ALL CATEGORY

Trump Merasa Menang, Tapi Biden Hampir Pasti Menang

by Asyari Usman Jakarta FNN - Jumat (06/11). Kita awali dari apa itu ‘electoral college vote’ (sebut saja EV) yang sangat menentukan pemenang pilpres Amerika Serikat (AS). EV adalah orang atau kursi yang mewakili pemilih di tiap-tiap negara bagian yang akan memberikan suara mereka kepada pemenang suara terbanyak di negara-negara bagian tsb. Contoh, sekarang ini Joseph “Jo” Biden merebut suara pemilih terbanyak di Kalifornia. Negara bagian ini memiliki 55 EV. Maka, sesuai aturan setempat, kesemua EV Kelifornia menjadi milik Biden. Contoh lain, Donald Trump merebut suara pemilih terbanyak di Teksas. Negara bagian ini memiliki 38 EV. Maka, sesuai aturan setempat, kesemua EV di Teksas menjadi milik Trump. Begitu seterusnya. Pada saat ini, penghitungan suara sudah hampir rampung. Sejauh ini, Biden merebut 253 EV dan Trump mengantungi 214. Jumlah EV untuk 50 negara bagian di AS plus DC (District of Columbia) adalah 538. Dengan demikian, siapa yang merebut 270 EV (lebih setengah) akan terpilih sebagai presiden. Apa yang sedang terjadi sekarang? Jawabannya: sangat mendebarkan, terutama bagi rakyat Amerika. Pilpers 2020 ini sangat kontestatif. Pendukung kedua capres bersemangat tinggi untuk memenangkan calon mereka. Itulah sebabnya “turn out” (jumlah pemilih yang memberikan suara) kali ini tertinggi tinggi sejak 1960. Yaitu, 66.9% dari total 233.7 juta pemilih Trump tampil sangat agresif. Dia merasa bisa menang. Bahkan dia sudah mengklaim kemenangan. Tetapi, Biden hampir pasti menang. Cuma, dia lebih tenang. Biden hanya mengatakan, “Kita bisa menang.” Apa penjelasannya? Biden mungkin tenang karena dia melihat isyarat yang jelas dari penghitungan suara di Michigan dan Wisconsin. Kedua negara bagian ini sudah menghitung 99% suara pemilih. Biden mendapat 2,795,714 suara atau 50.5%. Sedangkan Trump merebut 2,648,818 suara atau 47.9%. Jika Biden diputuskan menang di Michigan dengan 16 EV dan Wisconsin dengan 10 EV, berarti dia memiliki 279 EV. Capres Demokrat ini wajar meyakini kemenangan mengingat 99% suara di kedua negara bagian ini telah dihitung. Selain ‘angin surga’ dari Michigan dan Wisconsin, Biden juga terhibur oleh perkembangan di dua negara bagian lain yakni Arizona dan Nevada. Di Arizona dengan 11 EV, sudah 90% suara dihitung. Biden merebut 1,529,109 atau 50.1% sedangkan Trump mengantungi 1,482,442 atau 48.5%. Di Nevada dengan 6 EV, sudah 80% suara dihitung. Biden mendapat 604,251 suara atau 49.4% sementara Trump kebagian 592,813 suara atau 48.5%. Yang tak kalah menariknya adalah perkembangan di Georgia yang punya 16 EV. Di negara bagian ini, Biden unggul tipis atas Trump. Hanya 1,096 suara. Ini menyebabkan persentase perolehan mereka dibuat sama, yaitu 49.4%-49.4%. Suara yang telah dihitung mencapai 99%. Kalau akhirnya Georgia jauh ke tangan Biden, berarti beliau ini berpotensi merebut 312 EV. Jadi, suasana umum hasil pilpres AS sejauh ini memihak ke Jo Biden. Namun demikian, keputusan akhir kelihatannya masih panjang. Kubu Trump mengajukan gugatan hukum terhadap penghitungan di Michigan dan meminta penghitungan ulang (recount) di Wisconsin. Bisa dipahami sikap keras Trump itu. Sebab, dia juga merasa berpeluang untuk terpilih kembali. Meskipun peluang itu tidak begitu realistis.[] Penulis wartawan senior FNN.co.id

Beberapa Alasan Kenapa Joe Biden Lebih Layak Ketimbang Donald Trump

by Shamsi Ali Dubai FNN - Jumat (06/11). Ini hanya catatan singkat. Rencananya akan dirincikan pada waktunya. Catatan ini juga tidak mengatakan jika Biden itu terbaik bahkan baik. Tapi dalam menilai sesuatu/seseorang Islam memakai penilain “afdholiyah” (terbaik). Di saat tidak ada yang terbaik maka Islam memakai metode “akhaffu ad-dhoraraen” (paling sedikit bahayanya). Keadilan sosial untuk semua (social justice for all). Ini menjadi perbedaan karakter kedua partai besar Amerika; Demokrat dan Republik. Kesetaraan ras bagi semua manusia (racial equality for all people). Di bawah Trump terjadi rasisme, bahkan kekerasan atas nama rasisme di mana-mana. Kesempatan yang sama untuk semua warga Amerika (equal opportunity for all Americans). Orientasi ekonomi Trump yang memihak mereka yang kaya (kapitalis) menyebabkan mereka yang berekonomi menengah ke bawah tercekik. Penguatan ekonomi bagi minoritas (Economic empowerment for minority). Lingkungan rasisme Trump telah berimbas dalam kepada keadilan perekonomian. Imigrasi dan legalisasi para pendatang (Immigration and path to citizenship). Di bawah Trump kesempatan imigrasi hampir ditutup. Ini bertentangan dengan semangat Amerika sebagai negara immigran. Jaminan kesehatan yang bersifat menyeluruh (Universal healthcare). Salah satu usaha keras Trump adalah mencabut Obama Care yang memberikan jaminan kesehatan kepada puluhan juta orang-orang lemah. Jaminan hak-hak minoritas (minority rights protection). Akan terasa jaminan dan proteksi kepada minoritas. Di bawah Trump minoritas langsung atau tidak merasakan marjinalisasi. Kebebasan beragama untuk semua (religious liberty for all). Slogan kebebasan beragama bagi Trump adalah for White Evangelicals dan krtistian radikal lainnya. Kerjasama internasional dan multilateralisme (global partnership and multilateralism). Trump memutuskan hubungan multilateral dengan banyak organisasi internasional. Termasuk di dalamnya WHO, dan lain-lain. Hubungan yang harmonis antar kelompok masyarakt (communal harmonious relations). Trump telah membangun suasana yang memecah belah masyarakat atas banyak dasar. Salah satunya yang paling menonjol adalah perpecahan ras (racial divide). Memperkecil ruang kelompok putih dan golongan kanan yang ekstrim (suppressing the Radical white Supremacy and extremist Rights Wings). Biden dengan tegas mengutuk White Supremacy. Sementara Trump tidak ingin bahkan memuji sebagai patriotik. Isu lingkungan dan perubahan iklim (environmental and climate change issues). Sementara Trump keluar dari Climate Change Paris. Climate change dianggap mitos. Harapan penanganan Covid yang profesional (professional handling of the Covid 19 tragedy). Bangsa Amerika adalah bangsa yang paling besar korban Covid. Salah satunya karena kegagalan pemimpin (leadership failure).Masalah kepribadian dan kepemimpinan (personal and leadership matters). Karakter pribadi Trump yang jauh dari karakter seorang Pemimpin. Khusus untuk Umat Islam Demokrat dalam sejarahnya lebih bersahabat dan membuka ruang yang sama untuk Komunitas Muslim. Akan segera mencabut aturan Trump “Muslim Ban” atau pelarangan orang-orang Islam masuk Amerika. Berkomunikasi langsung dengan Komunitas Muslim selama Kampanye. Berjanji mengikutkan Komunitas Muslim dalam pemerintahan. Berjanji akan lebih terbuka dan fair (imbang) dalam menyikapi isu Timur Tengah.Membangun komunikasi dan kerjasama dengan dunia Islam (bukan memakai/memaksa) berdasar mutual interest (kepentingan bersama). Komunitas Muslim merasakan proteksi sistem (kekuasaan). Minimal Islamophobia akan mendapatkan resistensi sistem. Bukan sebaliknya mendapat pembenaran kekuasaan seperti di zaman Trump. Dan lain-lain yang akan ditambahkan pada masanya. Berbagai keraguan orang tentang Biden, apakah itu karena sejarah perang di Timur Tengah, hubungan dengan China, dan lain-lain akan saya bahas secara detail beberapa hari ke depan. Penulis adalah Imam/Direktur Jamaica Muslim Center dan Presiden Nusantara Foundation

Menepis Pendapat Amien Rais Soal Kembali ke UUD 1945 (Bagian-5)

by Mayjen TNI (Purn.) Prijanto “…… Terutama bagi negara baru dan Negara muda, lebih baik hukum dasar yang tertulis itu hanya memuat aturan-aturan pokok, sedang aturan-aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada undang-undang yang lebih mudah caranya membuat, merubah dan mencabut”. (Penjelasan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia) Jakarta FNN – Jum’at (06/11). Pembatasan. ”Untuk membedakan dan mempermudah, hasil amandemen UUD 1945 dalam artikel ini kita sebut dengan UUD 2002”. Demokrasi mati! Kebebasan terkebiri! Hukum tersakiti! Ada yang diborgol, ada yang tidak. Dari seberang menyahut, mereka langgar UU Informasi dan Transaksi Elektronika (ITE). Mereka mengumbar kebencian dan SARA. Ngapain lu milenial bisanya cuma demo? Hitungan detik disahut, lu lupa ya, jatuhnya Presiden, naiknya Presiden karena demo! Polemik jumlah halaman, ukuran kertas, spasi, besar huruf, jadi kambing hitam sebagai alasan picisan. Mengapa bukan jumlah bab dan pasal yang diinfokan secara intelektual? Kewajiban memberikan dan hak mendapatkan informasi yang benar-benar kabur. Begitulah Itulah kisruh UU Cipta Kerja di bukan Oktober 2020 lalu. Strategic Assessment Bersamaan itu, cerita dari Martial Art Weapon Video tentang kejadian di AS, Hellena mencuri di Pasar Raya, ditangkap polisi, viral di medsos. Hellena mengaku mencuri lima telur karena anaknya beberapa hari belum makan. Alih-alih diborgol, Hellena justru dibawa polisi masuk pasar lagi dan dibelikan makanan untuk keluarganya. Tabayun kepada Chris Komari, aktivis demokrasi yang sudah 40 tahun di Amerika Serikat. Cerita tentang Hellena itu benar adanya, kata Chris. Menceritakan kisruh UU Cipta Kerja dan cerita Hellena di awal artikel ini, tidak bermaksud membahas UU Cipta Kerja. Hanya sebagai ilustrasi masalah HAM saja. Ternyata, bicara HAM tidak hanya sebatas narasi di konstitusi. Ada masalah demokrasi, hak asasi manusia dan hukum, antara narasi dan praktek, ada hal yang sangat penting, walau tidak tertulis. Yakni, moral dan nalar yang harus dimiliki siapa saja, sebagai landasan agar hak itu berdiri di atas kemanusiaan yang adil dan beradab. Kita tahu, banyak LSM asing masuk ke Indonesia. Mereka ikut campur dalam amandemen UUD 1945. Dalih ikut campur mereka, sebagai komitmennya dalam membangun tata negara baru. Yang lebih mengedepankan persamaan, keadilan dan hak asasi manusia. Koalisi Organisasi Non Pemerintah (Ornop) ini memanfaatkannya. Mereka meminta PAH I BP MPR, agar rancangan bab hak asasi manusia disusun lebih detail. Tidak seperti pasal-pasal aslinya, disertai contoh konstitusi negara lain. Sedang Koalisi Perempuan Indonesia meminta soal kepentingan anak, perempuan dan hak afirmatif tercantum dalam bab hak asasi manusia. (Valina S.S, Menyusun Konstitusi Transisi) Patut diduga, bab hak asasi manusia di UUD 2002, mencontoh negara lain. Mengapa mesti mencontoh? Mengapa tidak bangga dengan ‘arsitektur’ konstitusi sendiri? Sedangkan orang Belanda, Spanyol, Itali, Jawa, Minangkabau, Toraja, dan lain-lain itu bangga dengan gaya arsitektur rumah yang mereka miliki sen sendiri. Walaupun berbeda dengan yang lain. Mestinya kita mencontoh Bung Karno yang bangga dengan budaya dan karya sendiri. Bung Karno berani beda dengan Lord Russell di Sidang Umum PBB tahun 1960. “Indonesia tak menganut ajaran Manifesto Komunis ataupun Declaration of Independence. Indonesia hanya punya Pancasila”, kata Bung Karno. Tokoh dunia jarang “membebek”. Karl Marx berani beda dengan John Locke. Spinoza berani beda dengan J. Rousseau, Lenin dan Hegel. Soepomo bersama ‘‘the founding fathers” berani beda dalam meletakkan landasan konstitusi Negara Indonesia Merdeka. Mestinya kita bangga dengan warisan arsitektur konstitusi dengan sistem pemerintahan sendiri. Ternyata, pengusul hanya ingin lebih detail dari pasal aslinya. Artinya, mereka paham kalau UUD 1945 sudah mewadahi hak asasi manusia. Tidak hanya narasi, tetapi juga dalam praktek bernegara. Baca: “Menepis Pendapat Amien Rais (Bagian-4): HAM dan NKRI, Antara Narasi dan Praktek”. (Google). UUD 1945 memang singkat dan “soepel”. Namun, bahasa Indonesia itu kaya akan makna. Narasi Pasal 26 s/d 34 UUD 1945, mengandung hak asasi warga negara. Yang secara moral dan nalar, akan kita temui hak individual di dalamnya. Sehingga bisa dijabarkan ke dalam undang-undang. Pasal 26 UUD 1945 yang mengatur masalah kewarganegaraan. Dijabarkan seperti Pasal 28D ayat 4 UUD 2002, “bahwa setiap orang berhak atas status kewarganegaraan”. Pasal 27 UUD 1945 yang mengatur masalah hak bersamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan serta berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi warga negara, memberikan implikasi adanya berbagai macam hak individu. Hak individu itu antara lain, hak hidup, membentuk keluarga, tumbuh dan berkembang, mendapatkan berbagai macam perlindungan, pengakuan, jaminan, kepastian dan perlakuan hukum yang adil. Punya kesempatan sama dalam pemerintahan. Juga memajukan diri dan lain-lain, sebagaimana Pasal 28A, 28B, 28C ayat 2, 28D ayat 1, 2, 3, Pasal 28G, Pasal 28H ayat 1 dan 2, dan Pasal 28I ayat 1, 2, 4, 5 UUD 2002. Pasal 28 UUD 1945 yang mengatur hak kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, memiliki implikasi adanya hak individu untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi, berikut berbagai hal yang melingkupinya, seperti Pasal 28F. Pasal 29 UUD 1945 yang mengatur hak kemerdekaan penduduk memeluk agamanya masing-masing. Pasal ini memiliki implikasi adanya hak individu seperti bebas memeluk agama dan beribadah. Bebas meyakini kepercayaan, dan lain-lain seperti Pasal 28E UUD 2002. Pasal 31 UUD 1945 yang mengatur adanya hak mendapatkan pengajaran. Memiliki implikasi adanya hak individu untuk mengembangkan diri, mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat Ilpengtek-Sosbud, dan lain-lain seperti Pasal 28C ayat 1 UUD 2002. Pasal 32 UUD 1945 terkait pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia memiliki implikasi adanya hak tentang identitas budaya dan dihormatinya masyarakat tradisional sebagaimana Pasal 28I ayat 3. Pasal 34 UUD 1945, fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara memiliki implikasi adanya hak setiap orang atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya sebagai manusia bermartabat, dan lain-lain seperti dalam Pasal 28H ayat 3 dan 4 UUD 2002. Dari uraian di atas, tampak bercampur hak asasi warga negara dengan hak asasi individu atau seseorang. Bahkan terkesan duplikasi dan diulang. Sebab, sesungguhnya apa yang dimaksud dalam Pasal 28A s/d 28J UUD 2002, sudah ada di dalam Pasal 26 s/d Pasal 34 UUD 1945. Dengan demikian, jika kita kembali ke UUD 1945, selanjutnya kita sempurnakan dengan adendum. Walau Bab Hak Asasi Manusia hilang, tidaklah masalah. Kalau toh ingin hak asasi individu dinarasikan secara eksplisit, posisinya di dalam undang-undang. Apakah dengan kembali ke UUD 1945, hak asasi rakyat non Parpol seperti TNI, Polri, Forum Guru Besar dan Rektor, perhimpunan Advokat, organisasi guru, buruh, tani, nelayan, pemangku adat dan lain-lain terwadahi? Ya, terwadahi dalam Utusan Golongan dan Utusan Daerah. Dengan demikian, penyaluran aspirasi tidak hanya demo, tetapi bisa secara konstitusional. Rakyat non Parpol yang duduk di MPR diperlukan sebagai penyeimbang tatkala terjadi kolaborasi tidak sehat antara Presiden (eksekutif) dengan DPR (legislatif). UUD 1945 lebih adil dan kedaulatan rakyat lebih nyata, dibanding UUD 2002. Untuk apa ada sepuluh pasal hak asasi manusia di UUD 2002, tetapi kedaulatan rakyat non Parpol tidak punya wadah penyaluran aspirasi? Yakinlah, ajakan kembali ke UUD 1945 untuk disempurnakan dengan adendum, hakikatnya untuk melestarikan nilai-nilai, cita-cita dan tujuan didirikannya Negara Indonesia Merdeka. Semoga bisa dipahami, bermanfaat, dan dikabulkan Tuhan YME. Amin. Penulis adalah Wagub Jakarta 2007-2012 & Rumah Kebangkitan Indonesia.

Andaikan Trump Menhannya Biden?

by M Rizal Fadillah Bandung FNN – Jum’at 906/11). Perhitungan hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serikat hampir final. Hasilnya kemungkinan Donald Trump nyungsep, dan Joe Biden berjaya. Amerika Serikat akan memiliki Presiden baru Joe Biden. Kandidat Partai Demokrat Joe Biden sebelumnya adalah Wakil Presiden Barrack Obama selama dua periode. Dengan kekalahan Trump ini, maka daftar Presiden Amerika Serikat yang menjabat hanya satu periode menjadi bertambah lagi. Yang terakhir adalah Bush senior. Kemenangan Biden menandai bahwa pergiliran kekuasaan antara Partai Republik dengan Partai Demokrat berjalan dengan sangat sehat. Kontrol oposisi cukup efektif. Walaupun Donald Trump ber "wek-wek" soal kecurangan. Namun suksesi dinilai lancar dan konvensional. Pilpres Amerika Serikat bersistem electoral college. Dimana untuk memenangkan kompetisi, kandidat sekurangnya mesti mendapatkan 270 electoral votes dari 538 electoral votes. Sampai sekarang Joe Biden sudah meraup sebanyak 264 electoral votes. Hanya butuh 6 electoral votes lagi. Sementara Trump baru memperoleh 214 electoral votes. Relatif Biden sulit untuk terkejar Trump. Ketika terpilih dahulu, Trump dinilai sebagai figur yang nyeleneh, dan kurang adab. Bahkan tak pantas menjadi Presiden. Karikatur, meme, hingga boneka dibuat untuk menistakan. Di tempat-tempat umum pun boneka Trump ditendang dan dipukul-pukuli. Ada rasa ketidaksukaan publik kepada Trump. Akal sehat sebenarnya tidak menerima kemenangan pengusaha kaya ini. Profilnya digambarkan sebagai Presiden seenaknya. Bahkan sangat kontroversial. Karenanya, sukses Joe Biden menyingkirkan Trump adalah kemenangan akal sehat dari rakyat Amerika. Joe Biden adalah Presiden dengan jenjang karier politik yang sangat jelas. Dunia kadang memunculkan negara dengan Kepala Negara yang tidak diinginkan. Ada yang zalim, mementingkan diri, gemar dengan pencitraan, bodoh hingga badut. Ini kecelakaan politik namanya. Tetapi aksiden seperti ini tidak pernah langgeng. Rakyat akan segera kembali kepada akal sehatnya. Memilih pemimpin yang memang pantas untuk memimpin. Kemenangan Joe Biden pada Pilpres Amerika ini adalah kemenangan akal sehat. Menyingkirkan figur ngotot yang tak mau kalah. Lempar isu curang. Padahal sebagai petahana justru Trump yang potensial untuk melakukan curang. Di tengah proses, malah minta penghentian penghitungan. Lucunya Trump sudah menyampaikan pidato klaim kemenangan. Padahal dia merencanakan untuk membawa masalah Pilpres ke Mahkamah Agung. Sehingga Kepala Biro Amerika media ABC News, David Lipson berseloroh dalam cuitannya tentang tingkah laku Trump "feeling like Indonesian politics rn". Ditanggapi lucu antara lain oleh Ross Tapsel yang membenarkan. Tetapi tidak persis seperti yang terjadi Indonesia katanya. Kecuali jika Trump yang kalah, dan diangkat Joe Bidan menjadi Menteri Pertahanan (Menhan) nantinya. Ini baru benar-benar sama dengan Indonesia,,, he he he. Indonesia memang hebat. Bisa menjadi contoh buat Amerika. Ini mungkin, karena di Indonesia juga pernah terjadi kecelakaan politik. Meskipun demikian, kalaupun ada figur yang memantas mantaskan diri ya dimaklum saja. Karena kita adalah bangsa yang toleran, tidak radikal, mandiri, sabar, cerdas, budiman, pemaaf dan penyayang. Kini Donald Trump sedang berenang di kolam kekalahan. Biru menenggelamkan merah. Suara "wek weknya” masih terdengar gelagapan. Selamat bekerja Joe Biden. Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.

Jakarta, Sepeda dan Perubahan Hidup Anda

by Tony Rosyid Jakarta FNN – Jum’at (06/11). Kaki, itu alat transportasi paling sehat. Kalau jarak tempuh hanya 300-500 meter, lebih baik jalan kaki saja. Jantung anda akan sehat. Kalau jantung sehat, mudah-mudahan organ tubuh yang lainnya juga ikut-ikutan sehat. Kalau jarak agak jauh, anda bisa gunakan sepeda. Ini juga olahraga. Jika setiap hari anda ke kantor, ke warung, ketemu teman, ke supermarket-minimarket, ke masjid, atau tempat ibadah lainnya, ke Majlis Ta'lim anda pakai sepeda, ini tidak hanya baik buat anda, tapi juga untuk lingkungan dan masa depan anak cucu anda. Anda bersepeda, itu berarti anda telah ikut mengurangi pencemaran lingkungan akibat asap kendaraan. Itu jika sehari. Sebulan, setahun, 20 tahun? Itu baru anda, kalau ada 1 juta orang ikuti anda? Keren bukan! Anda bersepeda, itu sama dengan dakwah lingkungan. Anda telah mengajak orang untuk menjaga agar Jakarta yang sudah begitu kotor udaranya ini bisa dibersihkan kembali. Dengan begitu, anda akan mewariskan udara segar untuk anak cucu anda di masa depan. Udara untuk anak-cucu kita menjadi bersih dan sehat. Pernahkah anda sadar bahwa indeks kualitas udara di Jakarta itu 269 AQI US. Ini sangat tidak sehat. Polusi udara ini diperkirakan telah mengakibatkan 11.000 kematian di tahun 2020. Kerugian finansial akibat udara yang kotor di Jakarta diperkirakan mencapai U$ 2,900.000.000. Sekitar Rp. 43 triliun lebih. Anda masih tak peduli juga? Belum lagi soal ekonomi. Berapa uang yang anda siapkan setiap harinya untuk bensin, bayar tol, tiket parkir, polisi gopek di setiap tikungan. Apalagi kalau anda kena tilang. Coba anda kalikan sebulan atau setahun. Besar sekali! Seminggu anda beralih ke sepeda, dana yang sedianya untuk bensin, tol, parkir, polisi gopek dan denda tilang bisa anda pakai untuk ajak keluarga makan enak di restoran. Atau ditabung untuk persiapan pulang kampung saat lebaran. Atau anda kumpulin untuk modal usaha setelah setahun. Jangan anggap remeh! Bersepeda bisa merubah hidup anda. Sepeda nggak bakalan makan tempat. Space satu mobil, bisa dipakai untuk parkir puluhan sepeda. Yang pasti, jalanan akan longgar, dan anda telah berjasa mengurangi tingkat kemacetan. Sampai disini, anda, orang-orang yang ke kantor pakai sepeda adalah para pahlawan di jalan raya. Juga pahlawan lingkungan. Ini hanya soal mindset dan pola hidup saja. Hanya butuh kebiasaan. Yang pasti, bersepeda itu hemat dan sehat. Sehat jasmani, dan otak anda juga sehat. Kenapa? Karena anda bakalan mengurangi pencemaran lingkungan, dampak kemacetan dan kebisingan di jalan raya. Ini cara cerdas bertransportasi. Kalau ini dihitung pahala, tentu akan jadi catatan amal yang tidak pernah sia-sia. Sepeda itu alat transportasi. Bukan buat gaya-gayaan. Nggak perlu sepeda sport atau yang harganya mahal. Nggak penting itu. Sepeda bekas dengan harga murah, itu lebih antik dan artistik. Nggak kalah nyamannya dengan sepeda yang mahal. Di sejumlah negara Eropa, pejabat ke kantor naik sepeda itu biasa. Meski pakai jas mewah dan celana mahal. Ini soal pola hidup saja. Beda dengan di Indonesia. Baru pejabat eselan tiga atau empat, gayanya nggak ketulungan. Pakai sopir dan pengawal pribadi. Akibatnya, rawan korupsi. Karena cost hidupnya terlalu tinggi. Pola hidup macam ini yang harus diubah. Di Jakarta ini, telah dibangun jalur khusus sepeda. Panjangnya sekitar 63 kilometer. Belum seberapa dibanding kebutuhan bersepeda bagi warga Jakarta. Tetapi, ini awal yang baik. Ini sudah menjadi bagian dari kampanye hidup sehat dan hemat. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terlihat terus mengkampanyekan bersepeda. Pada bagian belakang mobil gubernur DKI ini, selalu saja ada sepeda. Sebelum pandemi, hampir setiap pagi gubernur bersepeda. Sebelum ke baikota, gubernur DKI ini gemar sidak ke ke sejumlah tempat, dan masuk gang-gang perkampungan. Melakukan inspeksi. Kok nggak dikespos? Kenapa nggak bawa kamera? Kalau model kampanye seperti itu sudah sangat konvensional. Sudah kuno! Bahkan konyol lagi! Rakyat sudah paham mana kerja dan mana pencitraan. Anies nampaknya nggak mau ikut-ikutan pencitraan. Kampanye sepeda di Jakarta tampaknya cukup berhasil. Yang ke kantor menggunakan sepeda terus bertambah. Penjualan sepeda di Jakarta naik sampai 1.000 persen. Bahkan saat pandemi, warga Jakarta yang pakai sepeda naik menjadi sepuluh kali lipat. Melihat antusiasme bersepeda yang mulai tumbuh di Jakarta, kita berharap kepada Pemprov DKI. Pertama, menambah jalur sepeda. Tidak saja di jalan protokol, tapi diperluas ke jalur-jalur lain. Kedua, perlu ditingkatkan keamanan dan kenyamanan di jalan buat mereka yang menggunakan sepeda. Ketiga, perlu diperbanyak tempat parkir sepeda, dan pastikan kalau tempat itu safety. Bila perlu, diadakan hari bersepeda. Mungkin sebulan sekali. Bikin pergubnya. Misalnya, setiap tanggal 17, jalur-jalur tertentu di Jakarta hanya boleh untuk sepeda. Bukan weekend, tapi weekday. Orang ke kantor, belanja, ada meeting, atau keperluan apapun, wajib bersepeda di jalur-jalur yang sudah ditentukan. Nggak peduli dia pejabat, anggota DPR, pengusaha atau rakyat. Ini lebih bagus legi kalau diawali oleh para pejabat dan seluruh pegawai di pemprov DKI. Setiap tanggal 17 misalnya, seluruh pegawai pemprov DKI wajib bersepeda. Ini akan jadi sosialisasi yang cukup efektif. Setelah orang dipaksa oleh aturan untuk bersepeda, maka lama kelamaan ia pun akan terbiasa dan nyaman bersepeda. Nah, kalau sepeda sudah jadi alat transportasi mayoritas warga DKI dan sekitarnya, maka udara Jakarta akan bersih kembali dan kemacetan akan berkurang. Untuk 10-20 tahun ke depan, udara Jakarta bisa sejuk kembali, bersamaan dengan pembuatan taman dan penanaman pohon yang lagi masif digalakkan Gubernur Jakarta. Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa.

Catatan Munas PBSI 2020

by Rahmi Aries Nova Chairul Tanjung, "Dahlan Iskan Lebih Pelit dari Saya" Jakarta FNN - Jumat (06/11). Bgitu celoteh Chairul Tanjung saat menyerahkan 'kursi' Ketua Umum Persatuan Bulutangkis Suluruh Indonesia (PBSI) kepada Sutiyoso di Musyawarah Nasional(Munas) dadakan pada 2004 lalu. CT (sebutan Chairul Tanjung) memilih mengakhiri masa jabatannya di PBSI lebih cepat satu tahun dari yang seharusnya. Kabarnya, di tiga tahun ia memimpin PBSI kantongnya 'sobek' karena CT harus mengeluarkan Rp 10 miliar dari kocek pribadinya. Belum lagi telinganya 'gatal' karena hampir tiap saat mendapat kritik, terutama dari Icuk Sugiarto via media. "Saya mungkin kuat, tapi istri saya tidak kuat," ceritanya lagi. Singkat cerita akhirnya dipercepatlah Munas pada tahun itu dengan dua kandidat penggantinya Sutiyoso yang saat itu masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta dan bos Jawa Pos Grup Dahlan Iskan. Kedua kandidat datang ke kongres, tetapi di last minute, Dahlan menyatakan mengundurkan diri dan Bang Yos (sapaan Sutiyoso) pun terpilih secara aklmasi. CT sendiri terlihat lega dan sumringah dengan mundurnya Dahlan Iskan. Penulis sempat bertanya mengapa CT senang Dahlan mundur? "Dahlan Iskan itu lebih pelit dari saya. Bang Yos lebih pas untuk memimpin PBSI," jelasnya sambil tertawa. Dan Bang Yos pun terpilih secara aklamasi. CT mungkin benar, Ketua Umum PBSI tidak boleh pelit. Harus mau keluar uang dari kantong sendiri. Andai tak ingin keluar uang dari koceknya sendiri, berarti harus lihai mencari dana dari sponsor, donatur, atau apapun namanya karena program pembinaan di cabang ini tidak bisa berhenti dan harusnya semakin maju. Untuk itu, butuh dana yang tidak sedikit. Ketua Umum juga tidak boleh tipis kuping, dan anti kritik. Istilah hari ini jangan "baper" dan harus tahan banting pastinya. Meski media saat ini tidak sekejam di era CT, tetapi sebagai cabang favorit pasti PBSI termasuk cabang yang paling disorot media. Itulah dua kriteria minimal yang harus dimiliki kandidat Ketua Umum PBSI 2020-2024 Agung Firman Sampurna. Sejauh ini pengurus PBSI sudah berusaha menjaga 'marwah' organisasi dengan "budaya aklamasinya". Untuk bisa menjadi Ketua Umum PBSI, tak perlu gaduh. Yang terpenting bisa dapat tokoh yang mau berkorban untuk bulutangkis. Kini tinggal kita tunggu apakah Agung Firman yang juga Ketua BPK mampu membuktikan bahwa ia pantas mengemban tugas memimpin cabang paling berprestasi di negeri ini? Atau ia seperti CT yang memilih mundur di tengah jalan karena "pelit" dan "baper", ha..ha..ha… Daftar Ketua Umum PBSI Rochdi Partaatmadja 1951-1952 Sudirman 1952-1963 Sukamto Sayidiman 1963-1965 Padmo Sumasto 1965-1967(2). Sudirman 1967-1981 Ferry Sonneville 1981-1985 Try Soetrisno 1985-1993 Soerjadi 1993-1997 Subagyo Hadi Siswoyo 1997-20019.Chairul Tanjung 2001-2004 Sutiyoso 2004-2008 Djoko Santoso 2008-2012 Gita Wirjawan 2012-2016 Wiranto 2016-2020 ….? 2020-2024 Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id.

Beginilah Pemerintah Ndableg & Bebal

by M Rizal Fadillah Bandung FNN – Kamis (05/11) Nomor 11 tahun 2020. Nomor 11 itu diregistrasikan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja (Cilaka) yang baru ditandatangani Presiden Jokowi. Akhirnya pemerintah mengabaikan reaksi publik, khususnya buruh, mahasiswa dan pelajar yang mendesak agar Omnibus Law Cipta Kerja untuk dibatalkan atau sekurang-kurangnya ditunda. Tentu sikap "ndableg' atau "bebal" pemerintah atas suara dan desakan rakyat ini akan menimbulkan gelombang aksi berkelanjutan. Ada pula yang mengambil langkah gugatan hukum melalui Mahkamah Konstitusi (MK) meskipun dengan tingkat optimisme yang rendah. Sikap Pemerintahan Jokowi yang "ndableg' atau "bebal" untuk memaksakan kehendak ini merusak asas demokrasi negara Republik Indonesia. Pemerintah tidak mau peduli dengan apapun aspirasi yang datang daru masyarakat. Sekurangnya empat aspek demokrasi telah dilabrak. Pertama, demokrasi politik. Asas kedaulatan rakyat yang diinjak-injak. Kebaikan sosiologis sebuah Undang-Undang yang tidak dipenuhi. Rakyat intens menolak di sana-sini. Namun pemerintah tidak mau mendengar. Apalagi mengabulkan permintaan rakyat. Aspirasi yang tidak diindahkan dan tidak membuka kompromi dengan rakyat. Kedua, demokrasi hukum. Asas kedaulatan hukum sangat dilecehkan pemerintah dan DPR. Cara-cara pengesahan DPR yang cacat serta proses hukum yang tidak lazim dalam pembuatan sebuah undang-undang. Terkesan UU pesanan politik dengan ketergesa-gesaan waktu. Omnibus Law bagai bus yang membawa hukum meluncur ke jurang. Ketiga, demokrasi ekonomi. Kekuasaan ekonomi kerakyatan atau pemihakan kepada kaum buruh dilindas habis. Kepentingan pengusaha dan pemilik modal yang lebih diutamakan. Masalah lingkungan hidup juga turut dihancurkan, demi dan investasi konglomerasi licik, picik, culas dan tamak. Sistem ekonmi kapitalisme dibuat semakin mengakar. Keempat, demokrasi budaya. Budaya kekeluargaan, sopan santun, serta menghargai aspek keragaman dan keagamaan telah dirusak penguasa. Pemerintah bertindak keras untuk memproteksi Undang-Undang Omnibus Law. Raksasa buruk muka ini telah merenggut korban berupa penangkapan aktivis sosial dan keagamaan yang kritis kepada penguasa. Omnibus Law adalah wajah dari Pemerintah yang "ndableg' atau "bebal". The government is ignorant. Lucunya untuk kesalahan kebijakan Pemerintah, masih saja mau menyalahkan rakyat atau orang lain atas kebijakannya sendiri yang salah sebagaimana ungkapan Keith Dowding dalam bukunya "It's The Government, Stupid"--How governments blame citizens for their own policies. Menurut Dowding, tanggung jawab itu seharusnya berada di kaki politisi. Politisi yang berada di ruang birokrasi maupun parlemen bertanggungjawab atas Undang-Undang Omnibus Law yang bikin gaduh bangsa ini. Politisi inilah yang pantas disebut pengacau atau bahkan teroris terhadap rakyat. Mereka meneror rakyat dengan fikiran, aturan, alasan, dan ancaman agar rakyat mau menjalankan kebijakan secara sukarela ataupun terpaksa. Ini model politisi yang berkarakter penjajah. Politisi yang merasa benar sendiri seperti ini yang menjadi prioritas untuk dibasmi. Negara akan berpenyakit kronis jika memelihara virus pembuat pemerintahan menjadi bebal. Lampu yang sudah redup hanya dua pilihan untuknya mati atau segera ganti. Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Gatot Sebaiknya Tunda Terima “Bintang Mahaputra”

by Luqman Ibrahim Soemay Puncak Jaya FNN – Kamis (05/10). Pemerintah Jokowi telah memutuskan untuk memberikan prnghargaan “Bintang Mahaputra” kepada Jendral TNI (Purn.) Gagot Nurmantyo. Penghargaan itu diberikan dalam rangka peringatan Hari Pahlawan tanggal 10 Nopember tahun ini. Namun Gatot sebaiknya lebih hati-hati dalam mensikapi rencana pemerintah tersebut. Gatot bisa masuk dalam jebakan batmen. Kalau sudah masuk, susah lagi untuk kerluar. Kalau Gatot salah bersikap terhadap “Bintang Mahaputra” ini, Gatot bisabisa kejebur jurang yang berlumpur. Karena jurangnya berlumpur, maka Gotot susah untuk bangkit lagi mendapatkan simpati publik yang terlanjur kecewa terhadap tata kelola negara di bawah Jokowi yang terkesan amburadul dan amatiran ini. Gatot sebaiknya belajar dari kecerobohan Prabowo Subianto yang tergiur dengan sogokan Menteri Pertahanan serta Menteri Kelautan dan Perikanan. Namun kehilangan pendukung setianya. Prabowo dipastikan kehilangan sekitar 60-70 juta orang yang memilihnya dengan uang sendiri, keringat sendiri dan darah sendiri, dan nyawa sendiri di Pilres 2019 lalu. Prabowo juga kehilangan emak-emak militan, yang menilai Jokowi memimpin negara dengan cara-cara yang amatiran, bahkan amburadul. Prabowo hari ini menjadi barang aneh di telinga emak-emak militan. Hanya karena Prabowo berubah menjadi cebong 24 karat. Prabowo telah terpeleset. Susah untuk bisa bangkit lagi, dan mendapat kepercayaan seperti dulu. Marahnya emak-emak militan kepada Prabowo ini kadang kala bisa berdampak kepada para suami di rumah. Para suami harus hati-hati jika bicara tentang Prabowo. Mendingan bicara tentang kekurangan, daripada bicara kelebihan Prabowo. Para suami kemungkinan bisa dipunggungin untuk sementara saat tidur, bila suaminya kepeleset bicara tentang kehebatan Prabowo. Ingat Syahganda, Jumhur, Anton Dkk Ada empat langkah yang menjadi ciri paling menojol pemerintah Jokowi untuk membungkam oposisi masyarakat sipil (civil sosciety) yang kritis. Targetnya, agar civil society bia diam, atau behenti untuk mengkritisi tata kelola pemerintahan Jokowi yang kacau balau. amatiran dan amburadul ini. Pertama, sogok dengan jabatan. Langkah ini sedidik berhasil. Cotohnya adalah Ali Muchtar Ngabalin, Kapitra Apmera dan Habib Luthfi. Sebelumnya ketika di luar, mereka keras mengkritik pemrintahan Jokowi. Namun begitu dikasih jabatan, langsung diam. Bahkan berbalik menyerang siapa saja kelompok oposisi yang mengkritik pemerintahan Jokowi. Kedua, kalau sogok dengan jabatan tidak mempan juga, langkah berikutnya adalah melakukan tindakan represip dengan penangkapan-penangkatan di sana-sini. Benar atau salah masalah yang dituduhkan, itu urusan nanti. “Yang penting tangkap dulu mereka. Nanti dilepas lagi. Yang penting tangkap dulu, “begitun kata Menteri Atasi Segala Urusan (ASU) kepada aktivis senior yang kebetulan dekat Opung. Ketiga, intip tunggakan pajaknya. Pola ini dugunakan untuk membungkam mereka yang masih menjabat sebagai politisi maupun pengusaha. Umumnya mereka adalah piminan dan mantan pimpinan MPR, DPR dan DPD. Pola yang sama juga dilakukan terhadap anggota-anggota DPR dan DPD yang membandel dan suka kritis terhadap kekuasaan Jokowi. Tidak mengherankan, bila apa saja yang dimaui oleh pemerintah, hampir dipastikan dapat persetujuan dari DPR. Lihat saja Perppu Nomor 1/2020, RUU HIP UU Miner dan UU Cipta Kerja. Suatu ketika Menteri Keuangan pernah mengatakan, kalau untuk pimpinan MPR yang itu (salah satu pimpinan MPR), tinggal kita ingatkan saja, “mas jangan lupa tunggakan pajaknya yaaaaa”. Keempat, berikan penghargaan seperti “Bintang Mahaputra” kepada Pak Gaoto. Selesai upacara terima “Bintang Mahaputra”, lalu foto-foto dengan penerima “Bintang Mahaputra”. Setelah itu disebarkan ke media sosial. Pola ini cukup berhasil, karena pernah dipakai untuk menggandeng Fadli Zon dan Fahri Hamzah (doa F) yang mantan Wakil ketua DPR. Tunggu Keluar Dari Tahanan Langkah terbaik yang perlu dilakukan Pak Gatot sebagai salah satu simbol tokoh opisi moral sekarang ini adalah menunda untuk menerima “Bintang Mahaputra”. Hanya sekedar menuda waktu menerima saja. Bukan menolak “Bintang Mahaputra”. Tunggu waktu yang tepat saja. Waktunya saja yang kemungkinan belum pas untuk Pak Gatot menerima “Bintang Mahaputra” saat ini. Menunda dulu sampai dengan Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, Anton Permana, Kingkin Anida dan teman-teman keluar dari tahanan Bareskrim Polri. Menunda ini untuk menjaga soliditas dan kekompakan oposisi moral. Langkah menunda menerima “Bintang Mahaputra” ini sebagai bentuk penghorman dan tenggang rasa kepada teman seperjuangan Syahganda, Jumhur, Anton, Kingkin dan kawan-kawan. Toh mereka hari ini ditahan hanya karena menjadi bagian dari Komite Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). Komite dari gerakan politik moral, dimana Gatot adalah satu diatara tiga Presidium KAMI, bersama-sama dengan Prof. Dr. Din Syamsudin dan Prof. Dr. Rohmat Wahab. Tidak dapat dipungkiri bahwa KAMI hari ini tampil sebagai gerakan oposisi moral yang sangat ditakuti pemerintah. d\Deklarasi KAMI bermunculan dimana-mana, baik di Provinsi maupun Kabupaten-Kota. Bahkan ada yang di luar negeri. Ini akibat dari gagalnya partai politik tampil mewakili suara dan perasaan rakyat. Partai politik malah menjadi cebong penguasa. Pemerintah berkali-kali berupaya menggalkan deklarasi KAMI di berbagi daerah. Yang terakhir deklarasi KAMI di Jambi yang dihadiri Gatot. Namun makin dihalang-halangi, bukanya semakin takut dan melempam. Malah semakin banyak Provinsi dan Kabupaten-Kota yang mengajukan diri mendeklarasikan KAMI di daerah masing-masing. Gatot Dicopot Itu Tegang Keputusan Presiden Jokowi untuk mencopot Gatot dari Pangliman TNI, dan menggatinya Marsekal TNI Hadi Tjahjanto sangat menegakan. Bukan sebuah pergantian Panglima TNI yang biasa-biasa. Bahkan boleh dibilang paling menegangkan sepanjang sejarah pergantian Panglima TNI. Kejadian yang sangat mempermalukan dengan sengaja, baik pribadi Gatot maupun institusi TNI. Bagaimana tidak. Belum pernah terjadi sepajnag sejarah negeri ini sejak merdeka, ada Panglima TNI yang diganti di tengah jalan, sementara masa dinas aktifnya belum berakhir. Kejadian ini hanya terjadi di eranya Presiden Jokowi. Hanya terjadi pada Jendral TNI Gatot Nurmatyo yang terkenal keras dan kencang menentang bahaya kebangkinan faham-faham komunisme. Itu dilakukan Gatot dengan memerintahkan seluruh jajaran TNI menonton film Gerakan 30 September PKI. Bukan pencopotan Gatot saja. Dua atau tiga hari sebelum dicopot dari Panglima TNI, Gatot baru saja tandatangani rotasi perwira tinggi di kalangan TNI, termasuk pergantian Panglima Kostrad. Namun pergantian itu, kemudian dianulir Panglima TNI pengganti Gatot, Marsekal TNI Hadi Tjahjanto. Terlalu banyak air mata yang berceceran ketika menyaksikan Pak Gatot dicopot dengan cara yang tidak tidak biasanya dari Panglima TNI. Karena belum pernah terjadi pada Panglima TNI sebelumnya. Disana ada air mata prajurit dan mantan prajurit, air mata istri prajurit dan istri mantan prajurit, air mata anak prajurit dan manta anak mantan prajurit, air mata cucu prajurit dan cucu mantan prajurit. Ada juga air mata dari mereka yang anti terhadap faham komunisme. Mereka mungkin saja petani, nalayan, tekang ojek, tukang becak, sopir angkot, karek angkot, abang tuklang bakso, abang penjual sekuteng, abang penjual nasi goreng, abang penjual mie ayam, pedagang sembako di pasar, pedagang ikan di pasar ikan, pedang sayuran, ayam dan daging. Yang kemungkinan menangis ketika itu. Pada saat air mata mereka-mereka yang menetes karena Pak Gatot dicopot dari Panglima TNI dengan cara yang tidak biasanya (karena arogansi kekuasaan) itu belom kering, meskipun sudah berlalu tiga tahun berlalu. Karena yang pejabat mencopot Pak Gatot itu masih berkuasa sekarang. Orang itu pula yang mau memberikan “Bintang Mahaputra” kepada Pak Gatot Selasa 10 Nopember nanti. Pertanyaan yang menggelitik, mengapa baru sekarang Presiden Jokowi atas nama negara memberikan “Bintang Mahaputra” itu kepada Pak Gatot? Mengapa bukan pada 10 Nopember 2018 atau 2019 lalu? Kan Pak Gatot dicopot dari Panglima TNI dengan tragis itu pada Desember 2017 lalu. Untuk itu, sebaiknya Pak Gatot jangan tambah lagi dengan air mata Syahganda, Jumhur, Anton, Kingkin Anisa dan kawan-kawan yang masih di dalam tahanan Bareskrim Polri. Walaupun saya yakin teman-teman saya yang ada di tahanan Bareskrim itu, tidak bakal menangis dengan air mata sesungguhnya. Saya bangga untuk berteman dengan Bang Ganda, Jumhur dan Anton sebagai aktivis hebat. Mereka sudah memikirkan perbaikan bangsa ini sejak masih menjadi mahasiswa akhir tahun 1980-an. Mereka melawan otoritarisme, kezaliman, dan kediktaroran Soeharto sejak menjadi mahasiswa baru. Bahkan ada sudah ditahan Laksusda sejak masih SMA. Itulah resiko perjuangan yang mereka pilih. Sahabat-sahabat saya itu hanya bisa menangis mengukur kehebatan Pak Gatot. Sehebat apa Pak Gatot yang mereka bangga-banggakan? Apakah Pak Gatot itu macan seperti yang mereka banggakan selama ini? Atau hanya ayam sayur yang Pak Gatot istilahkan untuk para aktivis penakut saat menghadapi kezoliman? Jangan sampai Pak Gatot tidak lebih baik dari cabong 24 karat yang bernama Prabowo. Dipastikan bukan saja air mata sahabta-sahabat saya di dalam tahanan Bareskrim yang menetes, tetapi air mata para istri, para anak dan teman-temannya sesama aktivis lintas generasi. Yang sepauruhnya sudah berjuang sejak Malari tahun 1974 lalu. Karena perlawanan civil society terhadap pembungkaman kebebasan berpendapat oleh kekuasan yang otoritarisme itu dimulai sejak Peristiwa Malari 1974. Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id.

Bintang Mahaputera. "Suap Politik" Untuk Gatot Nurmantyo?

by Hersubeno Arief Jakarta FNN - Rabu (04/11}. Jenderal Gatot akan mendapat Bintang Mahaputera. Kabar cukup mengejutkan itu muncul dari cuitan Menkopolhukam Mahdud MD. "Tanggal 10 dan 11 November 2020 Presiden akan menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional (PN) dan Bintang Mahaputera (BM). “ Yang dapat gelar PN antara lain SM Amin dan Soekanto, yang dapat BM, antara lain Gatot Nurmantyo dan Arief Hidayat,” cuit Mahfud MD melalui Twitter, Selasa (3/11). Penghargaan ini tentu saja menimbulkan spekulasi politik dan menjadi pembahasan paling seru di media. Di media sosial analisisnya lebih seru lagi. Bebas merdeka. Mulai dari yang masuk akal, sampai yang paling tidak masuk akal. Namun bila diamati, sebagian besar melihat penghargaan ini dengan pandangan curiga. Gatot bagaimanapun saat ini harus dilihat sebagai figur pemimpin kelompok oposisi yang paling vocal dan diperhitungkan, Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). Bersama Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin dan Ketua Umum Komite Khittah NU 1926 Prof Rochmat Wahab, Gatot menjadi Presidium KAMI. Gatot sering bersuara keras terhadap pemerintah dan pasang badan keberadaan KAMI. Secara terbuka dia menyatakan pemerintahan saat ini dikendalikan oligarki. Kekuasaan yang dkelola sekelompok orang dengan topeng konstitusi. Pada Delarasi KAMI di Tugu Proklamasi (18/8) Gatot dengan lantang menyatakan akan bertanggungjawab secara pribadi, bila ada konskuensi hukum. Pada Deklarasi KAMI di Bandung Gatot juga menantang aparat keamanan bila dianggap makar. Sejak itu aktivitas Gatot bersama KAMI dihalang-halangi dan dibubarkan oleh polisi. Yang paling menggegerkan terjadi di Surabaya. Sejumlah pengunjukrasa menghadang kegiatan KAMI. Polisi bertindak lebih jauh. Seorang perwira menengah dari Polda Jatim masuk ruangan, menghentikan Gatot yang tengah berpidato. Belakangan terungkap pengunjukrasa mengaku sebagai massa bayaran. Tidak cukup hanya sekedar menghalang-halangi dan membubarkan kegiatan, polisi bertindak semakin keras. Sejumlah petinggi KAMI, Jumhur Hidayat, Syahganda Nainggolan dan Anton Permana ditangkap. Di beberapa daerah aktivis KAMI juga harus berurusan dengan polisi. Ketua Komite Eksekutif KAMI Ahmad Yani semula juga mau ditangkap polisi. Namun urung karena Ahmad Yani menolak dan melakukan perlawanan. Belakangan Ahmad Yani dipanggil kembali Bareskrim Polri dengan status sebagai saksi. Belum jelas bagaimana status Ahmad Yani. Apakah hanya sebatas saksi, atau statusnya ditingkatkan menjadi tersangka. Penangkapan para tokoh KAMI itu selain sebagai penggembosan gerakan, juga untuk memberi tekanan psikologis dan menakut-nakuti Gatot Nurmantyo. Tekanan Terhadap Gatot Dalam program ILC TV One Karni Ilyas pernah menanyakan hal itu. Apakah Gatot takut? Dengan lugas Gatot menjawab tidak takut. Sebagai mantan Panglima TNI, Gatot mengaku tidak bisa membayangkan apa dampaknya secara psikologis bagi parjurit TNI dan para yuniornya, bila dia tunduk pada tekanan. Ketika para aktivis KAMI ditangkap, Gatot juga bersikap santai. Dengan lantang dia meminta agar tidak dikasihani. “Mereka aktivis yang sudah teruji dan tahu konskuensi dari perjuangannya,” ujarnya. Jadi, dalam konteks itu, penganugerahan Bintang Mahaputera kepada Gatot dapat dilihat sebagai upaya lain untuk menundukkan Gatot. Tidak mempan ditekan dengan jalan keras, Gatot coba dirangkul. Penghargaan ini semacam gula-gula, “suap politik” terhadap Gatot. Pendekatan stick and carrot. Tongkat pemukul dan wortel. Walaupun momentumnya diberikan bersamaan dengan peringatan hari pahlawan, namun penghargaan itu terkesan tiba-tiba! Ujug-ujug! Kalau diberikan dalam kapasitas Gatot sebagai mantan Panglima TNI, mengapa baru diberikan sekarang? Gatot diganti pada bulan Desember 2017. Sudah hampir tiga tahun berlalu. Pergantiannya kala itu juga terkesan mendadak. Belum waktunya pensiun. Penggantian Gatot juga dibarengi spekulasi karena dia sering tidak sejalan dan berseberangan dengan Jokowi. Salah satunya dalam isu kebangkitan kembali PKI. Gatot kala itu memerintahkan seluruh jajaran TNI untuk menggelar nonton bareng Film G 30 S PKI. Sebuah perintah yang terkesan menantang PDIP sebagai partai penguasa, sekaligus pengusung Jokowi. Pola merangkul lawan politik ini sebelumnya juga pernah dilakukan pemerintahan Jokowi. Dua orang mantan wakil ketua DPR, Fahri Hamzah dan Fadlizon juga mendapat penghargaan serupa. Penghargaan diberikan bersamaan peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-75 bulan Agustus lalu. Infonya juga lebih dulu dibocorkan oleh Mahfud MD. Duo F —begitu Fahri dan Fadli biasa dipanggil— selama ini selalu menyampaikan kritik keras terhadap pemerintahan Jokowi. Penghargaan ini sebenarnya biasa saja. Diberikan kepada para mantan pemimpin lembaga negara. Namun dimanfaatkan untuk kepentingan strategi dan komunikasi politik. Bagaimana sikap Gatot? Apakah dia akan menerima penghargaan itu, atau menolaknya? Posisi Gatot jelas sangat dilematis. Sangat ironis bila dia bersedia menerima penghargaan dari sebuah rezim yang memenjarakan para aktivis yang berjuang bersamanya di KAMI. Sebagai seorang komandan, dia pasti sadar tengah dipisahkan dari pasukannya. Dia sedang dilumpuhkan. Kekuatannya sedang dilucuti. Sikap ini bisa meruntuhkan moral, sekaligus memecah belah kekuatan KAMI. Sebaliknya bila menolak, Gatot benar-benar menunjukkan sikap berdiri diametral berhadapan dengan pemerintah. Risikonya pemerintah bisa bertindak lebih keras. Sangat mungkin Gatot sendiri yang akan menjadi targetnya. Di sisi mana Anda akan berdiri Pak Jenderal?! End Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id.

Tanda Tangan Presiden Pertaruhkan Nasib 270 Juta Rakyat

by Tony Rosyid Jakarta FNN – Rabu (04/11). Fatal dan konyol bangat. Begitulah persepsi publik terhadap Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Ada banyak masalah terkait materi dan proses. Disaat mata seluruh rakyat Indonesia memperhatikan, dan sebagian besar melakukan protes besar-besaran terhadap UU Ciptaker ini, presiden menandatangani naskah yang salah. Dimana letak kesalahannya? Perhatikan dengan cermat pasal 5 dan 6 UU Ciptaker ini. Pasal 5. Ruang lingkup sebagaimana dimaksud pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait. (Catatan: "Tidak ada masalah"). Pasal 6. Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud pada pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi a. penerapan perizinan berusaha berbasis resiko, b. penyederhanaaan persyaratan dasar perizinan berusaha, c. penyederhanaan perizinan berusaha sektor, dan d. Penyederhanaan persyaratan investasi. (Catatan: "Bermasalah") Perhatikan baik-baik bunyi pasal 6 yang merujuk pasal 5 ayat (1) huruf a, b, c. Padahal, di pasal 5 tidak ada ayat (1) huruf a, b, c. Ini fatal. Kalau ini dianggap sekedar salah ketik, kesalahan administrasi, keliru! Ini undang-undang boss. Nasib anak bangsa, organisasi, korporasi, dan negeri ini ada di undang-undang. Salah titik atau koma saja, bisa sangat bermasalah di tingkat penafsiran, implementasi, tuntutan jaksa dan keputusan hukuman oleh hakim nantinya. Apalagi salah merujuk. Yang lebih fatal lagi, kesalahan ini terjadi saat UU Ciptaker sedang diprotes, didemo, digugat. UU yang mendapat perhatian hampir seluruh rakyat Indonesia. Ini gegebah, ceroboh dan seperti main-main saja dalam mengurus negara. Bagaimana mungkin nasib bangsa nggak amburadul jika cara mengurus bangsa terkesan asal-asalan dan amatiran seperti ini. Perlu juga ditelusuri, siapa yang bertanggung jawab atas kesalahan ini. Apakah kesalahan ini hanya ada pada pihak istana yang tidak cermat, atau nggak sempat membaca UU Ciptaker ini? Pasti tidak. Sebab, sebelum sampai ke meja presiden, naskah UU masuk dulu ke Sekretariat Negera (Setneg). Rakyat nanya, Setneg yang tidak cermat atau tidak baca? Begini amatirkah Setneg yang bertugas menjadi penjaga benteng administrasi negara Indonesia? Rakyat jadi bertanya lagi, ini kesalahan yang pertama kali, atau apakah seperti ini proses yang selama ini terjadi bertahun-tahun di istana? Setneg ceroboh, presiden tidak cermat. Semuanya mengrus negara dengan cara-cara yang sangat amatiran. Atau karena terlalu bersemangat dan hanya fokus pada pasal-pasal tertentu yang dianggap prioritas bagi istana dan DPR saja? Lalu melupakan atau abai terhadap pasal-pasal lain? Akibatnya menimbulkan kesalahan yang fatal. Kalau orang terlalu fokus, biasanya telinga nggak terlalu peka dengan suara di sekelilingnya. Wajar saja kalau demo nggak kedengeran ke istana. Perlu ditelusuri, kesalahan ini hanya ada di Setneg dan istana? Atau memang sudah ada sejak di Badan Legislasi (Baleg) DPR? Wajar jika rakyat menaruh curiga. Mengingat banyak anggota fraksi nggak baca naskah UU-nya saat sidang pengesahan. Bahkan ada banyak versi terkait jumlah halaman. Jika kesalahan terjadi sejak dari baleg DPR, maka bisa dipahami kalau proses legislasi di negeri ini memang sangat bermasalah. Belum lagi soal jumlah halaman. Dari baleg DPR berjumlah 812 halaman. Yang diteken presiden 1.187 halaman. Apakah memang karena ukuran kertas atau fontnya yang berbeda? Atau redaksinya memang berbeda? Nah, DPR dan pihak istana tidak memberi penjelasan secara rinci soal ini. Bagaimana mau menjelaskan, kalau tidak membaca, atau baca tapi nggak cermat? Kesalahan ini tak boleh terulang lagi. Jika UU keliru dan presiden salah tanda tangan, maka nasib 270 juta rakyat Indonesia dipertaruhkan. Lalu, apa yang harus dilakukan pemerintah sebagai bentuk tanggung jawabnya? Pertama, minta maaf, dan berikan penjelasan yang jujur atas kesalahan ini. Tak perlu malu-malu karena menjadi penguasa. Rakyat pasti bisa memaafkan. Meski butuh waktu untuk memaafkan. Kedua, keluarkan Perppu untuk membatalkan UU No 11/2020 tentang Ciptaker ini. UU terkait Ciptaker bisa diusulkan kembali jika pertama, situasi sudah reda. Kedua, tidak lagi mengulangi kesalahan formil maupun materiil. Ketiga, libatkan semua pihak yang berkompeten dan terdampak jika UU Ciptaker disahkan. Lebih baik ditunda dari pada berpotensi mamperbesar masalah dan risiko. Toh negeri ini tidak akan collaps dan bubar jika tidak ada UU Ciptaker. Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa.