Siapa Menteri Ketiga Diambil KPK?

by M Rizal Fadillah

Bandung FNN – Ahad (06/12). Setelah Menteri Kelautan dan Perikanan Eddy Prabowo, salah satu kader terbaik Partai Gerindra terjerat korupsi benih lobster (benur), kini giliran Menteri Sosial Juliari Peter Batubara, salah satu kader terbaik dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ketam Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dikabarakan marah-marah atas kelakuan “anak selokan" terbaik binaannya. Entah dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Apakah juga ikut marah-marah atau seperti Prabowo terhadap Edhy Prabowo, atau tidak atas kerjaan dan kelakuan Wakil Bendahara Umum PDIP ini.

Marah-marah itu bisa karena mencemarkan nama baik pribadi Ketum atau partai. Namun bisa juga karena cara kerja mencuri yang kok bisa ketahuan. Apapun itu, ketika awal ramai penyusunan Kabinet Pemerintahan Jokowi, partai-partai berlomba untuk menempatkan kadernya di posisi-posisi yang dianggap basah, penting dan strategis. Pertengkaran antar koalisi kadang hanya disebabkan memperebutkan posisi basah dan kering seperti ini.

Setelah Menteri dari Gerindra dan PDIP terjerat korupsi, timbul pertanyaan kader partai mana lagi yang menjadi target berikutnya dari KPK. Pertanyaan aneh, tetapi wajar saja sebab semua juga tahu bahwa kader-kader partai yang ditempatkan pada jabatan-jabatan pemerintahan, baik di Kementrian maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak dapat dipisahkan dari misi partai, baik pengaruh maupun untuk pengisi kas partai.

Presiden Jokowi tentu saja tidak tuli dan buta pada kepentingan partai. Terutama melalui pembagian jabatan di pemerintahan. Jadi, logisnya Presiden mampu memainkan ritme dan fluktuasi politik di lingkungan internal pemerintahan. Kejaksaan Agung atau KPK bukan barang yang steril.

Toh, Dewan Pengawas KPK bisa menjadi jembatan komunikasi yang bagus dengan pusat kekuasaan. Maknya publik mungkin ragu, jika tertangkapnya dua menteri Edhy Prabowo dan Juliari Peter Batubara adalah kejutan bagi Presiden Jokowi. Keraguan yang wajar-wajar saja.

Dua partai yang juga potensial untuk diredam oleh aksi KPK berikutnya yaitu Partai Golkar dan Nasdem. Kedua partai ini mulai "nakal". Nasdem mulai aktif mendekati Anies Baswedan yang selama ini menjadi "musuh utama istana". Sedangkan Golkar, disamping tidak dukung prolegnas RUU HIP, juga memiliki tapak pada Jusuf Kalla (JK) yang membuat poros politik baru JK-Surya Paloh-Anies-HRS. JK adalah sesepuh dan mantan Ketum Partai Golkar.

Untuk satu tahap, Jokowi dapat sukses menekan dan meredam KPK. Tetapi kondisi ini dapat menjadi api dalam sekam. Jika partai-partai pendukung mulai gerah karena kader-kadernya digoyang terus, maka pemerintahan Jokowi akan menjadi "tidak lagi berpartai". Kondisi akan rawan pula untuk digoyahkan ke depan. Secara politik terbuka ruang balas dendam.

Dua Menteri dihajar korupsi suap. Apakah suap model seperti ini hanya dilakukan dua Menteri itu saja? Patut diduga tidak mungkin. Perlu dilakukan pengusutan yang menyeluruh. Pesiden harus meminta KPK, baik langsung maupun melalui Dewan Pengawas untuk bekerja keras seobyektif mungkin. Akan tetapi sebenarnya persoalan berat yang dihadapi adalah apakah Presiden juga bersih?

Kini kita tunggu saja siapa menteri ketiga yang telah masuk agenda "permainan" bongkar-bongkar borok demi kepentingan politik ini? Satu catatan terpenting adalah bahwa pertarungan internal telah dimulai.Ke arah mana angin akan berhembus?

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.

975

Related Post