KELAUTAN

Produksi Ikan di Pelabuhan Sungailiat pada Agustus Lampaui Target

Sungailiat, Bangka, FNN - Produksi ikan hasil tangkapan nelayan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Sungailiat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, pada Agustus 2021 mencapai 514 ton lebih atau melampaui target yang ditetapkan sebanyak 499,7 ton. Sub Koordinator Operasional Pelabuhan PPN Sungailiat Purwanti di Sungailiat, Rabu, mengatakan jumlah tangkapan ikan itu dari 462 kapal yang mendaratkan ikan di pelabuhan itu. "Ratusan ton produksi dengan berbagai jenis ikan baik kualitas pasar lokal maupun ekspor tersebut senilai Rp13,4 miliar dari jumlah kapal yang melakukan pembongkaran hasil sebanyak 462 unit," jelasnya. Menurut dia, tercapainya target produksi ikan hasil tangkapan nelayan yang menggunakan kapal penangkapan dengan kapasitas rata-rata di bawah 10 gross ton tersebut karena dipengaruhi oleh banyaknya kapal yang turun melaut melakukan aktivitas penangkapan. "Selain banyaknya kapal yang melaut mencari ikan, kondisi gelombang air laut atau di perairan penangkapan relatif aman sehingga tidak menghambat aktivitas penangkapan," jelas Purwanti. Dikatakan, nelayan menjual ikan hasil tangkapan disesuaikan dengan jenis ikan, kualitas ekspor dijual langsung ke perusahaan eksportir dan ikan yang kualitas lokal dipasarkan langsung ke pasar atau pedagang pengumpul. "Saya ingatkan seluruh nelayan saat melakukan penangkapan ikan di laut agar benar-benar memperhatikan keselamatan kerja, kapal penangkapan hendaknya dilengkapi perlengkapan keselamatan seperti jaket pelampung dan alat lainnya," jelasnya. (mth)

KKP Resmi Punya Aturan Baru Soal Pengelolaan PNBP Sektor Perikanan

Jakarta, FNN - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) resmi memiliki aturan baru terkait pengelolaan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor kelautan dan perikanan setelah Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2021. "Aturan tersebut kini menjadi acuan KKP dalam mengelola PNBP di bidang kelautan dan perikanan," kata Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono dalam siaran pers di Jakarta, Jumat. Dilansir dari laman resmi Kementerian Sekretariat Negara, PP Nomor 85/2021 ditetapkan dan diundangkan pada 19 Agustus 2021. Dengan terbitnya PP Nomor 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan, PP Nomor 75 Tahun 2015 yang sebelumnya menjadi acuan, tidak lagi berlaku. PP Nomor 85 Tahun 2021 terdiri dari 23 pasal dan lampiran. PP tersebut mengatur 18 jenis PNBP pada sektor kelautan dan perikanan yang antara lain meliputi pemanfaatan sumber daya alam perikanan, pelabuhan perikanan, dan pengembangan penangkapan ikan. Kemudian juga mencakup penggunaan sarana dan prasarana sesuai dengan tugas dan fungsi, pemeriksaan/pengujian laboratorium, pendidikan kelautan dan perikanan, pelatihan kelautan dan perikanan, serta analisis data kelautan dan perikanan. Selanjutnya sertifikasi, hasil samping kegiatan tugas dan fungsi, tanda masuk dan karcis masuk kawasan konservasi, persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut, persetujuan penangkapan ikan yang bukan untuk tujuan komersial dalam rangka kesenangan dan wisata, perizinan berusaha terkait pemanfaatan di laut. Selain itu, dalam PP tersebut juga termasuk mengenai pemanfaatan jenis ikan dilindungi dan/atau dibatasi pemanfaatannya, denda administratif, ganti kerugian, dan alih teknologi kekayaan intelektual. PP Nomor 85 Tahun 2021 merupakan implementasi dari UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang salah satunya mengatur perubahan formula penarikan PNBP yaitu penarikan praproduksi, penarikan pascaproduksi dan sistem kontrak. Peraturan ini menjadi landasan hukum bagi KKP dalam mengimplementasikan tiga program terobosan 2021- 2024, salah satunya peningkatan PNBP dari sumber daya alam perikanan tangkap untuk peningkatan kesejahteraan nelayan. Seiring terbitnya aturan baru mengenai pengelolaan PNBP, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono meminta jajarannya untuk terus berinovasi yang salah satu tujuannya untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat kelautan dan perikanan. “Untuk mengoptimalkan PNBP guna menunjang pembangunan nasional, PNBP pada KKP sebagai salah satu sumber penerimaan negara, perlu dikelola dan dimanfaatkan untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat berdasarkan semangat dan tujuan diterbitkannya Undang-Undang Cipta Kerja,” ujarnya. Sebelumnya, terkait dengan target PNBP perikanan yaitu Rp12 triliun pada 2024, Anggota Komisi IV DPR RI Slamet dalam keterangan tertulisnya menyatakan bahwa angka itu dinilai bombastis karena secara historis, realisasi PNBP perikanan selama ini tidak pernah menyentuh angka Rp1 triliun dalam setahun. Berdasarkan data yang diperoleh Slamet, realisasi PNBP perikanan tahun 2020 yang hanya sebesar Rp600,4 miliar dan merupakan realisasi PNBP tertinggi sejak tahun 2016. Realisasi PNBP perikanan per tahun, lanjutnya, adalah Rp521 miliar pada 2019, Rp448 miliar pada 2018, Rp491 miliar pada 2017, dan Rp357 miliar pada 2016. (mth)

Anggota DPR: KKP Perlu Fokus Kembangkan Pupuk Hayati dari Rumput Laut

Jakarta, FNN - Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin menyatakan, Kementerian Kelautan dan Perikanan perlu fokus dalam mengembangkan pupuk hayati dari rumput laut yang merupakan komoditas yang banyak ditemukan di berbagai daerah. "Saya berharap, KKP serius mengembangkan pupuk hayati dari rumput laut dan limbah perikanan sebagai alternatif menyelesaikan persoalan pupuk nasional, baik pupuk subsidi maupun nonsubsidi," kata Andi Akmal Pasluddin dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu. Akmal meneruskan, berdasarkan dari beberapa kajian yang ada di kampus-kampus, rumput laut yang banyak terdapat di wilayah Indonesia dapat diolah jadi gula hingga bioetanol. Selain ramah lingkungan, lanjutnya, olahan rumput pengganti pupuk kimia ini juga diproduksi dengan bahan-bahan yang mudah ditemukan dan melimpah. "Ketika ini sudah terealisasi, kita semua berharap pada upaya ini akan memberikan manfaat dan peningkatan ekonomi nasional sehingga daya beli masyarakat di kalangan petani dan nelayan dapat meningkat di kemudian hari," ucapnya. Akmal menambahkan, Indonesia merupakan salah satu negara penghasil rumput laut terbesar di dunia yang belum menjadi negara yang mampu mengoptimalkan potensi alam ini untuk melayani kebutuhan dunia. Hal itu, ujar dia, terbukti dari banyaknya hasil olahan produk makanan yang berbahan baku rumput laut malah dipasok oleh sejumlah negara seperti Jepang dan Thailand yang juga masuk di pasar ritel modern di Indonesia. “Saat ini, anggaran pupuk subsidi yang dialokasikan pemerintah sekitar Rp20 triliunan. Bahkan pernah mencapai Rp34 triliun. Itu pun hanya memenuhi sekitar 34 persen kebutuhan pupuk nasional. Terobosan pupuk yang dapat memenuhi kebutuhan ini, bila mampu dilakukan akan menghemat uang negara yang begitu signifikan," paparnya. Sebelumnya, KKP melalui peneliti Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) telah menciptakan formula pembuatan pupuk hayati berbasis rumput laut dan limbah perikanan, hingga meraih penghargaan Satyalancana Wira Karya. Pada peringatan HUT RI ke-76 pada tahun 2021 ini, peneliti Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan KKP Jamal Basmal dianugerahi tanda kehormatan Satyalancana Wira Karya dari Presiden RI Joko Widodo, yang diserahkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, bersama para pegawai KKP lainnya, termasuk dari BRSDM. Penghargaan tersebut diberikan kepada mereka atas jasa-jasanya dalam memberikan darma baktinya yang besar kepada negara dan bangsa Indonesia sehingga dapat dijadikan teladan bagi orang lain. Jamal dinilai berhasil menciptakan formula pembuatan pupuk hayati berbasis rumput laut dan limbah perikanan yang memiliki keunggulan sebagai zat pemacu tumbuh yang dapat meningkatkan jumlah produksi tanaman dan mampu menghindarkan dari hama sehingga dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia, memperbaiki kualitas tanaman, serta meningkatkan pendapatan masyarakat. Menurut Jamal, pupuk hayati berbasis rumput laut akan memberikan manfaat dan peningkatan ekonomi antara lain membuka peluang bisnis pupuk hayati dengan menggunakan bahan baku rumput laut dan limbah pertanian lainnya serta menggunakan konsorsium mikroba untuk menjamin ketersediaan unsur hara N-P-K dan melindungi tanaman dari hama dan patogen lainnya. “Diharapkan nantinya produk pupuk hayati yang ramah lingkungan dapat mensubstitusi pupuk kimia. Bahan baku rumput laut yang digunakan untuk produksi pupuk hayati bisa menggalakkan budidaya rumput laut di kalangan petani rumput laut," ujar Jamal. (mth)

Menteri Trenggono Dukung Kampung Budi Daya Ikan Guna Dongkrak Ekonomi

Lebak, FNN - Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mendukung pengembangan kampung-kampung budi daya perikanan di Indonesia guna mendongkrak pertumbuhan ekonomi serta memenuhi ketersediaan pangan. "Kami berharap pengembangan budi daya air tawar ikan patin mampu mensejahterakan masyarakat," kata Menteri Trenggono saat kegiatan peresmian Kampung Budi daya Patin Cisilad, Cileles, Kabupaten Lebak, Jawa Barat, Kamis. Dalam kegiatan tersebut Menteri Trenggono sekaligus menebar 11.000 benih ikan patin di kolam budi daya. “Ini adalah inisiasi yang baik, gerakan yang baik sebagai pengembangan model budi daya pedalaman dengan ikan yang dibudidaya sesuai dengan kearifan lokal. Model ini bisa mensejahterakan masyarakat di sini,” ujar Menteri Trenggono. Ia menjelaskan pada pengembangan budi daya tersebut ada 196 kolam di Kampung Patin Cisalad yang memiliki luas 14 hektare dengan hampir tiga juta bibit ikan patin. Pembangunan kampung budi daya perikanan sesuai dengan kearifan lokal, katanya, merupakan salah satu program prioritas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk tahun 2021-2024. Pengembangan budi daya ikan patin itu tujuan untuk meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) serta menjaga keberlanjutan ekosistem dengan model budi daya terukur. Dampak ekonomi yang timbul dalam usaha pembudidayaan ikan ini banyak, katanya, yaitu menyerap tenaga kerja dari masyarakat sekitar sehingga perputaran ekonomi di wilayah Lebak berkembang pesat. "Pengembangan model budi daya ini terukur dan dicoba dikembangkan selama tiga tahun ke depan,” kata Menteri Trenggono. Ia mengatakan ikan patin sendiri merupakan salah satu komoditas unggulan budi daya air tawar di Indonesia yang dapat mendukung ketahanan pangan dan juga merupakan komoditas ekspor dengan nilai cukup tinggi. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 – 2024 disebutkan bahwa ikan patin merupakan salah satu komoditas strategis perikanan budi daya dan pada 2020 jumlah produksi ikan patin nasional sebesar 408.538,657 ton. Saat ini potensi budi daya air tawar ikan patin masih besar di seluruh Indonesia dan nilai ekspor juga bagus, katanya. "Untuk itu KKP akan secara serius mengembangkan komoditas ini sehingga benar-benar dapat menjadi salah satu komoditas andalan yang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat,” kata Menteri Trenggono. Menteri Trenggono mendorong jajarannya melalui BLU LPMUKP, DJPB, dan DJPDSPKP untuk dapat mendukung infrastruktur dan juga sistem pembibitan hingga sistem pemasaran agar proses budi daya ikan patin Cisilad dapat lebih efisien. “Saya ini ajak Direktur BLU, Dirjen Budidaya, dan Dirjen PDSPKP, Dirjen dan Direktur agar mendukung Kampung Budi daya Cisilad sehingga bisa menjadi model percontohan budi daya pedalaman, " kata Menteri Trenggono. (mth)

Pengamat: BUMN Perikanan Tingkatkan Kolaborasi dengan Nelayan Lokal

Jakarta, FNN - Pengamat kelautan dan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim menyarankan agar berbagai BUMN bidang perikanan perlu lebih meningkatkan kolaborasi dengan kalangan nelayan lokal dalam mengangkat harkat kesejahteraan mereka. "BUMN Perikanan bisa berkolaborasi dengan organisasi nelayan dalam rangka membeli hasil tangkapan nelayan," kata Abdul Halim di Jakarta, Selasa. Halim mengemukakan, pembelian hasil tangkapan nelayan tersebut kemudian bisa diolah oleh BUMN perikanan dan dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan pangan perikanan. Kemudian, lanjutnya, bila kebutuhan pangan perikanan bagi konsumen lokal sudah terpenuhi, maka komoditas yang berlebih dapat diekspor ke berbagai negara di luar negeri. Selain itu, ujar dia, BUMN juga perlu untuk memastikan saranan layanan dasar kebutuhan produksi nelayan dipenuhi, di antaranya adalah ketersediaan SPDN dengan layanan reguler. SPDN adalah Solar Pack Dealer Nelayan, untuk memenuhi kebutuhan BBM subsidi solar kepada kalangan nelayan. Sebagaimana diwartakan, Menteri BUMN Erick Thohir menginstruksikan BUMN untuk membantu nelayan agar naik kelas. "Kami akan memikirkan ada Pertashop di daerah Nambangan. Tentunya selain melayani BBM untuk kendaraan, kita akan diskusikan bagaimana solarnya untuk nelayan. Mengenai pemodalan, saya akan bicarakan dengan bank Himbara serta PNM agar bisa terlibat lebih jauh. Sedangkan soal distribusi, beri saya waktu karena bicara industri perikanan akan terkait Kementerian lain. Insya Allah, kami pasti bantu agar nelayan kita bisa naik kelas," ujar Erick Thohir saat mengunjungi kampung nelayan di Nambangan, Kenjeran, Surabaya, Minggu (15/8). Demi membangun ketahanan pangan, terutama di industri perikanan Indonesia, lanjut dia, BUMN harus memberikan dukungan maksimal agar berbagai nelayan naik kelas. Persoalan bahan bakar yang mahal, pemodalan, serta dukungan distribusi hasil tangkapan harus dicarikan jalan keluar agar kehidupan dan kesejahteraan nelayan meningkat. Warga nelayan Nambangan saat ini mengeluhkan biaya solar yang mahal karena tidak punya akses membeli di SPBU sehingga harus dengan eceran. Mereka membelinya dengan harga tinggi Rp8.000/liter dengan kualitas solar yang kotor. Harga resmi solar di SPBU Rp5.150/liter. Selain itu mereka memerlukan terbukanya akses yang luas untuk pemodalan dan jalur distribusi hasil tangkapan. "Mengenai pemasaran, saya juga meminta agar para nelayan yang tergabung dalam Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia atau KNTI, terutama nelayan milenial dan melek teknologi untuk memanfaatkan pemasaran digital," kata Erick Thohir. (mth)

Shrimp Estate Pertama di Indonesia Akan Dibangun di Kebumen Jateng

Jakarta, FNN - Kementerian Kelautan dan Perikanan menggandeng Pemerintah Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, untuk bekerja sama mengembangkan shrimp estate atau kawasan budi daya udang terintegrasi yang pertama di Indonesia, yang berlokasi di Kebumen. "Saya meyakini jika model ini berhasil maka dapat dikembangkan di wilayah lain menggunakan model yang sama dengan pengembangan potensi budi daya di masing-masing wilayah," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dalam acara penandatanganan perjanjian kerja sama tersebut di Jakarta, Kamis. Penandatanganan ini dilakukan oleh Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP, Tb Haeru Rahayu dengan Bupati Kebumen Arif Sugiyanto dan disaksikan langsung Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono. Perjanjian kerja sama antara KKP dan Kabupaten Kebumen terkait pengembangan shrimp estate ini merupakan implementasi dari salah satu program prioritas KKP, yakni pengembangan perikanan budi daya untuk meningkatkan ekspor didukung riset kelautan dan perikanan, yang sejalan dengan target peningkatan nilai ekspor udang nasional sebesar 250 persen pada 2024. Menurut Trenggono, dengan satu bentuk model shrimp estate ini, ke depan pembangunan kawasan budi daya udang dapat dikelola secara modern dan baik, lalu ada standar kualitas seperti instalasi, kualitas air, kualitas kawasan pesisirnya, serta di depan lokasi shrimp estate harus penuh dengan hutan mangrove agar tidak terjadi abrasi. "Harus jadi inspirasi bahwa pembangunan bisa dihasilkan dari kolaborasi pemerintah pusat dan daerah seperti ini. Terlebih di pesisir nantinya kita bisa menurunkan tingkat kemiskinan masyarakat pesisir," kata Menteri Kelautan dan Perikanan. Ia mengemukakan Kabupaten Kebumen memiliki potensi untuk pengembangan budi daya udang vaname melalui skema kawasan budi daya tambak udang terintegrasi. Harapannya melalui kerja sama ini, Kabupaten Kebumen menjadi pelopor budi daya udang yang modern di Indonesia dengan hasil produktivitas dan kualitas yang tinggi. Shrimp estate sendiri merupakan skema budi daya udang berskala besar di mana proses hulu hingga hilir berada dalam satu kawasan. Proses produksinya didukung oleh teknologi agar hasil panen lebih optimal, mencegah penyakit, serta lebih ramah lingkungan yang sesuai dengan konsep budi daya terintegrasi yakni dengan pendekatan konsep hulu-hilir, korporasi perikanan budi daya berbasis kawasan dan zero waste. Setelah penandatanganan perjanjian kerja sama pengembangan shrimp estate di Kebumen ini, ground breaking atau pencanangan tiang pertama kawasan tersebut rencananya dilakukan pada Desember 2021. "Ini menjadi suatu kebanggaan bagi Kabupaten Kebumen. Kami akan berkomitmen dalam pembangunan shrimp estate ini sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat," kata Bupati Kebumen Arif Sugiyanto. Indonesia selama kurun waktu 2015-2020 berkontribusi terhadap pemenuhan pasar udang dunia sebesar 6,9 persen. (mth)

Pengamat: Kepri Butuh Kapal Penangkap Ikan Kapasitas Besar

Tanjungpinang, FNN - Pengamat ekonomi dari Universitas Maritim Raja Ali Haji Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Dodi Dermawan berpendapat nelayan tradisional membutuhkan kapal ikan dengan kapasitas besar agar mampu menangkap ikan di perairan bergelombang tinggi dan berarus kuat. "Kebanyakan kapal-kapal yang digunakan nelayan tradisional di Kepri berukuran kecil, dengan kapasitas kecil sehingga tidak mampu mengarungi lautan dengan gelombang yang tinggi dan berarus kencang," kata Dodi Dermawan di Tanjungpinang, Senin. Menurut dia, kelangkaan ikan di wilayah yang memiliki luas lautan mencapai 96 persen dibanding daratan 4 persen, seharusnya tidak terjadi. Apalagi potensi ikan di Kepri, terutama di Natuna dan Anambas sangat besar sehingga seharusnya mampu memenuhi kebutuhan pasar. Dodi mengemukakan kelangkaan ikan di Tanjungpinang, ibu kota Kepulauan Riau, yang terjadi sekarang, kerap terjadi setiap tahun, terutama saat musim angin utara dan angin selatan. Sedangkan di perairan Natuna dan Kepulauan Anambas, lanjutnya, nelayan tradisional tidak mungkin dapat melaut bila musim angin selatan dan angin utara, karena angin kencang dan arus kuat di bawah laut. Kondisi ini semestinya tidak terjadi bila nelayan melaut dengan menggunakan kapal besar. "Pengadaan kapal dengan kapasitas besar, yang mampu mengarungi lautan dengan gelombang tinggi, angin kencang dan arus kuat, perlu disediakan pemerintah untuk meningkatkan produktivitas nelayan sehingga mampu menyediakan kebutuhan ikan, yang menjadi makanan pokok masyarakat Kepri," ujarnya. Dodi mengatakan harga ikan mempengaruhi inflasi di wilayah itu. Bila ikan langka, maka harga ikan juga naik sehingga harga barang kebutuhan lainnya pun ikut naik. "Saya pikir sudah saat kelompok nelayan di Kepri diberikan bantuan kapal berukuran besar, mungkin dengan teknologi yang memadai sehingga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat," ucapnya. Sebelumnya, Rektor Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang Agung Dhamar Syakti mengatakan sektor perikanan tangkap dan budi daya ikan. Hasil tangkapan ikan di wilayah Indonesia I yakni Kepri baru mencapai 400-500 ribu ton dari 1,1 juta ton potensi ikan. Artinya, masih ada sekitar 600-700 ribu ton ikan yang masih berpeluang ditangkap, dan dijual. Untuk membangun industri perikanan tersebut dibutuhkan investasi dan pengadaan kapal ikan berskala besar. Terkait keramba ikan, menurut dia, Kepri memiliki sekitar 400 ribu hektare lahan. Saat ini, baru digarap 60 ribu hektare. "Masih banyak tempat untuk budi daya ikan, udang, kepiting dan lainnya. Untuk meningkatkan pendapatan di sektor ini dibutuhkan investasi, regulasi dan teknologi," katanya. Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Kabupaten Bintan Buyung Adly, mengatakan, nelayan tradisional tidak dapat berlayar ke perairan Natuna, Kepulauan Anambas dan Kalimantan sejak dua pekan lalu lantaran angin kencang. Kapasitas kapal-kapal yang digunakan nelayan tradisional maksimal hanya 5 GT sehingga hanya mampu mengarungi perairan di sekitar Bintan. Hasil melaut pun relatif sedikit sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan pasar di Tanjungpinang. "Yang bisa melaut ke Natuna, Anambas, Kalimantan dan perairan lainnya yang banyak ikan itu hanya kapal besar. Bintan ada sejumlah pengusaha yang memiliki kapal besar, namun kualitas ikan yang didapat itu untuk kebutuhan pasar internasional dengan harga yang tinggi," katanya. (mth)

Kartu Vaksin untuk Masuk WC

By M RIzal Fadillah BAHWA vaksin itu penting mungkin tak mesti diperdebatkan meskipun masih ada sedikit pro kontra atas kualitas vaksin, usia untuk divaksin, maupun efek vaksin. Kecurigaan konspirasi tetap muncul meski tidak dominan. Vaksin sudah menjadi fenomena dunia dengan berbagai merk yang saling bersaing. Masalahnya adalah vaksin bagi warga negara itu hak atau kewajiban? Para pakar hukum lebih melihat pada dasar hukum yang ada sehingga meyakini dan menyatakan bahwa warga untuk divaksin itu adalah hak. Artinya seseorang boleh berkeberatan atau menolak untuk divaksin. UU No 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan tidak mengadopsi sanksi atas penolakan vaksin apalagi berkategori pidana. Pemerintah menganggap vaksin itu wajib dengan alasan untuk keamanan semua. Meskipun belum berani memberi sanksi pidana tetapi Perpres No 14 tahun 2021 telah mengatur sanksi administratif berupa penundaan atau penghentian pemberian jaminan masyarakat atau bantuan sosial, penundaan atau penghentian pelayanan administrasi pemerintahan, dan/atau denda. Sanksi penundaan atau penghentian pelayanan administrasi pemerintahan adalah memberatkan dan melanggar hak-hak warga bahkan bisa disebut penganiayaan atau pembunuhan hak administrasi rakyat. Vaksin menjadi alat pemaksaan kebijakan. Menteri Luhut Binsar Panjaitan dalam acara pemantauan vaksinasi di Setda Sleman menyatakan bahwa Pemerintah sedang mempersiapkan kartu vaksin Covid 19 dimana kartu vaksin ini menjadi syarat untuk masuk ke tempat umum seperti tempat kunjungan wisata atau pusat perbelanjaan. Masuk restauran pun kata Luhut harus ada kartu vaksin. Tempat-tempat yang nantinya dibolehkan untuk dikunjungi atau dimasuki dengan syarat kartu vaksin akan semakin banyak dan meluas. Harus ada ketentuan yang jelas untuk pengaturannya. Jika bersanksi hukum berat maka harus dituangkan dalam aturan setingkat Undang-Undang, jangan sampai seperti PPKM baik darurat maupun level-levelan yang pengaturannya hanya dalam bentuk Instruksi Mendagri. Pengaturan Pemerintah dalam menangani pandemi ini terlihat acak-acakan. PPKM saja nomenklaturnya tidak dikenal dalam Undang-Undang. PPKM diumumkan oleh Presiden namun bingkai aturannya berupa Instruksi Mendagri. Sementara soal vaksin dan vaksinasi ternyata diatur dalam Peraturan Presiden. Jadi kacau. Persyaratan kartu vaksin ada tanda-tanda akan diatur seenaknya. Dan jika ini dilakukan maka dampak publiknya sangat besar. Masyarakat mungkin akan banyak keberatan dan menolak pemberlakuan kartu vaksin yang bersifat pemaksaan. WHO meminta agar vaksinasi tidak dipaksakan. Menurutnya akan menjadi boomerang. Luhut menegaskan masuk mall dan restauran harus dengan kartu vaksin. Perluasannya bisa-bisa seluruh fasilitas umum harus dengan menunjukkan kartu vaksin seperti ke pasar, toko-toko, kampus, sekolah, masjid, hingga warteg dan WC umum. Terbayang dalam perjalanan atau sedang berjalan-jalan sudah kebelet tapi tidak memiliki atau lupa membawa kartu vaksin lalu tidak bisa masuk ke WC umum. Terbayang betapa sulitnya pengawasan atas konsistensi pelaksanaan. Dipastikan juga akan menambah biaya pekerjaan. Jadi pemberlakuan suatu kebijakan umum yang mengikat luas harus dengan persetujuan rakyat. Bukan semata atas kemauan dan cara yang ditentukan oleh Pemerintah sendiri dengan aturan atau tafsir aturan yang semau-maunya. NKRI ini bukan milikmu ! *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

KKP Didukung Mitra Regional Aktif Berantas Pencurian Ikan

Jakarta, FNN - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang telah lama aktif memberantas tindak pidana pencurian ikan di kawasan perairan Nusantara, mendapat dukungan sejumlah mitra regional dalam Regional Plan of Action to Combat IUU Fishing (RPOA-IUU). "RPOA-IUU yang telah berdiri sejak tahun 2007 dan memiliki 11 negara anggota ini, memiliki peran yang strategis," kata Plt Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP Antam Novambar, dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu. RPOA-IUU merupakan sebuah inisiatif regional yang disepakati pada tahun 2007 di Bali, oleh 11 negara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Kamboja, Malaysia, Papua Nugini, Singapura, Thailand, Timor-Leste, dan Vietnam. Menurut Antam Novambar penguatan RPOA-IUU ini merupakan hal penting bagi Indonesia serta kawasan ASEAN, dalam rangka sebagai bagian dari upaya diplomasi pemberantasan kegiatan penangkapan ikan secara ilegal. Antam menjelaskan bahwa berbagai dinamika dan modus operandi serta jaringan yang terlibat dalam praktik pencurian ikan ini terus berkembang sehingga perlu untuk mendapatkan atensi dan perhatian. KKP, lanjutnya, juga terus mendorong penguatan pengawasan dan penegakan hukum, tentu dengan pendekatan diplomatik melalui kerangka kerja sama dan sinergi antarnegara di kawasan. Sementara itu, Sekretaris Direktorat Jenderal PSDKP yang juga Coordinator Secretariat RPOA-IUU, Suharta, menjelaskan bahwa RPOA-IUU secara konkrit telah memperoleh dukungan program dari Australia, dan sejumlah lembaga internasional seperti UNDP/ATSEA-2 dan FAO-ISLME. RPOA-IUU didirikan dengan tujuan mempromosikan tata kelola perikanan yang bertanggungjawab, termasuk mendorong penguatan pemberantasan IUU Fishing. Sebelumnya, KKP menyatakan bahwa hingga pekan terakhir Juli telah ada sekitar 125 kapal ikan yang telah ditangkap, di mana penangkapan terakhir adalah kapal ikan asing asal Malaysia di wilayah perairan RI. Sebanyak 125 kapal yang ditangkap selama 2021 itu, terdiri dari 81 kapal ikan Indonesia yang melanggar ketentuan dan 44 kapal ikan asing yang mencuri ikan, terdiri dari 15 kapal berbendera Malaysia, 6 kapal berbendera Filipina dan 23 kapal berbendera Vietnam. (mth)

KKP Gelar Pelatihan Jaga Kualitas Ikan Tuna untuk Ekspor

Jakarta, FNN - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggelar pelatihan diseminasi teknologi dan produk pascapanen berupa pembekalan teknik penanganan dan pemeringkatan tuna segar termasuk untuk ekspor, bagi para pembina mutu tuna di Sulawesi Utara. "Kegiatan ini sangat penting untuk mendukung peningkatan kualitas komoditas tuna Indonesia, khususnya yang diproduksi oleh Provinsi Sulawesi Utara, agar dapat bersaing terutama di pasar ekspor," kata Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan KKP Artati Widiarti dalam siaran pers di Jakarta, Senin. Ia mengemukakan bahwa langkah ini sebagai upaya menjaga produktivitas ekspor ikan tuna dari Sulawesi Utara, di mana provinsi ini dikenal sebagai penghasil tuna dengan kualitas baik dan jumlah yang melimpah. Kegiatan pelatihan tersebut berlangsung di Kota Manado dan Bitung,1-2 Juli 2021 yang diikuti oleh 32 peserta yang terdiri dari nelayan tuna, Unit Pengolahan Ikan (UPI) tuna, pembina mutu serta SMK Perikanan Bitung. Upaya tersebut, lanjutnya, sejalan dengan kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono untuk menjaga mutu produk perikanan, termasuk komoditas ekspor guna memastikan keamanan pangan dan menjaga kepercayaan pasar internasional. Berdasarkan data KKP, terdapat 91 Unit Pengolahan Ikan (UPI) tuna di Provinsi Sulawesi Utara, yang terdiri dari 58 perusahaan pembekuan, 5 pengalengan, 1 pengolahan lainnya, dan 27 perusahaan yang menangani produk tuna segar dan olahan turunannya. Dari jumlah tersebut, 56 UPI yang tercatat masih aktif. Artati mengungkapkan beberapa permasalahan terkait penurunan mutu ikan bisa mengakibatkan terjadinya penurunan peringkat dan bahkan penolakan dari pembeli sehingga menimbulkan kerugian bagi eksportir. Sebelumnya, KKP meyakini dengan tercatatnya peningkatan ekspor kelautan dan perikanan seiring naiknya permintaan global juga akan mengungkit kinerja perekonomian nasional masa pandemi. "Sektor kelautan dan perikanan mencatatkan kinerja positif selama lima bulan awal 2021," kata Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan KKP Artati Widiarti. Bahkan, lanjutnya, neraca perdagangan sektor ini surplus 1,9 miliar dolar AS atau setara dengan Rp27 triliun, atau naik 3,72 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Secara kumulatif, nilai ekspor produk perikanan pada Januari–Mei, mencapai 2,1 miliar dolar. Angka ini naik 4,94 persen dibanding periode yang sama tahun 2020. Tingginya nilai ekspor berasal dari komoditas utama meliputi udang yang menyumbang sebesar 865,9 juta dolar AS atau 41 persen terhadap total nilai ekspor total, kemudian tuna–cakalang–tongkol (269,5 juta dolar atau 12,7 persen total nilai ekspor), dan cumi–sotong–gurita (223,6 juta dolar atau 10,6 persen total nilai ekspor. Adapun negara tujuan ekspor utama adalah Amerika Serikat (AS) sebesar 934,1 juta dolar atau 44,2 persen terhadap total nilai ekspor total disusul Tiongkok sebesar 311,2 juta dolar (14,7 persen), dan negara-negara ASEAN sebesar 230,7 juta dolar (10,9 persen). (mth)