, Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Sejak pagi, massa yang didominasi pakaian serba putih terus berdatangan. Mereka datang dari berbagai daerah, menyemarakkan pesta akbar yang akan segera tiba. Semakin larut malam, jumlahnya bukan menyusut bahkan terus bertambah. Akibatnya, jalan Petamburan Raya yang menuju Tanah Abang dan menuju lampu merah (jembatan layang tol) Slipi pun sekali-sekali macet. Bagi mereka yang sudah paham akan ada pesta akbar FPI, langsung menghindar dari kawasan tersebut. Saya yang berada di kawasan markas FPI melihat betapa antusiasnya masyarakat untuk menyambut kedatangan habib yang saat ini dianggap orang yang paling berani terang-terangan melawan kezaliman. Senin (9/11/2020) malam saya menyaksikan umat yang ingin menyambut kedatangannya terlihat duduk-duduk berkelompok dan hilir- mudik terutama di jalan menuju markas FPI. FPI pesta akbar! Saya katakan antusias, karena ada beberapa orang yang sebenarnya tidak tahu di mana rumah HRS. Ada beberapa orang yang sempat menanyakan kepada saya, mengenai rumah Rizieq. Bahkan, seorang lelaki tua juga sempat bertanya kepada saya. "Yang mana rumah Habib Rizieq, Pak," tanyanya kepada saya. Saya jabaw, "Ya, di sini." Saat itu lelaki tua tersebut berada di gang kecil menuju rumah habib (bukan di jalan menuju gerbang rumahnya). Tentu, saya juga tidak mau konyol menunjuk rumah habib, walau saya tahu dan sudah sering keluar masuk rumahnya. Ini menyangkut keamanan, karena dalam situasi seperti itu bisa jadi akan ada orang yang menyaru, berpura-pura nanya, padahal disuruh orang lain untuk kepentingan tertentu (kepentingan negatif). Ya, itu baru rencana penyambutan di Petamburan. Belum lagi umat yang berduyun-duyun datang ke Bandara Sukarno-Hatta. FPI pesta akbar! Berdasarkan laporan yang saya baca, baik media resmi online, apalagi medsos, kawasan Bandara Sukarno-Hatta pun sudah mulai dipenuhi umat sejak Senin malam. Bahkan, hotel di sekitar bandara penuh dibooking umat dan berbagai pihak yang berkepentingan. Suasana semakin padat menjelang dan sesudah solat subuh. Sebab, begitu selesai solat Subuh, sebagian umat Islam, baik yang tidur di rumah masing-masing, di masjid, di hotel dan juga sebagian yang ada di Petamburan langsung meluncur ke Bandara Sukarno-Hatta. Mereka tak mengenal lelah. Mereka ingin segera manyambut sang imam yang sudah lama dirindukan. Pendukung Istana Hambar Tidak heran, sejak pukul 6.00 pagi akses jalan tol menuju bandara mulai tersendat. Penyambutan yang luar biasa, akhirnya membuat akses tol menuju Bandara Sukarno Hatta macet total. Akibatnya, banyak calon penumpang pesawat yang tidak bisa terbang. Selain itu, 118 penerbangan pun di delay. Luar biasa! Masih dalam tayangan video viral yang bisa ditonton, penyambutan luar biasa juga dilakukan para karyawan Angkasa Pura 2 di sekitar pesawat yang parkir. Pilot pesawat Arab Saudi pun terlihat dalam sebuah video "mengawal" Habib Rizeq berjalan di lorong keluar dari pesawat. Semua pendukung dan simpatisan FPI berpesta-pora menyambut kedatangannya. Mereka bersemangat merayakan pesta akbar yang belum pernah kita saksikan saat penyambutan raja, kepala negara, presiden, olahragawan, apalagi artis. Bahkan, jumlah penyambut Rizieq jauh lebih banyak ketimbang jumlah pendukung Joko Widodo saat mengaraknya dari gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, tahun 2014. Kedatangan Habib Rizieq disambut luar biasa. Perjalanannnya dari Terminal 3 Sukarno-Hatta mendapat pengalawan dan sambutan yang luar biasa. Bahkan, tidak saja iring-iringan mobil, sejumlah pendukung yang menggunakan sepeda motor pun menerobas jalan tol Prof. Sediyatmo. Tentu, penyambutan yang luar biasa itu membuat lawan-lawan FPI banyak yang sakit gigi. Para pendukung istana ambyar dan banyak yang menjadi hambar. ** (Bersambung). Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id

Da'wah Perlu Memahami Peta Peradaban

by Dr Adian Husaini Jakarta FNN - Sabtu (14/11). Dalam acara Seminar Nasional dan Pelantikan Pengurus Dewan Da'wah Kota Tengerang Selatan, di Ciputat, Tangsel, Sabtu (4/11), saya berkesempatan hadir bersilaturahmi sekaligus menjadi pembicara dalam acara tersebut. Dalam berda'wah umat Islam perlu memahami peta peradaban; bukan hanya memahami percaturan politik global dan peta politik nasional.Dalam konteks percaturan peradaban saat ini, maka siapa pun presiden Indonesia, umat Islam tetap menghadapi tantangan hegemoni peradaban modern yang didominasi nilai-nilai sekuler. Lihat saja, gonta-ganti presiden, gonta-ganti menteri, konsep pendidikan, ekonomi, pembangunan tidak berubah. Teori tentang asal-usul manusia Indonesia, dalam buku-buku ajar sekolah, tetap dikatakan bahwa manusia Indonesia berasal dari perkembangan makhluk sejenis kera. Begitu juga ukuran kemajuan suatu bangsa, tetap ditentukan atas dasar materi, pendapatan per kapita. Tidak ada unsur iman, taqwa dan akhlak mulia, menjadi indikator keberhasilan pembangunan, ujarnya. Oleh karena itu saya mengajak para aktivis da'wah di lingkungan keluarga besar Dewan Da'wah untuk mengembangkan cakrawala berpikir, jauh ke depan. Dewan Da'wah memiliki visi perjuangan mewujudkan Indonesia adil dan makmur tahun 2045. Dalam konteks pembangunan peradaban, Dewan Da'wah sedang berjuang mewujudkan institusi-institusi da'wah yang terbaik, terutama institusi pendidikan. Saya mengajak para pengurus dan jamaah Dewan Da'wah untuk mensyukuri karunia Allah yang diwariskan oleh para pendiri Dewan Da'wah, yaitu: warisan intelektual, aset-aset da'wah dan warisan keteladanan. Ada beberapa contoh keteladanan para tokoh Dewan Da'wah, khususnya Mohammad Natsir yang perlu kita tiru. Keteladanan itu mulai dari pemikiran dan sikap sebagai negarawan, sampai perilaku sehari-hari. Karena itulah, saya mengajak seluruh pengurus dan jamaah Dewan Da'wah Tangerang Selatan khususnya, agar bekerja keras mewujudkan Dewan Da'wah sebagai organisasi da'wah profesional. Dalam menjalankan da'wah, jangan ada sikap patah arang. Pak Natsir menjelaskan, bahwa da'wah itu seperti akar pohon yang lembut yang menembus celah-celah batu karang. Lama-lama, batu karang itu terbelah oleh akar pohon. Jadi, sekecil apa pun da'wah, tetap harus dilakukan. Nabi Muhammad SAW mengajak para tokoh musyrikin Quraisy, Yahudi dan Nasrani untuk berdialog dan untuk masuk Islam. Akhirnya, banyak diantara mereka yang masuk Islam dan menjadi sahabat Nabi terkemuka, seperti Umar bin Khathab, Khalid bin Walid, dan sebagainya. Jadi, ajaklah tokoh-tokoh non muslim di Tangerang Selatan ke dalam Islam dengan cara-cara yang baik. Musyawarah Daerah Dewan Da’wah Kota Tangerang Selatan pada 27 September 2020 telah memilih H Ade Salamun MSi sebagai Ketua Majelis Syuro dan Arief Jamaludin MSi sebagai Ketua Pengurus Masa Khidmat 2020-2024. Dewan Da’wah Kota Tangerang Selatan diharapkan menjadi salah satu model percontohan kepengurusan tingkat kota, agar menjadi benchmark secara nasional. Untuk menandai tekad tersebut, pelantikan pengurus Dewan Da’wah Tangsel dikemas dengan acara seminar nasional yang disertai launching produk wakafkeummatan. Produk wakaf yang dilaunching adalah Produk Air Mineral ‘’AMITRA". Hasil penjualan air mineral tersebut sepenuhnya digunakan untuk kegiatan dakwah. Pada kesempatan seminar tersebut saya menguraikan tentang High Values M Natsir dalam Strategi Politik dan Da'wah. Sedangkan saudara Jaka Setiawan, peneliti Dewan Dakwah Tangsel, mempresentasikan tentangdampak Hasil Pilpres Amerika Serikat bagi Indonesia. Semoga bermanfaat. Penulis, Ketua Umum Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia.

Ada Peran Prabowo Saat Pemulangan HRS?

by Mochamad Toha Surabaya FNN - Sabtu (14/11). Kabar itu datang dari Sekjen DPP Partai Gerindra Ahmad Muzani. Ia membenarkan bahwa pihaknya mengajukan pemulangan pimpinan FPI Habieb Rizieq Shihab (HRS) ke Tanah Air sebagai syarat rekonsiliasi pasca-Pilpres 2019. Seperti dilansir dalam akun FB Fraksi Partai Gerindra, Jum’at (13/11/2020), Muzani juga tak membantah ketika ditanya apakah Prabowo Subianto telah mengajukan syarat itu ke Presiden Joko Widodo. Tidak hanya pemulangan HRS, Prabowo juga meminta pemerintah membebaskan sejumlah tokoh pendukung yang ditangkap karena terjerat kasus hukum. “Ya keseluruhan (pemulangan HRS), bukan hanya itu. Tapi, keseluruhan bukan hanya itu. Kemarin kan banyak ditahan ratusan orang. Lagi diproses-proses. Ya segala macamlah ya,” ujar Muzani, Menurut Muzani, pertemuan antara Prabowo dan Jokowi sebagai langkah awal rekonsiliasi juga harus dilihat sebagai proses islah atau perdamaian. Proses islah, kata Muzani, tidak dapat terjadi jika masih terdapat dendam di tengah masyarakat. Sehingga, pihak yang menjadi pemenang pada Pilpres 2019 diharapkan tidak merasa menjadi penguasa yang dapat bertindak apa saja. Selain itu, Muzani juga menegaskan, jangan sampai proses rekonsiliasi menjadi sekadar wacana dan dagangan politik. “Islah yang sekarang harus dilakukan itu harus meniadakan dendam, harus meniadakan, saya pemenang dan kamu yang kalah. Saya penguasa, kamu yang dikuasai. Saya yang benar kamu yang salah sehingga islah itu tidak akan terjadi kalau dendam yang seperti itu masih terjadi,” kata Muzani. “Rekonsiliasi tidak mungkin bisa terjadi kalau kemudian suasana dan pikiran itu juga terjadi. Suasana itu harus diredakan, harus dikendurkan, sehingga islah tersebut menjadi sesuatu yang kuat,” ucapnya. Benarkah yang disampaikan Muzami tersebut? Jika melihat jejak digital, apa yang diucapkan Muzani itu mengandung kebenaran. Setidaknya seperti yang disampaikan oleh Dahnil Anzar Simanjuntak, mantan Koordinator Jubir BPN Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Seperti dilansir Detik.com, Minggu (14 Jul 2019 11:42 WIB), Dahnil Anzar Simanjuntak menjelaskan alasan mengapa Prabowo mau bertemu dengan Jokowi. Salah satunya, diyakini Dahnil sebagai upaya untuk memulangkan HRS ke Indonesia. Hal itu disampaikan Dahnil dalam sebuah video yang dibagikan di channel YouTube-nya, Minggu (14/7/2019). Dahnil mulanya mengatakan bahwa Prabowo bertemu Jokowi salah satunya untuk memastikan tidak adanya dendam politik di masa yang akan datang. Dahnil percaya penuh dengan komitmen kebangsaan Prabowo. “Dan beliau tidak akan pernah mengkhianati pendukungnya, semua harapan para pendukungnya untuk hanya sekedar kursi menteri misalnya. Saya meyakini itu,” tegas Dahnil. “Kepentingannya adalah tentu untuk kepentingan bangsa yang lebih luas, kepentingan beliau adalah untuk menyelamatkan para pihak yang rentan, rentan dalam berbagai hal,” lanjutnya. Rentan tertuduh, rentan kriminalisasi, rentan macam-macam. “Kepentingan beliau itu. Untuk memastikan semua pihak itu tidak lagi punya dendam politik di masa yang akan datang,” kata Dahnil. Cara menghilangkan dendam politik itu, lanjut Dahnil, dengan membuka portal yang selama ini menghambat kepulangan HRS ke Indonesia. Sehingga, Imam Besar FPI itu bisa pulang ke Indonesia dan kembali berdakwah. “Termasuk salah satunya adalah ketika saya melontarkan pentingnya pemerintah membuka portal yang menghambat kepulangan Habieb Rizieq. Kenapa?” kata Dahnil. Karena, ketika ada upaya membuka portal itu, Habieb Rizieq bisa bergabung di negeri ini kemudian berdakwah seperti biasa normal, kemudian berkomunikasi sebagai tokoh dengan pemerintah. Baik itu dalam memberikan saran, kritik dan sebagainya,” lanjutnya. “Maka beliau punya peran sebagai anak bangsa, dan di sisi lain kita bisa guyub lagi sebagai bangsa. Kenapa? Karena tidak ada lagi dendam politik. Pemerintah berusaha merangkulnya, kemudian kita berusaha berperan sesuai peran kita masing-masing,” tutur Dahnil. Menurut Ketua Pemuda Muhammadiyah itu, selama ini komitmen untuk membawa pulang HRS ke Indonesia selalu ditunjukkan oleh Prabowo. Karena itu, Dahnil meyakini persoalan kepulangan HRS menjadi salah satu latar belakang Prabowo mau bertemu dengan Jokowi. “Jadi sahabat sekalian, itu komitmen. Saya yakin komitmen yang ditunjukkan Pak Prabowo. Kalau ada yang bilang, bisa nggak, bener nggak, HRS menjadi salah satu apa permintaan Pak Prabowo terkait dengan upaya beliau berkomunikasi dengan pihak pemerintah?” “Ya itu adalah bagian penting, karena HRS bagi Pak Prabowo itu adalah tokoh penting. Beliau punya banyak pengikut, dengan kepulangan beliau kita bisa membantu mengubur dendam yang selama ini muncul,” ujar Dahnil. Sebelumnya, Sabtu (14/7/2019), Jokowi dan Prabowo bertemu di MRT dari Stasiun MRT Lebak Bulus menuju Senayan. Mereka duduk berdampingan dan sempat ngobrol-ngobrol santai sepanjang perjalanan. Dari Stasiun MRT Senayan, keduanya berjalan kaki menuju Fx Sudirman untuk makan siang bersama sebelum kemudian berpisah satu sama lain. Dus, singkat cerita, pasca pertemuan di MRT itulah Prabowo akhirnya ditunjuk sebagai Menteri Pertahanan RI. Jejak digital lainnya, iNews.id, Selasa (12 November 2019 - 13:59 WIB), Menhan Prabowo menemui Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta. Kedatangannya antara lain untuk membahas kemungkinan kepulangan HRS dari Arab Saudi. “Nanti kita ini ya, kita pelajari dulu, saya belum dengar,” kata Prabowo, Selasa (12/11/2019). Mantan Komandan Jenderal Kopassus tersebut belum menjelaskan rinci mengenai hal tersebut. Prabowo langsung menuju kantor Presiden. Prabowo pada Pilpres 2019 lalu meneken pakta integritas yang disodorkan forum Ijtima Ulama II GNPF. Pakta integritas itu berisi 17 poin yang salah satunya berisi kesanggupan Prabowo memulangkan dan menjamin HRS. HRS pergi ke Arab Saudi sejak 26 April 2017 untuk menjalankan ibadah umrah. Pada saat sama, kepolisian akan memeriksanya terkait kasus 'baladacintarizieq'. Pada Juni 2018, polisi menghentikan penyidikan kasus ini. Tapi, hingga kala itu HRS tak kunjung pulang ke Indonesia. Dalam konferensi pers di Jakara, Senin (11/11/2019), keluarga mengeklaim HRS sudah tiga kali berusaha pulang ke Indonesia, namun selalu ditangkal Pemerintah Indonesia. Prabowo hari itu juga dijadwalkan menerima beberapa duta besar (dubes) negara sahabat termasuk Dubes Arab Saudi untuk Indonesia Esam A. Abid Althagafi. Apakah juga akan membahas kepulangan Rizieq? Prabowo tak memastikan. “Mudah-mudahan nanti kita lihat,” ucap Prabowo. HRS mengaku tidak bisa pulang karena sejumlah alasan pertama terkait masalah izin tinggal di Arab Saudi. Dubes RI untuk Arab Saudi Agus Maftuh Abegebriel mengatakan HRS tidak bisa pulang karena tinggal di suatu tempat lebih lama dari masa yang diizinkan (overstay). Solusi atas overstay itu yakni membayar denda sebesar 15.000-30.000 riyal atau Rp110 juta per orang. Namun, pengacara HRS menyebut overstay bukan kesalahan kliennya. HRS sudah mencoba keluar dari Arab Saudi supaya visanya masih bisa berlaku. Tapi, ternyata tidak pernah berhasil. Prabowo sebelumya pernah berjanji akan memulangkan HRS saat musim kampanye Pilpres 2019. Bahkan, Prabowo mengatakan bakal mengirimkan pesawat pribadi untuk menjemput HRS jika terpilih menjadi presiden. “Dalam ijtimak yang kedua saya sudah mengatakan, begitu menang saya akan kembalikan HRS kembali. Saya akan kirim pesawat saya sendiri untuk menjemput beliau,” kata Prabowo, pada Februari 2019. Masalah kepulangan HRS kembali mencuat saat itu. HRS menunjukkan bukti yang diklaim sebagai surat pencekalan dari pemerintah Indonesia melalui siaran video di akun Youtube Font TV. Surat pencekalan itu ditunjukkan HRS untuk mengungkap alasannya tidak bisa pulang ke Indonesia. Dia mengklaim pencekalannya tidak berkaitan dengan kasus pidana apapun. HRS dalam video tersebut mengharapkan publik tidak mengasumsikan keberadaannya di Saudi karena masih ketakutan untuk pulang. Justru, kata dia, ada orang berkepentingan di balik pencekalan yang resah dengan kepulangannya. Namun, klaim HRS itu dibantah Menko Polhukam Mahfud MD. Ia menyatakan tak pernah melihat surat pencekalan yang diklaim HRS. Mahfud pun meminta HRS menunjukkan surat itu kepada dirinya. Hingga menjelang kepulangannya, 10 November 2020, itupun Dubes Agus dan Menko Mahfud masih membangun narasi “negatif” mengenai HRS. Jadi, “siapa” sebenarnya yang berusaha menghalangi kepulangan HRS? Tidak sulit untuk menjawab pertanyaan terakhir itu. Tinggal kita lihat saja, tokoh atau parpol mana yang sangat gundah dan gelisah dengan kepulangan HRS tersebut! Penulis, wartawan senior FNN.co id

Habib Itu Adalah Realitas Sekaligus Entitas Politik Indonesia

by Asyari Usman Jakarta FNN - Kamis (12/11). Ketika Menkopolhukam Mahfud MD dan Ade Armando, dalam satu wawancara, mencoba untuk mengerdilkan Habib, seketika itu juga Beliau malah menjadi semakin berkibar di hati rakyat. Ratusan ribu pengguna medsos menunjukkan reaksi keras terhadap obrolan antara kedua orang tsb. Pukul rata, netizen menyebut wawancara itu sebagai obrolan sampah. Lihat bagaimana kecaman luas netizen terhadap cara Mahfud menyebut nama IB dalam wawancara itu. Setelah Mahfud MD mengucapkan nama Habib hanya dengan nama depan beliau saja, tanpa “habib” sebagai kata penghormatan, langsung meluncur serangan beruntun dari netizen. Warganet mencela balik cara Mahfud. Mahfud menyebut hanya nama depan saja bukan tanpa tujuan. Mahfud ingin menunjukkan kepada publik bahwa Habib itu bukan siapa-siapa. Bahkan Mahfud mengatakan dengan gamblang bahwa pengikut Habib tidak banyak. Di sini, Mahfud keliru. Dia menafikan fakta bahwa Habib adalah pemimpin umat yang diakui dan mendapat dukungan luas di masyarakat. Pada hari kepulangan Habib, Selasa (10/11/2020), Mahfud bisa melihat begitu banyak rekaman video tentang penyambutan Beliau di bandara Soekarno-Hatta. Lautan manusia. Beratus-ratus ribu. Hampir pasti, belum ada tokoh di negeri ini disambut gegap gempita seperti kedatangan Habib. Dalam rekaman video yang beredar hari Senin (9/11/2020), Mahfud kemudian mengubah penyebutan nama Habib menjadi lengkap. Bukan nama depan saja. Video ini berisi pernyataan Menkopulhukam tentang kepulangan IB. Nah, mengapa Mahfud memperbaiki penyebutan nama Habib ketika menyampaikan pernyataan itu? Kenapa lisan Mahfud berubah drastis? Kelihatannya mungkin ada yang memberikan masukan kepada Sang Menko agar berhati-hati. Mahfud sadar bahwa ucapan dia yang mengerdilkan Habib itu menyinggung perasaan umat se-Indonesia. Dan bisa semakin memperuncing hubungan penguasa dengan umat. Sebetulnya, Mahfud MD sudah paham bahwa Habib telah menjadi realitas sekaligus entitas politik di Indonesia. Tidak banyak tokoh dunia yang menjadi entitas politik. Menjadi realitas politik, bisa banyak orangnya. Dengan menjadi entitas politik, Habib ‘setara’ dengan orpol besar yang memiliki struktur organisasi yang lengkap. Padahal, Habib tidak memiliki itu semua. Di situ kelebihan Habib. Beliau memiliki konstituen yang amat besar. Hebatnya lagi, konstituen yang besar itu senantiasa aktif meskipun tanpa hubungan formal yang sifatnya vertikal maupun horizontal. Inilah yang terlihat ketika dilaksanakan aksi damai berjilid-jilid. Jutaan orang bisa hadir dan bagaikan terkomando. Padahal, mereka cuma ‘self-discipline’ saja. Habib juga telah menjadi ‘political leader’ (pemimpin politik) yang ‘de-facto’. Meskipun dia tidak memiliki wadah politik. Status sebagai pemimpin politik itu bahkan berlaku ‘across the board’. Berlaku lintas partai, golongan, etnis, dan mazhab. Kelebihan yang dimiliki Habib untuk menjadi magnet pengumpulan massa dari berbagai latarbelakang adalah bukti Beliau sebagai pemimpin politik ‘de-facto’. Banyak orang di berbagai orpol dan ormas menyenangi kepribadian Habib. Mengagumi keteguhan Beliau dalam mempertahankan integritas dan martabat dirinya. Mereka melihat Habib bisa bergaul dan berbaur begitu luas, termasuk dengan para tokoh dari agama-agama lain. Inilah realitas politik yang konstruktif. Keberadaan Habib sebagai entitas politik menjadikan dirinya figur yang dipandang memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan negara. Habib paham nilai-nilai kebangsaan dan kebinekaan. Tetapi, meskipun Habib berstatus sebagai entitas politik yang sangat kuat di akar rumput (grassroot), sejauh ini Beliau tidak pernah menunjukkan ambisi kekuasaan. Yang sering diteriakkan Habib adalah agar para penguasa, siapa pun itu, menegakkan keadilan dan hukum untuk semua orang. Tanpa syarat. Itu saja. Jadi, yang terbaik bagi para penguasa adalah berhenti memusuhi Habib. Sebab, misi Beliau adalah substansi Pancasila dan UUD 1945. Yaitu: lindungi semua anak bangsa, berikan hak-hak mereka, dan pertahankan kedaulatan negara dari ambisi ekspansionis asing dalam segala bentuk. InsyaAllah, tidak akan ada lagi keributan.[] (Penulis wartawan senior FNN.co.id)

HRS Simbol Perlawanan

by Yons Achmad Depok FNN - Rabu (11/11). Kenapa Habib Rizieq Shihab (HRS) begitu dirindukan kedatangannya ketika kembali ke tanah air? Saya kira bukan karena semata beliau ulama, tapi lebih dari itu. Beliau adalah simbol perlawanan terhadap rezim. Mengutip istilah Megawati, “Amburadul”. Ya, memang istilah itu digunakannya untuk menyebut era kepemimpinan Anies Baswedan. Pendapat yang “Super ngawur” tak terkira dengan fakta segudang prestasi yang diraih DKI Jakarta. Tapi, kalau boleh jujur, rezim Jokowi inilah yang sebenarnya “Ambudarul” dilihat dari sisi apapun. Politik gaduh, ekonomi jeblok, penegakan HAM jauh dari harapan, kesejahteraan masyarakat tanpa peningkatan bahkan diprediksi akan lebih memburuk kalau UU Cipta Kerja “Omnibus Law” diberlakukan. Sementara, kebebasan pers sekadar mimpi, penangkapan aktivis terus terjadi. Kalau boleh menilai secara obyektif, kurang “Amburadul” apa rezim Jokowi ini? Setelah periode pertama pemerintahan Jokowi berakhir, memang muncul Prabowo sebagai penantang terberat Jokowi. Munculnya Prabowo banyak didukung kalangan Islam, termasuk “Umat” 212 pimpinan Sang Imam Besar HRS itu. Munculnya Prabowo sebenarnya bukan harapan luar biasa. Banyak orang dulu memilih Prabowo bukan semata-mata karena kapasitas pribadi Prabowo. Tapi lebih karena banyak orang tak mau Jokowi terpilih lagi. Dalam suasana kebatilan itulah banyak orang tutup mata atas segala kasus, kontroversi dan keburukan yang melekat dalam diri Prabowo. Intinya banyak orang ingin Jokowi jangan sampai terpilih lagi. Hanya saja, fakta bicara lain. Jokowi menang dan kembali menjadi presiden sampai 2024 nanti. Sementara, Prabowo yang digadang-gadang itu ternyata punya jalan lain. Rela menjadi bawahan Jokowi sebagai menteri pertahanan. Banyak orang menyayangkan, bahkan menyebut apa yang dilakukan Prabowo itu sebuah pengkhianatan. Kini, umat seolah rindu pimpinan. Sebenarnya, di level formal, ada Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menjadi oposisi di parlemen. Sayangnya, kehadiran PKS rupanya belum mewakili harapan umat di luar partai. Dalam tubuh PKS sendiri, walaupun secara internal kondisinya begitu solid, tapi sepertinya belum muncul tokoh yang bisa merangkul kelompok-kelompok Islam lain, termasuk komunitas 212. Maka, tak heran ketika kemudian muncul partai-partai baru yang dipelopori aktivis-aktivis Islam, seperti Anis Matta dan Fahri Hamzah dengan Partai Gelora, Amien Rais dengan Partai Ummat, begitu juga kembali muncul Partai Masyumi yang dimotori MS Kaban yang konon kabarnya partai itu didirikan lantaran kecewa PKS tak merangkulnya. Maka, tak heran kehadiran HRS begitu dielu-elukan. Kenapa? Sebagai simbol perlawanan terhadap rezim Jokowi. HRS begitu keras melakukan kritik terhadap sepak terjang dan kebijakan Jokowi. HRS bukan sosok ulama yang cari aman dengan sekadar melakukan amar ma’ruf (mengajak kebaikan), tapi, tokoh ini satu-satunya ulama yang berani, punya nyali, tidak takut pada apapun dalam upaya mencegah kebatilan (nahi munkar). Setidaknya, hal ini yang bisa menjadi penjelasan kenapa kehadiran HRS begitu dirindukan, begitu dielu-elukan. Hanya saja, akankah kemudian HRS tetap garang atau malah jadi lembek sekembalinya ke tanah air? Kita tunggu saja kabar selanjutnya. Terlepas dari itu, sepertinya para aktivis Islam arus bawah harus belajar dari sejarah. Sudah sering umat ini dikhianati oleh elit-elit politik maupun ulama yang kemudian setelah masuk kekuasaan, pandangan, pikiran, perkataan dan perbuatannya jauh dari yang diharapkan. Maka, melakukan pengawalan terus menerus perlu dilakukan. Sampai menemukan sosok pemimpin yang selaras kata perbuatan serta mampu memberikan angin segar pada kemajuan dan kesejahteraan. Tak hanya bagi umat Islam, tapi bagi rakyat Indonesia secara keseluruhan. [] Penulis adalah kolumnis tinggal di Depok.

Untuk Kau Yang Buat Tagar #Nyusahin di Medsos

by Asyari Usman Jakarta FNN - Selasa (10/11). Ada tagar #Nyusahin yang menyindir gangguan terhadap sejumlah penumpang akibat ratusan ribu umat yang memadati bandara Soekarno-Hatta (Soetta) menyambut kepulangan Habib, hari ini (10/11/2020). Antara perlu dan tidak untuk menanggapi tagar yang picik ini. Tapi, ada baiknya ditanggapi. Supaya orang yang membuat tagar tsb paham tentang suasana lahir-batin rakyat. Perlu ditanggapi karena sebesar apa pun kesusahan publik yang diakibatkan penyambutan Habib itu, jauh lebih kecil dari kesusahan yang disebabkan oleh perbuatan para cukong yang berkolaborasi dengan para penguasa bejat. Saya awali dengan identifikasi kau yang membuat tagar itu. Saya menduga, kau adalah orang yang membenci ulama. Bisa jadi kau adalah salah seorang buzzerRp. Ada kemungkinan kau adalah anak salah seorang pengusaha rakus yang tadi pagi menggunakan Soetta. Setengah hari kesusahan yang disebabkan kedatangan Habib tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kesusahan yang dialami puluhan juta rakyat akibat penggarongan yang dilakukan oleh para pemburu batubara di Kalimantan, pemburu nikel di Sulawesi, dan para pecoleng uang BLBI, Bank Century, Bank Bali, Jiwasyara, Bumiputra, Garuda, Sumber Waras, TransJakarta, dan banyak lagi. Kau katakan penyambutan Habib membuat pengguna bandara Soetta harus jalan kaki menuju terminal. Tahukah kau penderitaan anak-anak SD di pedalaman yang harus menyeberangi sungai deras degan jembatan tali, semenara para pejabat enak-enak duduk di runag ber-AC dengan kendaraan mewah? Tahukah kau bahwa Habib sudah belasan tahun meneriakkan penegakan keadilan bagi seluruh rakyat, sementara dia menolak uang sogok ratusan miliar bahkan triliun? Tahukah kau, hei pembuat #Nyusahin, bahwa Habib dan ribuan relawan Beliau sudah puluhan tahun turun ke banyak lokasi bencana alam tanpa pemberitaan media? Tahukah kau bahwa mereka melakukan itu untuk meringankan kesusahan para korban? Jadi, berpikirlah kau dengan jernih sebelum mengatakan penyambutan Habib tadi pagi menyusahkan para pengguna bandara. Kau seharusnya melihat bahwa yang dilakukan oleh Habib bukan pertunjukan hura-hura. Dia tidak pernah meminta siapa pun datang ke bandara untuk menyambut dirinya. Rakyatlah yang datang berbondong-bondong ke Soetta dari seluruh pelosok negeri. Habib tidak sedang menghabiskan uang rakyat. Bukan sedang menumpukkan kekayaan. Tidak juga sedang menggendutkan rekening banknya. Beliau pulang untuk melanjutkan perjuangan. Memang boleh jadi kau, si pembuat tagar #Nyusahin, tidak memerlukan Habib karena kau sudah kenyang dan nyaman. Karena itu, kau tak rela terganggu sedikit di tengah lautan aspirasi yang menghargai Habib.[] Penulis adalah wartawan senior FNN.co.id

Kontroversi Kepulangan HRS

by Sugito Atmo Pawiro Jakarta FNN - Senin (09/11). HABIB Rizieq Shihab (HRS) memang warga negara luar biasa. Setelah lebih kurang 3,5 tahun berada di Mekkah, Arab Saudi sejak April 2017, bulan lalu terbetik kabar akan kembali ke tanah air pada 10 November 2020. Kabar kepulangannya serta merta mengundang gelegar reaksi publik mulai dari omongan di warung kopi hingga celetukan di ruang maya (media sosial) dan mewarnai pula jagad pemberitaan di media massa mainstream. Semua kalangan menyampaikan pandangannya mulai dari elite di pemerintahan hingga pedagang kecil di trotoar jalan raya. Ada reaksi yang gembira karena akan menyambut Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) tersebut, ada juga lontaran kata sinisme yang menentang kepulangan WNI itu ke negerinya sendiri. Bahkan sudah sempat diwacanakan bakal ada prosesi penyambutan di Bandara Soekarno-Hatta dengan jumlah massa yang cukup besar. Singkatnya, mungkin tidak ada seorang pun warga negara Indonesia yang berada di luar negeri dan disambut kembali ke negeri ini ditingkahi dengan beragam pro-kontra dan kontroversi serta silang pendapat. Tampaknya hanya HRS yang mendapatkan perlakuan spesial seperti ini. Padahal, seperti dikatakan banyak pengamat yang netral, kepulangan HRS dari Arab Saudi ke Indonesia semestinya disambut dengan wajar-wajar saja, mengingat HRS adalah warga negara biasa. Hak HRS untuk pulang ke tanah air sejatinya dihormati sebagaimana warga negara lainnya. Tidak ada alasan untuk menentangnya dengan berbagai opini yang dibangun secara sengaja untuk mendiskreditkan citra HRS sebagai warga negara demi menghalangi kepulangannya ke tanah air. Tidak ada juga manfaatnya untuk menyebutkan bahwa HRS dideportasi karena kasus overstay di Arab Saudi, dan seterusnya. Kehadiran HRS di tanah air bagi umat Islam yang mencintainya tentu saja sebuah momentum emosional untuk melepaskan kerinduan. Sekaligus menjadi semacam harapan untuk kembali mendapatkan bimbingan dan ayoman dari seorang Imam Besar yang selama puluhan tahun menjadi pemimpin pergerakan amar ma’ruf nahi munkar di seluruh pelosok tanah air. Bagi mereka yang mengharapkan kepulangan HRS tentu saja hal ini sebagai berkah yang tertunda sejak akhir 2018 lalu. Isu kepulangan HRS telah mencuat sejak suasana karut marut gelombang protes oleh buruh dan mahasiswa terhadap pengesahan Omnibus Law pada 20 Oktober lalu, dan berlanjut pada 28 Oktober hingga demonstrasi, Senin, 9 November 2020. Gelombang aksi ini diperkirakan akan terus marathon dan diperkirakan akan lebih meluas ke seluruh Indonesia. Ada selintas pendapat bahwa aksi seperti ini akan lebih besar lagi bila dipimpin oleh seorang sekaliber HRS yang memiliki jumlah anggota dan pengaruh yang sangat besar di seluruh Indonesia. Keberadaan HRS yang diinginkan sebagian massa aksi penolakan Omnibus Law agar memimpin gelombang aksi sebagaimana sukses HRS dalam memimpin Aksi 212 tahun 2016 lalu, salah satu faktor yang menimbulkan penentangan terhadap keberadaan HRS. Apalagi berbagai atribut media luar ruang terkait ucapan selamat datang kepada HRS yang dibuat secara swadaya oleh masyarakat, dianggap memprovokasi pergerakan aksi massa dengan tajuk yang disebut Revolusi Akhlak. Mereka yang kontra, risau dan gelisah atas kepulangan HRS semakin bersihkeras untuk menghentikan langkah HRS setibanya di tanah air, termasuk mendesak pemerintah untuk melakukan pengamanan ketat terhadap HRS dan pendukungnya bila tiba di tanah air. Mengapa banyak kalangan pendukung kekuasaan yang gelisah dan menentang kepulangan HRS ke tanah air? Ada beberapa alasan yang tampaknya berada di balik opini yang resisten terhadap kembalinya Imam Besar FPI itu ke Indonesia. Pertama, pihak-pihak yang bersikap dilatari oleh ketidaksukaan terhadap sepak-terjang FPI dan selama ini berusaha untuk mendorong pemerintah membekukan atau membubarkan organisasi FPI. Keberadaan HRS dikhawatirkan akan membuat mental dan moral jutaan warga FPI semakin kokoh dalam berjuang lewat dakwah (amar ma’ruf) dan melawan ketidakadilan dan kemaksiatan (nahi munkar) di negeri ini. Cara-cara yang dilakukan kelompok resisten ini dengan mencari cela untuk menghentikan keleluasaan kiprah HRS sekembalinya ke tanah air, antara lain dengan propaganda dan mendorong institusi Polri untuk mengusut kembali kasus hukum sumir, yakni fitnah chat porno yang sebenarnya sudah dibekukan karena ketiadaan bukti. Sebuah skenario klise dan usang. Kedua, kepemimpinan HRS dianggap efektif di dalam membangun semangat perjuangan anti-ketidakadilan dalam praktek politik dan kemasyarakatan, yang bila dibiarkan akan dapat mendelegitimasi kekuasaan politik di negeri ini. Meski pun dalam alam demokrasi keberadaan tokoh dan aktor non-negara (Non State Actor, NSA), seperti HRS, sejatinya dipelihara untuk memperkuat basis masyarakat sipil (civil society). Tetapi dalam kenyataannya HRS justru dikesankan seperti state-enemy guna memberikan keleluasaan pada kekuasaan tanpa kontrol dari masyarakat sipil. Inilah sikap naif yang menciderai demokrasi di negeri ini. Akhirnya, kita seyogyanya menerima sebuah kenyataan bahwa ada arus deras di masyarakat yang membutuhkan kepemimpinan dari seorang aktor non-negara yang dapat dijadikan panutan dalam kehidupan bernegara dan berbangsa, sebagaimana halnya HRS dan tokoh-tokoh besar lainnya. Oleh karena itu terimalah kepulangannya untuk kembali memimpin umat di negeri ini. Tentu tidak seluruhnya menerima pendapat ini, tapi setidaknya itulah bagian esensial dari keberagaman.* Penulis adalah pengacara HRS

Merindukan Muhammad Salallahu Alaihi Wasallam

by Imam Shamsi Ali New York City FNN - Hari-hari ini Umat Islam di berbagai belahan dunia diingatkan oleh salah satu peristiwa penting dunia. Sebuah peristiwa yang membawa goncangan dan perubahan dahsyat secara global. Itulah kelahiran manusia terbaik (khaerul anaam), sekaligus penutup (khaatam) dan penghulu (sayyid) para nabi dan rasul. Muhammad Salallaahu Alaihi Wasallam terlahir di bulan Rabi’ul awwal. Bulan yang tentu mengingatkan akan kehadiran sosok pembaharu (reformer) dan agen perubahan ke arah yang lebih baik (al-muslih). Tetapi yang terpenting beliau hadir sebagai penyampai (muballig) risalah khatimah (the final message) Allah ke seluruh manusia sekaligus tauladan (uswah) bagi semua manusia. Tentu menuliskan mengenai Muhammad Salallaahu Alaihi Wasallam serasa melempar segenggam garam ke lautan samudra. Selain sedemikian banyak yang telah menulis tentang beliau, dan dalam segala aspek hidupnya, baik dari kalangan “believer” (yang mengimaninya) maupun yang “unbeliever” (tidak mengimaninya). Juga karena menuliskan tentang beliau, tidak akan pernah menemukan akhir dari keindahan cerita perjalanan hidupnya. Sebab Muhammad Salallaahu Alaihi Wasallam adalah memang manusia. Tetapi beliau tidak seperti manusia lainnya. Beliau adalah mutiara di tengah bebatuan. Kesempurnaannya mencapai puncak ketinggian. Keindahannya dirinya menyingkap gulita. Segala lini hidupnya begitu indah nan menawan. Ungkapan di atas adalah puji-pujian yang populer dan sering dibacakan oleh kalangan Muslim IPB (India Pakistan Bangladesh). Sebuah pujian yang memang menggambarkan realita kesempurnaan sosok Muhammad Salallaahu Alaihi Wasallam. Pujian yang terpenting tentunya bukan pujian manusia. Tetapi yang terpenting adalah pujian dan pemuliaan penciptanya, Allah Subhanahu Wata’ala sendiri. Berkali-kali beliau dipuji dalam Al-Quran. Salah satunya, “sungguh engkau (Muhammad) memiliki akhlak yang sangat agung”. Keimanan dan kecintaan kita kepada Muhammad Salallaahu Alaihi Wasallam menjadi bagian integral dari keimanan kita kepada Rabb itu sendiri. Bahwa “laa ilaaha illa Allah” itu tidak akan terpisahkan dari “Muhammad Rasululullah”. Hanya melalui (ajaran) Muhammad Salallaahu Alaihi Wasallam, kita akan mencapai keimanan yang benar dan hakiki kepada Allah Suhanahu Wata’ala. Suasana iman seperti di atas harus menjadi bagian dari detak nadi para Mukmin. Tetapi di momen Rabi’ul Awwal inilah kita kembali membangun komitmen dalam iman dan cinta kepada beliau. Kita “recharge” atau mengisi lagi dada kita dengan gelora iman dan cinta. Sehingga komitmen ketaatan kepadanya semakin membara. Hadir Kembali Risalah Dalam dunia yang penuh goncangan, cobaan dan fitnah saat ini, sosok Muhammad Salallaahu Alaihi Wasallam sangat dirindukan oleh manusia untuk hadir kembali. Sebuah sosok yang tidak akan tenang dengan berbagai penyelewengan kehidupan manusia. Kita diingatkan kembali tentang keadaan Kota Mekah sebelum lahirnya sosok Muhammad Salallaahu Alaihi Wasallam. Kejahiliyaan, kezholiman, rasisme, dikriminasi jender dan ras. Kekerasan (peperangan) antar suku menjadi pandangan lumrah. Dan tentunya penyelewengan akidah (kesyirikan) menjadi ideologi masyarakat Amerika saat itu. Hal di atas itulah yang menjadikan Muhammad Salallaahu Alaihi Wasallam resah, bahkan sedih. Beliau tidak merasakan ketenangan batin dengan suasana kehidupan yang bobrok secara sosial (public). Dan karenanya, beliau kerap mengadakan “takhannuts” di atas “Gunung Cahaya” (Jabal Nur). Keresahan batin akibat berbagai penyelewengan sosial sesungguhnya itulah yang mengantar kepada diangkatnya Muhammad Salallaahu Alaihi Wasallam sebagai Rasul dan nabi terakhir (khaatam an-nabiyyin wal mursaliin). Dengan tujuan itu pula, beliau melakukan perjuangan (jihad) hingga terjadi perubahan mendasar di semenanjung Arabia dalam masa kurang dari 23 tahun. Maka, di tengah ketidakpastian dunia saat ini, dimana kerap kebenaran dianggap salah dan kesalahan dianggap benar. Orang baik dianggap berbahaya dan orang jahat justeru dipromosikan sebagai orang-orang baik. Disaat seperti inilah kerinduan akan kehadiran Muhammad (SAW) itu sangat terasa. Ditengah dunia yang penuh keanehan saat ini, dimana agama justeru kerap dipandang ancaman. Sebaliknya, idiologi dan prilaku “anti agama” dipandang sebagai nilai positif. Disaat orang-orang yang beragama dipersekusi, sementara mereka yang anti dan kerap merendahkan agama seolah mendapat perlakuan istimewa. Berbagai prilaku imoralitas seolah dilindungi sehingga semakin merejalelah dan berani. Akibatnya ancaman kepada integritas (akhlak) kehidupan manusia semakin terancam. Agama dan moralitas dianggap ancaman. Sebaliknya, pelanggaran dan dosa-dosa dianggap modernitas dan kemajuan. Dunia Barat juga, seperti yang terjadi di Prancis saat ini, nilai-nilai kebaikan universal kebebasan misalnya, gunakan seenak udel manusia. Pelecehan kepada nilai-nilai keagamaan, Kitab Suci dan mereka yang dihormati dan dimuliakan (para rasul dan nabi) menjadi biasa atas nama kebebasan. Saya khawatirnya Macron dan konconya, ketika isteri dan anaknya yang dicintai dilecehkan hanya akan menyikapinya secara biasa. Akankah dia sekedar bersikapi sebagai sekedar ekspresi kebebasan? Atau ketika Prancis yang dia cintai dengan semangat nasionalisme itu dihinakan atau direndahkan. Akankah dia anggap hal itu sebagai sekedar ekspresi kebebasan? Di tengah dunia yang merasa berperadaban (civilized) dan maju dalam pemikiran intelektualitas, manusia semakin menampakkan kebodohannya (jahiliyah) yang nyata. Prilaku paradoks semakin nyata. Bahkan kemunafikan dipertontonkan dengan tidak malu-malu lagi. Di tengah dunia yang bobrok (jahil) dan gelap inilah Muhammad Salallaahu Alaihi Wasallam dirindukan kehadirannya. Sosok yang kembali hadir sebagai “nur” (cahaya), “rahmah” (kasih sayang), dan sekaligus “uswah” (tauladan) bagi seluruh alam. Tentu harapan kehadiran beliau tidak mungkin lagi secara fisik. Beliau adalah “basyar” (manusia biasa) yang masa dunianya telah berakhir. Tapi nilai-nilai (values), ajaran, ketauladanan beliau hidup hingga akhir zaman. Dan semua itu telah diamanahkan di atas pundak umatnya. Maka kerinduan akan hadirnya Muhammad Salallaahu Alaihi Wasallam di dunia ini merupakan tantangan lansung kepada umatnya. Mampukah Umat ini menjadi representasi Muhammad kepada dunia? Mampukah Umat ini menghadirkan kembali cahaya, nilai-nilai (values) dan ketauladanan baginda Rasulullah Salallaahu Alaihi Wasallam? Disini pulalah makna peringatan Maulid. Bahwa Maulid bukan pada bentuk acaranya. Tetapi lebih kepada memahami, menghayati, mengamalkan dan menyampaikan apa yang menjadi amanah kepada kita dari baginda Nabiyullah Salallaahu Alaihi Wasallam. Yaitu membawa agen-agen perubahan di dunia. Menghadirkan kembali cahaya itu di tengah kegelapan yang melanda dunia saat ini. Kita cinta Rasulullah Salallaahu Alaihi Wasallam, kita rindu Rasulullah Salallaahu Alaihi Wasallam. Semoga kita disatukan bersama Rasulullah Salallaahu Alaihi Wasallam di dalam Syurga-Nya Allah Subhanahu Wata’ala. Amin! Penulis adalah Imam/Direktur Jamaica Muslim Center USA & Presiden Nusantara Foundation.

Santri Sebagai Agen Perubahan

by Imam Shamsi Ali Makasar FNN – Selasa (20/10). Satu hal yang akan diingat oleh sejarah di negeri tercinta adalah bahwa di negeri ini ada satu hari yang diperingati sebagai Hari Santri. Konon ini menjadi bagian dari perjuangan teman-teman Nahdatul Ulama (NU), yang pada akhirnya diterima dan ditetapkan oleh pemerintah dengan sebuah Keputusan Presiden (Kepres). Usaha ditetapkannya Hari Santri ini mengingatkan saya bagaimana lika-liku perjuangan kami Komunitas Muslim di kota Bew York, yang memperjuangkan ditetapkannya Idul Fitri dan Idul Adha sebagai Hari Libur di Kota New York. Perjuangan itu memakan waktu kurang lebih tujuh tahun. Hingga pada akhirnya ketika Bill de Blasio, terpilih menjadi Walikota New York kami berhasil meyakinkan beliau. Perjuangan kami cukup panjang. Sejak saat Michael Bloomberg sebagai Walikota, kami telah melakukan pendekatan itu. Setelah meloloskan resolusi dukungan DPRD New York, kami mendesak Walikota untuk menandatangani Resolusi itu untuk menjadi UU di Kota New York. Sayang hingga akhir tugasnya sebagai walikota New York, Michael Bloomberg gagal meresmikan Id sebagai hari libur Kota New York. Hingga ketika calon Walikota Bill de Blasio meminta dukungan pada pilkada ketika itu, kami mengikat dukungan itu dengan komitmen Walikota nantinya untuk meresmikan Id sebagai hari libur. Beliau setuju dan jadilah Idul Fitri dan Idul Adha sebagai hari libur di Kota New York. Benar tidaknya tentang proses penetapan Hari Santri ini sebagai bagian dari konsesi dukung mendukung ketika itu, pastinya kita tidak bisa lepas dari koneksi politik itu. Bagi saya itu sah-sah saja. Disitulah harusnya salah satu makna jihad di jalan politik. Ormas Islam memang harusnya menjadi bagian dari perjalanan atau proses itu. Memperjuangkan kepentingan Umat lewat proses politik tanpa berpolitik. Sebagai sanatri, saya sendiri tentunya bangga bahwa pada akhirnya santri mendapat pengakuan resmi negara. Saya katakan resmi karena sesungguhnya pengakuan bangsa ini kepada santri menjadi bagian dari kesyukuran dan paham sejarah negeri. Bahwa santri tidak akan bisa dipisahkan dari sejarah panjang perjalanan besar bangsa ini. Santri Pilihan & Mutamayyiz Pada masa lalu, ada semacam persepsi yang terbangun seolah anak yang disekolahkan di pesantren itu adalah pembuangan. Artinya, hanya mereka yang tidak lolos masuk sekolah negeri Yang dimasukkan ke pesantren. Maka pesantren misalnya identik dengan anak-anak nakal seperti saya. Persepsi ini saya yakin dengan sendirinya telah bergeser atau tergeser. Ada realita bahwa ternyata santri itu memikiki potensi dan kapabilitas yang tidak kurang. Bahkan tidak mustahil santri bisa lebih dari tamatan sekolah-sekolah umum lainnya. Santri-santriyah itu memiliki azam (keinginan yang kuat) yang terbangun di atas kepribadian yang mandiri. Seseorang tidak akan bertahan dan berhasil di pesantren, kecuali dengan keinginan yang solid dan matang. Hal itu karena situasi pesantren yang menuntut (demanding) dalam segala hal. Santri dan santriyah juga selama di pesantren tidak saja belajar keilmuan (tholab al-ilm). Justeru yang mereka pelajari di pesantren itu adalah bagaimana hidup (life training atau latihan hidup). Mereka belajar hidup sebagai manusia yang independen, disiplin, dan tentunya dengan tatapan masa depan yang besar dan optimisme. Salah satu pesan kyai saya dulu di pondok, KH Abdul Djabbar Ashiry, di saat saya pamit ke luar negeri untuk sekolah adalah belajar hidup ini. Dalam bahasa Arab yang tertata rapih dan fasih beliau mengatakan, “nak, kamu itu di pesantren ini tidak saja telah menimbah Ilmu. Tetapi kamu telah belajar hidup. Dimana saja kamu berada, niscaya kamu siap untuk hidup”. Santri itu juga bermental baja. Dunia yang semakin kejam dengan persaingan yang semakin ketat hanya akan bisa ditaklukkan dengan mentalitas baja. Manusia yang bermental kerupuk akan hancur berkeping dilabrak pergerakan dan perubahan, serta ragam tantangannya yang semakin kompleks. Di pesantrenlah santri dan santriyah ditempa untuk berani. Percaya diri dan tidak minder (rendah diri). Mereka tumbuh tetap dalam ketawadhuan. Tetapi memiliki keberanian dan percaya diri yang tinggi untuk mengambil bagian dari perubahan dan tantangan hidup yang ada. Santri dan santriyah juga adalah sosok yang menggabungkan antara antara dua kekuatan dan modal hidup manusia besar dan hebat. Kedua kekuatan dan modal hidup itu adalah kekuatan intellectual (akal) dan kekuatan spiritual (hati). Dengan dua kekuatan ini, mereka menjadi manusia “Ulul albaab” yang siap menundukkan dunia dengan tantangannya. Disinilah kita lihat partisipasi dan keterlibatan para santri dan santriyah dalam segala lini kehidupan manusia. Baik itu pada tataran personal maupun publik. Mereka menjadi politisi, pebisnis, dan ragam profesi lainnya dengan kedua kekuatan tersebut. Kuat akal dan kuat hati. Maka mereka tidak mudah tertipu (karena berakal) dan juga (harusnya) terjaga dari menipu (karena punya hati). Tentu banyak keunikan atau keistimewaan santri dan santriyah itu. Tetapi satu hal yang tak kalah pentingnya adalah bahwa santri dan santriyah itu adalah agen-agen perubahan (al-amiruuna bil-ma’ruf wa an-naahuuna an-almunkar). Dengan modal dan kekuatan akal dan spiritualitas, yang didukung oleh mental baja tadi, mereka siap mengarungi bahtera kehidupan ini dengan segala dinamikanya. Ada satu hal yang terpenting dari semua itu. Bahwa santri-santriyah dengan segala perubahan dunia yang “deeply challenging” (penuh tantangan) tidak mengalami goncangan dan tidak pula terombang-ambing oleh goncangan kehidupan. Sebaliknya justeru santri dan santriyah menjadi “backbone” (tulang punggung) perubahan ke arah perubahan yang lebih baik (positive change). Karakter perubahan yang ada pada santri dan santriyah ini yang dikenal dalam agama sebagai karakter “amar ma’ruf nahi munkar”. Karenanya dalam dunai yang saat ini dikenal sebagai dunia global. Yang tantangannya semakin besar. Perubahan yang ada semakin cepat. Maka santri dan santriyah diharapkan selalu berada di garda terdepan untuk menjadi agen perubahan. bukan justeru obyek dan korban dari perubahan-perubahan yang terjadi. Selamat Hari Santri! Penulis adalah Alumni Pesantren Muhammadiyah Darul-Arqam Gombara.

Membangun “a Community of Excellence” di Amerika (Bagian-2)

by Imam Shamsi Ali New Nork FNN - Sabtu (10/10). Pada dasarnya Komunitas Istimewa itu akan berjihad dalam kehidupan dunianya. Tapi bukan sekedar untuk tujuan dunia itu sendiri. Melainkan untuk tujuan yang lebih mulia dan abadi. Itulah kehidupan akhirat. Orientarsi hidup serperti itulah yang diekspresikan dalam doa sapu jagad, “Ya Tuhan, berikan kami kebaikan di dunia dan di Akhirat kebaikan. Dan jagalah kami dari api neraka”. Kelima, Khaer Ummah atau komunitas istimewa itu adalah komunitas yang menjunjung tinggi kebenaran (al-haq) dan keadilan (al-adl). Dimana anggota masyarakatnya akan menjadikan kebenaran sebagai acuan hidup dan keadilan sebagai pijakan bersama. Kata Aallah, “Itulah ayat-ayat Allah yang Kami bacakan kepadamu. Dan Allah tidak menghendaki kezholiman bagi alam semesta” (Al-Imran: 108). Kebenaran dan keadilan sesungguhnya menjadi pilar sebuah tatanan masyarakat madani (masyarakat yang berbudaya). Kedua hal inilah sesungguhnya yang menjadi pilar kemajuan dan kehebatan bangsa-bangsa besar. Tentu dalam konteks komunal atau kemasyarakatan. Keenam, Khaer Ummah atau komunitas istimewa itu bercirikan Tauhid. Bahwa dalam tatanannya, Allah atau Tuhan Yang Maha Esa, menjadi pilar sekaligus tujuan utamanya. Allah berfirman, “Dan milik Allah apa yang di langit dan dibumi. Dan kepadaNyalah segala sesuatu dikembalikan”. (Al-Imran: 109) Dasar Tauhid inilah yang kemudian mewarnai segala langkah dan kebijakannya. Artinya segala keputusan yang berifat publik pastiya akan diwarnai oleh nilai-nilai Tauhid. Hal ini sekaligus mewakili implementasi “laa ilaaha illallah” dalam tatanan keumatan. Bahwa komunitas, masyarakat, bangsa atau umat itu tidak akan solid dan sukses tanpa soliditàs Tauhid. Amar Ma’ruf Nahi Mungkar Dalam konteks musim politik saat ini di Amerika, khususnya dalam menghadapi pemilihan presiden, Sesungguhnya komunitas muslim harus sadar bahwa tanggung jawab sosial menjadi bagian dari tuntutan keagamaan. Sebagai bagian dari proses membangun komunitas tadi. Karenanya poliitk dan partisipasi politik tidak harus dilihat sebagai inovasi baru. Apalagi dilihat bertentangan bahkan ancaman bagi agama. Justeru politik dapat dilihat sebagai salah satu bentuk amar ma’ruf nahi mungkar. Dengan demikian bagi komunitas muslim di Amerika partisipasi politik bukan sekedar politik. Bukan juga sekedar pilihan kandidat. Apalagi mengejar kekuasaan. Tetapi lebih mulia dari itu melakukan tanggung jawab agama dalam amar ma’ruf dan nahi mungkar. Bahwa melalui partisipasi politik itu kita tujukan untuk membawa perubahan komunal atau social change ke arah yang lebih baik. Melalui proses politik, harapannya akan terpilih pemimpin yang lebih credible, capable, with integrity. Seperti yang digambarkan dalam Al-Quran, “Dan Kami (Allah) jadikan dari kalangan mereka pemimpin-pemimpin dari kalangan mereka (Bani Israel) yang memberi petunjuk dengan peringatan Kami, mereka bersabar, dan mereka mengikuti ayat-ayat Kami”. Tentu dalam konteks Amerika yang dimaksudkan adalah substansi dari ajaran Al-Quran itu. Mungkin the least evil jika tidak menemukan “the best” bahkan “the good” sekalipun. Dengan Pemimpin yang demikian kita harapkan akan terbangun suasana publik yang lebih kondusif, damai, dan tentram. Dan pastinya juga terbangun persatuan, kebersamaan, kesetaraan dan keadilan. Semua inilah yang nantinya akan melahirkan stabilitas, kemakmuran dan Kebahagiaan. Semua keadaan di atas tersimpulkan dalam satu kata “keberkahan”. Seperti yang digambarkan pada ayat terdahulu, “Kalau sekiranya penduduk negeri itu beriman dan bertakwa nisacara Kamu akan bukakan bagi mereka berkah-berkah dari langit dan bumi”. Kesadaran seperti inilah yang harus terbangun di kalangan komunitas muslim Amerika, sehingga tumbuh kesadaran akan tanggung jawab sosial tersebut. Keterlibatan mereka dalam proses politik dan pesta Demokrasi di negara ini tidak saja sebuah hak sipil (civil right). Tapi sekaligus menjadi tanggung jawab keagamaan dalam konteks amar ma’ruf dan nahi mungkar. Tentu lebih mulia lagi jika keterlibatan dalam proses politik itu diniatkan untuk menjadi bagian dari menanam tunas atau benih “Khaer Ummah” atau bangsa terbaik. Sebab Amerika bagi komunitas muslim Amerika adalah negaranya sendiri yang harus dibangun sesuai idealisme agama dan Amerika itu sendiri. Disinilah masyarakat muslim Amerika harus bejajar memahami jika Islam dan Amerika adalah dua entitas yang tidak harus dipertentangkan. Karenanya idealisme Islam harus dilihat dalam konteks Amerika. Sehingga kebangsaan dan keagamaan bukanlah dua hal yang paradoks. Demikian ringkasan khutbah yang saya sampaikan di Jamaica Muslim Center New York. Semoga juga menjadi pengetahuan umum, sekaligus sebagai motivasi khususnya kepada mereka yang punya hak pilih (warga negara Amerika) untuk mengambil tanggung jawab publiknya. Semoga. (selesai). Penulis adalah Direktur Jamaica Muslim Center & Presiden Nusantara Foundation.