ALL CATEGORY
Misteri Hukum Politik Dibalik Omnibus Law
Oleh Raditya Mubdi Jakarta, FNN – Metode Omnibus Law sebagai pilihan pemerintah untuk menyederhanakan puluhan undang-undang dan ribuan pasal menuai pro dan kontra di masyarakat. Selain materi Rancangan Undang-Undang (RUU), prosedur omnibus law ini dianggap tidak lazim di Indonesia yang memiliki latar belakang hukum civil law atau disebut eropa continental. Omnibus Law merupakan metode pembentukan peraturan perundang-undangan yang menyederhanakan beberapa undang-undang sekaligus menjadi satu undang-undang. Sehingga ada yang menggunakan istilah beleid sapu jagat. Metode omnibus law ini sering digunakan di negara-negara yang sistem hukumnya common law. Sementara indonesia sebagai negara penganut sistem hukum civil law memiliki cara dan teknis berbeda dalam perubahan peraturan perundang-undangan. Hal ini menjadi pertanyaan publik. Sebab tidak biasa terjadi. Sekalipun ada beberapa ahli hukum yang membangun argumentasi terkait penerapan omnibus law sebagai sistem hukum common low secara teknis untuk mendukung pemerintah dalam penerapan omnibus law di indonesia, tetap saja terlihat tidak normal dalam sistem hukum di indonesia. Ibarat duren berbuah mangga. Hal ini bukan suatu terobosan normal. Melainkan rekayasa dengan metode hibridisasi dua komponen sistem hukum yang berbeda. Artinya terdapat latar belakang yang sangat fundamental dari kebijakan pemerintah tersebut. Tidak dapat dipungkiri, di alam demokrasi seperti Indonesia. Politik sangat berperan penting untuk memperkuat kekuasaan. Itulah hukum politik di indonesia. Jika penyederhanaan peraturan perundang-undangan yang dilakukan pemerintah melalui revisi, maka memakan waktu yang cukup lama. Begitu juga dengan anggaran yang dikeluarkan sangat besar, karena berkaitan dengan revisi puluhan undang-undang tersebut. Jika pemerintah memutuskan untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu), sebenarnya sangat mudah dan sederhana. Namun sangat berisiko secara politik dikemudian hari. Sehingga bisa jadi omnibus law sebagai jalan pintas untuk meredam semua risiko yang akan dihadapi. Inilah ranah teka-teki hukum politik yang dihadapi. Jika kita tilik lebih dalam, apa sesungguhnya yang paling urgent dari kebijakan pemerintah ini? Sehingga harus membutuhkan omnibus law sebagai alat konsolidasi politik yang strategis? Sekalipun memiliki kewenangan hukum, namun pemerintah tidak berani mengambil resiko secara sepihak. Butuh dukungan politik untuk legitimasi kebijakan yang dikeluarkan melalui omnibus law ini. Istilahnya, menabrak sistem hukum saat ini tak mengapa. Jika dibandingkan dengan di kemudian hari menjadi bumerang yang berakibat gejolak politik yang sangat fatal. Hari ini dapat dilihat reaksi dari berbagai kepentingan dalam masyarakat terhadap RUU omnibus law. Bukan saja dari kalangan para buruh, beberapa elite pun turun gelanggang berkomentar terkait kebijakan pemerintah mengajukan RUU omnibus law ini. Mereka beranggapan kebijakan pemerintah melalui RUU omnibus law sangat merugikan beberapa komponen masyarakat dan menguntungkan investor dan pengusaha. Selain itu, kebijakan ini dianggap menabrak aturan yang ada. Penulis adalah Fungsionaris PB HMI
Kasus Imam Nahrawi, Pintu Masuk Skandal KONI Daerah!
Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Siapa yang tidak kenal dengan Imam Nahrawi? Namanya mulai mencuat sejak menjadi Ketua DPW PKB Jatim. Jejak digital mencatat, Minggu (20/7/2008), bersama PKB kubu Muhaimin Iskandar, ia bersukaria atas kekalahan KH Abdurrahman Wahid. Mereka melakukan syukuran paska kemenangan kubu Imin setelah MA menolak kasasi PKB kubu Gus Dur itu. Ia mencukur gundul rambutnya. Ketika itu, Ketua Dewan Syuro, KH Azis Mansyur sendiri yang memotong rambut Imam. Itulah jejaknya. Setelah 11 tahun aksi gundul itu, Menpora Imam Nahrawi harus menjadi pesakinan dan telah ditetapkan KPK karena diduga menerima gratifikasi senilai Rp 16,5 miliar dari KONI sebagai commitment fee pengurusan pencairan dana hibah Kemenpora. Kasus dugaan tipikor pemberian dana hibah KONI ini telah sampai pada penetapan Menpora Imam Nahrawi sebagai tersangka oleh KPK. Sebelum Imam, KPK telah menjerat lima orang tersangka kasus dana hibah tersebut. Mereka adalah Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy, Bendahara Umum KONI Johnny E. Awuy, dua staf Kemenpora yakni Adhi Purnomo dan Eko Triyanto, serta Mantan Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora, Mulyana. Ending dan Johnny telah divonis bersalah oleh majelis hakim tipikor. Ending selaku Sekjen KONI dihukum 2 tahun delapan bulan penjara, sementara Johnny sebagai Bendahara Umum KONI divonis penjara 1 tahun delapan bulan. Selain itu, Adhi Purnomo, Eko Triyanto, dan Mulyana juga baru saja menerima vonis majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta pada 12 September 2019 lalu. Tanda-tanda Imam bakal menjadi tersangka seusai Sesmenpora Gatot Dewa Broto diperiksa dalam penyelidikan KPK, Jum’at (26/7/2019). Saat itu Gatot mengaku diperiksa KPK terkait pengelolaan anggaran di Kemenpora. “KPK ingin tahu tentang pola pengelolaan anggaran dan program sepanjang tahun 2014 sampai dengan 2018. Kenapa harus saya? Karena saya sebagai Sesmenpora,” kata Gatot. Alhasil, ungkap KPK, Imam menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp 26,5 miliar sepanjang pada 2014 hingga 2018. Isyarat penetapan tersangka kepada Imam sudah mulai tercium sejak KPK tiba-tiba menahan asisten pribadinya, Miftahul Ulum, Rabu (11/9/2019). Saat itu, penetapan tersangka pada Ulum belum diumumkan KPK. Sepekan setelah menahan Ulum, KPK pun akhirnya mengumumkan Ulum dan Imam sebagai tersangka. Fantastis nilainya! Total uang Rp 26,5 miliar yang disangkakan sebagai gratifikasi yang telah diterima mantan Menpora Imam Nahrawi sepanjang tahun 2014 hingga 2018 itu tentu bukan hanya dipakai Imam pribadi. Pasti juga mengalir ke pihak lain. Jum’at (14/2/2020) Imam mulai disidangkan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Dalam perkara suap KONI itu, KPK menetapkan Imam dan asisten pribadinya Miftahul Ulum sebagai tersangka. Imam disangka menerima uang sebesar Rp 26,5 miliar. Uang itu diduga merupakan imbalan atas pengurusan proposal hibah yang diajukan KONI kepada Kemenpora TA 2018, imbalan sebagai ketua Dewan Pengarah Satlak Prima, dan penerimaan lain yang berhubungan dengan jabatan Imam sebagai Menpora. Uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Menpora dan pihak lain yang terkait. Dalam rentang 2014-2018, Menpora melalui Ulum diduga telah menerima uang sejumlah Rp 14,7 miliar. Menurut Jaksa KPK Ronald Worotikan, selain penerimaan uang, dalam rentang waktu 2016-2018, Imam diduga juga meminta uang sejumlah total Rp 11,8 miliar. Imam dan Ulum disangka melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 12 B atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Melansir Tempo.co, Jumat (14 Februari 2020 13:13 WIB), Imam menyebut bahwa dakwaan yang dibacakan JPU KPK fiktif. “Banyak narasi fiktif di sini, nanti kami akan lihat,” kata Imam usai menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (14/2/2020). Hibah Daerah Skandal korupsi Dana Hibah KONI yang menjerat Imam Nahrawi Cs tersebut berpotensi merembet ke daerah. KONI Provinsi yang berpotensi dijaring KPK dan Kejaksaan, yaitu yang banyak melakukan Kontrak Atlet untuk PON 2008, 2012, dan 2016. Dalam setiap penyelenggaraan PON pasti terjadi Transfer Atlet Nasional antar provinsi yang menggunakan Dana Hibah Olahraga dari Pemprov. Padahal, Dana Hibah Olahraga Provinsi itu targetnya untuk Pembinaan Atlet Daerah. Kalau lembaga penegak hukum tak mampu mengungkap dan seret Pengurus KONI Provinsi ke penjara, berarti ada sistem hukum yang “salah urus”. Karena, ada banyak atlet provinsi lain yang ditransfer untuk PON. Penyelewengan Dana Hibah Olahraga Daerah semakin besar dilakukan oleh KONI Provinsi di posisi 3 besar PON 2008, 2012, dan 2016. Ketiga besar PON itu adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Ketiga daerah dipastikan melakukan penyelewengan Dana Hibah Olahraga dari Pemprovnya. Untuk fee transfer dan kontrak atlet nasional dari provinsi rival. Nilainya terbanyak dibanding daerah lain. Kasus korupsi Imam Nahrawi itu hanya sebagai pintu masuk. Karena nilainya kecil. Ini justru yang terbanyak itu terjadi di daerah. Penyelewengan yang dilakukan KONI Provinsi tersebut berkendok permainan kontrak pemain. Tapi, kebocoran yang terjadi mencapai ratusan miliar rupiah pada setiap tahun. Konon, KPK dan Kejaksaan sedang “membidik” ini. KONI Daerah yang jadi target pengungkapan korupsi Dana Hibah Olahraga dari Pemprov itu adalah: tiga besar PON 2008, 2012, dan 2016. Ketiga daerah peserta kontingen PON 2008, 2012, dan 2016 itu yang banyak kontrak atlet nasional milik provinsi lain. Karena, dana Hibah Olahraga dilarang digunakan untuk bayar Fee Transfer dan kontrak pemain. UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, PP Nomor 16, 17, dan 18 Tahun 2007 sudah memastikan dana Hibah Olahraga hanya untuk Pembinaan Atlet Daerah. Bukan Dana Transfer Atlet! Dalam setiap penyelenggaraan PON, dipastikan terjadi transfer atlet nasional antar provinsi yang menggunakan Dana Hibah Olahraga. Kalau mulus tanpa manuver politik, semua KONI Daerah siap-siap dijerat terkait Dana Hibah yang diselewengkan untuk fee transfer atlet. Modusnya, pengembalian Sisa Dana dari Kwitansi tersebut menggunakan Rekening Pribadi Bendahara Umum KONI Provinsi. Tujuannya, supaya tidak terlacak. Kwitansi berstempel KONI Provinsi itu Bernilai A, yang diterima atlet 1/3A - 1/2A, sisanya wajib dikembalikan. Kabarnya, bukti skandal Dana Hibah KONI Provinsi itu sudah di tangan institusi penegak hukum. Termasuk Kwitansi dan Rekaman Video. Indra Gunawan, 31 tahun, adalah salah satu atlet renang nasional yang pada PON 2016 lalu membela kontingen Jawa Timur. Ia dikontrak Jawa Timur bersama beberapa atlet nasional lainnya seperti Glenn Victor Sutanto. Mengutip Kompas.com (11/02/2016, 20:07), Indra Gunawan merupakan peraih satu-satunya medali emas buat tim renang Indonesia di ajang SEA Games di Singapura, Juni 2015. Ketika itu Indra meraih medali emas di nomor 50 meter gaya dada. Indra Gunawan yang dikontrak Jatim setelah pindah dari Sumatera Utara adalah salah satu bukti adanya kontrak atlet antar provinsi. Penulis wartawan senior.
Klenik Istana; Apes Jokowi di Kediri
Oleh Dimas Huda Jakarta, FNN - Kudus dan Kediri adalah dua daerah yang amat penting bagi Indonesia. Sayang, tandem Kota Kretek ini dimitoskan “angker” bagi pejabat tinggi, termasuk presiden. Dua daerah ini adalah lumbung duit. Pada 2019, pabrik rokok di Kudus menyetor Rp31,79 triliun ke negara. Sedangkan Kediri setor Rp20,69 trilliun. Lucunya, Kudus dan Kediri dianggap daerah yang perlu “dihindari” oleh pejabat tinggi. Dua daerah itu dimitoskan sebagai daerah “wingit”. Suci dan keramat. Juga angker. Pejabat tinggi, termasuk presiden, mesti menghindari dua daerah ini jika ingin kekuasaanya langgeng. Tak sedikit yang mempercayai mitos dan klenik seperti itu, tak terkecuali orang-orang terdidik di Istana, macam Menteri Sekretaris Kabinet, Pramono Anung. Presiden Joko Widodo membatalkan kunjungannya ke Kediri atas saran orang-orang di sekelilingnya. "Terus terang saya termasuk yang menyarankan Bapak Presiden tidak ke Kediri. Saya yang menyarankan," kata Pramono di depan para kiai sepuh pengasuh Ponpes Hidsyatul Mubtadien, Lirboyo, Kediri, Sabtu (15/2). Menurutnya, Kediri merupakan wilayah yang “wingit” untuk didatangi presiden. Pramono datang bersama Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, dan Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono. Para pembantu presiden ini meresmikan rumah susun sewa atau rusunawa di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur. Pramono lalu mengungkap mitos, bahwa Presiden keempat RI, KH Abdurrahman Wahid, atau Gus Dur sempat berkunjung ke Kediri. Setelah itu, ada gejolak di Ibu Kota hingga terjadi pelengseran Gus Dur dari kursi Presiden RI. Menurut Pramono, wingit tersebut tidak berlaku untuk Wakil Presiden RI. Oleh karenanya, ia tidak pernah melarang Wakil Presiden, Ma'ruf Amin, apabila hendak berkunjung ke Kota Tahu tersebut. "Kalau Pak Wapres biasanya tidak apa-apa," sebutnya. Kejujuran Pramono ini boleh jadi mengundang senyum sinis. Buktinya, linimassa Twitter pun langsung heboh oleh tagar #JokowiTakutKediri setelah itu. Warganet ramai menuliskan tagar tersebut melalui cuitannya. Kurang dari dua hari sejak Pramono menunjukkan kepolosannya itu, lebih dari 5.000 cuitan yang memakai tagar tersebut. "Kutukannya cukup jelas, siapa kepala negara yang tidak suci benar masuk wilayah Kota Kediri maka dia akan jatuh," jelas Kiai Ngabehi Agus Sunyoto. Sebab ini kah #JokowiTakutKediri?. Ayo Pak Jokowi jangan percaya klenik #JokowiTakutKediri," kata @Raj4Purwa. Sementara itu, warganet lain meminta agar Jokowi membuktikan kebenaran mitos tersebut. @husni80 mencuit, "Kenapa #JokowiTakutKediri. Padahal kediri kuat akan nuansa sejarah jaman dahulu ...Karena disanalah dahulu pasukan China dipermalukan. Jadi kenapa #JokowiTakutKediri. Kan selalu bangga dgn slogan ... Jas Merah, Jangan lupakan sejarah". Kartikea Singha Faktanya, mitos itu memang banyak yang percaya. Apalagi dengan dibumbui contoh presiden yang apes gara-gara menginjakkan kaki di Kediri. Konon, dari daftar enam presiden RI, hanya tiga presiden yang berani datang ke Kota Kediri yaitu, Sukarno, B.J. Habibie, Gus Dur dan Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY. Tiga presiden ini dilengserkan sebelum jabatannya tuntas. Jatuhnya orang nomor satu di Indonesia itu ada yang mengkait-kaitkan dengan kutukan Raja Kalingga, Kartikea Singha. Dalam Babad Kadhiri diceritakan dalam kutukannya itu, Kartikea mengatakan, setiap kepala negara yang tidak memiliki hati suci maka akan jatuh atau lengser. Ada beberapa tempat di Kediri yang diyakini masyarakat tidak boleh dilewati oleh raja atau pun presiden. Daerah itu antara lain, Simpang Lima Gumul, Jembatan Lama, dan Sungai Brantas. Gus Dur dilengserkan dari posisinya secara politik, tiga hari setelah melakukan kunjungan ke Pesantren Lirboyo Kediri. Tiga bulan pasca kunjungan ke Kediri, B.J. Habibie, juga harus merelakan jabatannya karena legitimasi pemerintahannya dianggap sangat lemah. Hanya saja, mitos itu tidak berlaku bagi Presiden SBY. Ia pernah mengunjungi Kediri dan Blitar ketika terjadi letusan Gunung Kelud pada tahun 2007. Bukannya lengser, SBY malah kembali terpilih menjadi presiden kedua kalinya pada 2009. Kudus Selain Kediri, Kudus juga dianggap “wingit”. Bukan hanya presiden, para pejabat tinggi macam menteri juga mikir seribu kali untuk sekadar melewati Kota Kretek ini. Pada 10 Agustus 2016, Jokowi membatalkan kunjungannya ke Pati juga gara-gara mitos seperti itu. Soalnya, jika melalui jalan darat, ke Pati berarti harus melalui Kudus, daerah “wingit” itu. Kudus dianggap “keramat” terkait dengan cerita tentang Rajah Kolocokro atau Kalacakra. Ini adalah rajah yang dibuat Sunan Kudus untuk melindungi muridnya Harya Penangsang. Tujuan rajah tersebut dibuat agar para raja atau pemimpin kerajaan yang melewati menjadi rakyak biasa. Konon, Sunan Kudus memasang rajah itu di pintu masuk Menara Kudus. Siapapun yang melewati pintu tersebut, apabila mempunyai kekuasaan, jabatan atau posisi yang tinggi, akan jatuh. Rajah ini dipasang saat terjadi konflik politik di Kerajaan Pajang yang dipimpin Sultan Hadiwijaya. Sunan Kudus membuat Rajah Kalacakra diletakkan di gerbang masuk Menara Kudus. Siapapun yang melewati akan kehilangan kadigdayan. Diharapkan Hadiwijaya melewati rajah itu, ternyata dia lewat jalan lain. Justru Haryo Penangsang yang lalai, dan melewati gerbang tersebut. Celaka dia setelahnya. Masyarakat luas mengaitkan hal itu dengan cerita rakyat bahwa Sunan Kudus telah memasang Rajah Kalacakra di gerbang atau pintu masuk menuju masjid yang juga bisa mengakses ke makam. Rajah itu, konon, mampu melemahkan semua kekuatan atau daya linuwih seseorang. Bahkan dipercaya, penguasa akan segera kehilangan kekuasaannya jika melewati rajah itu. Demikian pula bagi pejabat. Hingga saat ini, cerita itu masih terus berkembang, dilestarikan dan dikukuhkan. Banyak pejabat dan politisi yang kemudian yang tidak mau ambil resiko setelah datang ke Masjid Menara Kudus akan kehilangan pengaruh dan kekuasaannya. Apalagi mereka juga tidak tahu di pintu yang mana dulu Sunan Kudus memasang doa saktinya. Bahkan tak hanya di pintu itu. Memasuki kota Kudus dianggap sama risikonya. Oleh mereka yang percaya mitos ini lalu mengait-kaitkan jatuhnya Gus Dur juga karena datang ke Kudus. Kala itu, Gus Dur mengunjungi kiai sepuh di Kudus dan selang tak berapa lama ia harus lengser. Pada era Orde Baru, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef juga beberapa menteri lainnya, jatuh setelah mengunjungu Kudus. Pada akhir September 2017, Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo, nekat mendatangi Makam Sunan Kudus untuk mengikuti prosesi puncak Buka Luwur. Nyatanya, dia terpilih kembali. ”Lha sampeyan percaya? Percaya dengan hal itu (mitos pejabat akan lengser jika melewati gapura Menara Kudus)?” kata Ganjar Pranowo dengan nada agak tinggi saat ditanya wartawan terkait mitos tersebut. Ganjar tidak menghiraukan mitos tersebut. Baginya, dia datang ke Menara Kudus dengan tujuan baik. Yakni menghormati prosesi Buka Luwur. Terlebih tradisi itu bisa terus berjalan hingga sekarang. Sunan Kudus memang memasang rajah kalacakra. Tujuannya agar orang yang datang ke Masjid Menara Kudus, fokus untuk beribadah kepada Allah SWT. Caranya bagaimana? Dengan melepas semua nafsu dan keinginan untuk berkuasa. Jika tidak, maka kesaktian, jabatan, dan kedudukan si penggede akan hilang. Kurang Percaya Kembali ke Kediri. Pengasuh Ponpes Putra Putri HM-HMQ Lirboyo, KH. Abdullah Kafabihi Mahrus, berpendapat tidak ada kaitan antara presiden yang lengser dengan kunjungannya ke wilayah Kediri. "Ya kalau kami-kami itu, orang pesantren itu dalam hal-hal demikian ya kurang percaya. Kami lebih percaya dengan Allah," kata Kiai Kafabihi kepada Suara.com di kediamannya di Lirboyo, Senin (17/2). Menurut Kafabihi, mitos seperti itu perlu diluruskan. Jika tidak, maka dikhawatirkan akan merusak akidah. "Kadang-kadang kita lupa dengan Allah, harus ada pelurusan," katanya. Kalaupun masyarakat mempercayai mitos itu, Kiai Kafabihi meyakini ada penangkalnya. Caranya dengan berdoa dan bertawakal kepada Allah, dengan cara itu mitos tersebut dipastikan luntur. "Yang lebih kuasa, yang lebih segala-galanya adalah Allah. Kalau Allah tidak menghendaki, tidak akan terjadi," ucapnya. Persoalannya adalah, Jokowi dan penghuni Istana lebih mempercayai mitos itu ketimbang penangkalnya. Penulis wartawan senior.
Parpol: Di Bawah Lindungan Para Taipan
Oleh Hersubeno Arief Jakarta, FNN - Ketua MPR Bambang Soesatyo buka rahasia sangat besar! Tapi sebenarnya kalau mau jujur, sudah bukan rahasia. Kita sudah sama-sama tahu. Untuk menguasai partai politik, kata Bamsoet, seorang pemodal cukup merogoh kantong tak lebih dari Rp 1 Triliun! Artinya dengan jumlah parpol yang lolos ambang batas parlemen hanya berjumlah 9, maka untuk menguasai parlemen secara penuh hanya butuh modal Rp 9 Triliun. Jumlahnya jauh lebih sedikit, karena untuk menguasai parlemen tak perlu semua partai harus dibeli. Cukup dua pertiga suara saja. Pilih 3-4 parpol dengan suara tertinggi. Jadi modalnya kira-kira hanya Rp 5-6 Triliun mereka sudah bisa menguasai Indonesia. Murah bukan? Dengan menguasai parpol, menguasai parlemen, maka para pemodal bisa menentukan siapa yang menjadi Presiden, Menteri, Panglima TNI, Ketua KPK, Kapolri, Gubernur, Bupati, Walikota dan berbagai jabatan publik lainnya. Tentu saja termasuk pimpinan MPR, DPR dan DPD. Ongkos tambahan diperlukan ketika berlangsung pilkada, pemilihan jabatan publik melalui DPR, dan puncaknya yang paling besar ketika berlangsung pilpres. Sejumlah pengamat pernah menyebut untuk maju pilpres, seorang kandidat setidaknya membutuhkan dana Rp 7 Triliun. Tapi melihat praktik Pilpres 2019 lalu, jumlah yang dibutuhkan jauh lebih besar dari itu. Bagi pemilik modal, angka tersebut tetap saja murah, mengingat yang akan dia kuasai adalah Indonesia. “Jika partai politik dikuasai, maka dia akan menguasai parlemen, jika dia kuasai parlemen maka dia akan kuasai pasar-pasar dan sumber daya alam kita, dan dialah yang berhak mengusung siapa pemimpin kita,” ujarnya. Dalam bahasa yang lebih lugas, Bamsoet ingin mengatakan parpol dan para pejabat kita sesungguhnya tidak lebih hanya sekedar proxy, boneka dari para pemilik modal. Mereka adalah orang-orang yang dimodali untuk menjalankan agenda kepentingan para pemilik modal. Urusannya tidak jauh-jauh penguasaan sumber daya alam dan ekonomi melalui politik kekuasaan. Bamsoet menjamin apa yang dikatakannya sahih. Berdasarkan pengalaman sekian puluh tahun terjun di dunia politik. Dia juga pernah mencoba maju menjadi ketua umum Golkar. Namun melalui lobi-lobi, tarik ulur dan tekanan politik dia harus mengalah ke Airlangga Hartarto. Tidak gratis. Kompensasinya dia mendapat posisi sebagai Ketua MPR dan Wakil Ketua Umum Golkar. Sebelumnya Bamsoet jug pernah menjadi Ketua DPR. Sebuah posisi yang hanya bisa diraih melalui proses lobi-lobi politik yang tidak gratis juga. Jadi sekali lagi apa yang dikatakan Bamsoet dapat dipastikkan, dijamin sahih. Bukan hoax, apalagi fitnah. Siapa para pemilik modal itu? Kalau melihat angkanya dalam jumlah triliunan, maka sebenarnya tidak banyak orang Indonesia yang memilikinya. Mereka adalah sekelompok kecil orang kaya Indonesia. Mereka punya kepentingan politik agar bisnisnya tetap terjaga dan bisa lebih menggurita. Siapa para orang kaya itu. Datanya terbuka. Setiap tahun majalah Forbes melansir daftar 100 orang terkaya di Indonesia. Dipastikan pemainnya tidak jauh-jauh dari mereka. Di posisi 10 besar urutan pertama ditempati mantan pemilik pabrik rokok Djarum R Budi dan Michael Hartono. Jumlah kekayaan: US$37,3 miliar (Rp526,11 triliun). Berikutnya pemilik PT Sinar Mas Group Widjaja Family (2). Jumlah kekayaan: US$9,6 miliar (Rp135,4 triliun). Pengusaha hutan dan Petrokimia Prajogo Pangestu (3) Jumlah kekayaan: US$7,6 miliar (Rp107,2 triliun). Pemilik pabrik rokok PT Gudang Garam Susilo Wonowidjojo (4). Kekayaan: US$6,6 miliar (Rp93,1 triliun). Pengusaha Petrokimia Sri Prakash Lohia (5) Kekayaan: US$5,6 miliar (Rp78,9 triliun). Berikutnya pengusaha Anthoni Salim (6) kekayaan: US$5,5 miliar (Rp77,5 triliun). Pemilik Mayapada Group Tahir (7).Kekayaan: US$4,8 miliar (Rp67,7 triliun). Pengusaha farmasi Boenjamin Setiawan (8) kekayaan: US$4,35 miliar (Rp61,3 triliun). Pengusaha media Chairul Tanjung (9) Kekayaan: US$3,6 miliar (Rp50,7 triliun). Pemilik PT Mayora Jogi Hendra Atmadja (10).Jumlah kekayaan: US$3 miliar (Rp42,3 triliun). Coba perhatikan jumlah kekayaan mereka. Angka Rp 1 Triliun adalah jumlah kecil. Cuma seupil! Kalau bench mark-nya adalah orang terkaya di Indonesia, keluarga Hartono. Maka jumlahnya hanya 0.0019 persen dari total kekayaannya. Itu hanya tusuk gigi bagi mereka! Dari 10 orang terkaya itu, hanya dua orang yang bukan taipan dari etnis Cina. Sri Prakash Lohia dan Chairul Tanjung. Jika kita teruskan daftarnya sampai 100 orang terkaya, maka komposisinya juga akan sama. Mereka semua adalah taipan yang menguasai perekonomian Indonesia. Tidak semua taipan bermain-main dengan politik kekuasaan. Tapi kebanyakan yang bermain adalah mereka. Karena mereka lah yang punya modal dan kekuatan dana. Kalau yang bermain adalah negara asing, maka kita dengan mudah menyebut Cina lah saat ini yang paling berkepentingan. Cina banyak menggelontorkan dana untuk proyek-proyek infrastruktur di Indonesia. Dan semua itu pasti tidak gratis. Apa yang disampaikan Bamsoet seharusnya membuka mata kita. Negara ini tengah dalam bahaya. Sistem politik liberal yang sangat mengandalkan kekuatan uang, membuat sekelompok orang, sekelompok pemodal, kepentingan asing, dengan mudah dan murah, membajak negeri ini melalui proses demokrasi. Rakyat pemilih hanya menjadi justifikasi. Siapa yang menjadi presiden, gubernur, bupati, walikota dan semua jabatan publik lainnya sudah mereka ditentukan. Mereka lah para oligarki yang menjadi penguasa sesungguhnya negeri ini. Para politisi, pejabat negara mulai pusat sampai daerah, sesungguhnya hanya proxy yang dibayar murah! Penulis wartawan senior.
Tiba-tiba Saja Ketua MPR Bambang Soesatyo Terbangun
By Asyari Usman Jakarta, FNN - Tak ada angin, tak ada hujan. Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan dua hari lalu (17/2/2020) bahwa para pemodal menguasai parpol-parpol. Bahkan cukup dengan uang satu triliun saja. Setelah itu, mereka bisa mendikte kebijakan parpol yang dibayar. Untuk selanjutnya, mereka mendikte parlemen (DPR). Kata Bamsoet, para cukong menyusup ke parpol-parpol untuk merebut posisi ketua umum. Mereka datang ketika sedang berlangsung Munas, muktamar, kongres, dan sejenisnya. Setelah duit digelontorkan, bereslah semua. “Jika partai politik dikuasai, maka dia akan menguasai parlemen, jika dia kuasai parlemen maka dia akan kuasai pasar-pasar dan sumber daya alam kita, dan dialah yang berhak mengusung siapa pemimpin kita, presiden kita, bupati kita, gubernur dan walikota, karena sistem yang kita punya,” ujar Bamsoet lagi. Rakyat boleh juga bersyukur atas kesiuman Bamsoet dari pingsannya. Anggap saja dia pingsan. Cukup lama. Padahal, anak-anak SMP saja sudah paham bahwa para cukong sejak dulu menguasai parpol-parpol. Kecuali satu parpol saja. Bamsoet terbangun dari tidurnya. Terlambat, tapi tetap disyukuri. Ketimbang tak pernah lagi siuman. Yang menjadi pertanyaan di benak penonton, mengapa Bamsoet baru sudi mengatakan itu dua hari lalu? Apakah karena dia sudah bosan bermukim di kolam terus? Mimpi apa kira-kira? Mungkinkah Bamsoet kecewa? Kecewa karena dia sendiri menjadi korban penyingkiran dari posisi ketua umum Golkar? Rakyat yang dibodohi oleh para politisi, termasuk Bamsoet, ‘kan sudah paham sejak dulu. Paham bahwa parpol, dan kemudian parlemen, selalu berada di bawah telunjuk pemodal. Itulah sebabnya dari pemilu ke pemilu orang semakin tidak berminat datang ke TPS. Karena mereka merasa pemilu adalah panggung penipuan. Nah, sekarang KPK dilemahkan sampai bonyok oleh DPR bersama Presiden Jokowi. Saking lemahnya, KPK mulai mengerjakan OTT 15-jutaan. Tak berdaya lagi menangkap koruptor-koruptor berkelas. Kalau pemandulan KPK ini dirujuk ke penyataan Pak Bamsoet yang terhormat, menjadi klop bahwa para cukonglah yang sesungguhnya berkuasa di negeri ini. Terima kasih banyak Pak Bamsoet. Semoga koleksi mobil mewah penjenengan terus bertambah. Hehe! [] 19 Februari 2020 Penulis wartawan senior.
Transformasi FPI dan Revolusi Sosial
By Dr. Syahganda Nainggolan Jakarta FFN – Jumat lusa, 21/2 Front Pembela Islam(FPI) akan menggelar demo besar-besaran untuk melawan wabah korupsi yang merajalela di Indonesia. Wabah korupsi itu semakin menjadi sejak kepemimpinan Jokowi. Pembobolan institusi keuangan, misalnya, di jaman Habibie berjumlah sebesar Ro. 400 milar, kasus "cessie" Bank Bali. Pembobolan jaman SBY naik tajam sebesar Rp. 6,7 triliun pada Kasus Bank Century. Nah, di jaman Jokowi ini naik menjadi 17 Triliun, kasus Jiwasraya. Ditambah Asabri akan menjadi Rp. 25 Triliun. Semua ini berujunga pada sebuah skandal politik. Pembobolan perusahaan asuransi milik negara. Umumnya perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu terkait dengan kekuasaan. Bahkan, Soesilo Bambang Yudhoyono menantang rezim Jokowi dan DPR untuk membongkar keterkaitan pembobolan Jiwasraya dengan pendanaan pilpres 2019. Ini adalah gerakan FPI pertama kali dalam tema strategis. FPI bergerak di luar urusan keagamaan an sich. Atau dengan kata lain, perjuangan Islam memang dikatakan strategis kalau perjuangan itu sudah masuk kepada tema-tema struktural. Menyangkut dengan nasib rakyat yang dihancurkan melalui agenda-agenda korupsi kekuasaan. Transformasi Besar FPI Beberapa bulan lalu ketika saya di panel dengan Rocky Gerung (RG), di acara talk show Rahma Sarita, saya kaget dengan statement RG. Katanya, dia dulu paling benci lihat FPI dan Munarman. Dulu, di mata RG, FPI hanyalah preman berjubah putih. Namun, RG mengatakan bahwa FPI saat ini sungguh luar biasa. Larena FPI, dimata Rocky, telah mengambil peran yang sangat positif, sebagai pembela rakyat. Beberapa hari lalu, hal senada kita lihat dalam berita yang menyajikan pandangan Rizal Ramli. Rizal sangat kagum ketika menjadi pembicara pada acara yang diadakan FPI (bersama GNPF dan Alumni 212) tentang BPJS (Badan Pelaksana Jaminan Sosial). Rizal tidak membayangkan FPI dan kelompok-kelompok Islam militan ini konsern pada isu strategis seperti kenaikan iuran BPJS yang menyakitkan rakyat banyak. Bagi Rizal Ramli dan Rocky Gerung, tokoh sekuler yang di masa lalu alergi dengan FPI, memberi apresiasi terhadap FPI, bisa dimaknai dengan terjadinya transformasi FPI. Menjadi organisasi yang lebih dewasa dan bertanggung jawab. Namun, sebenarnya di sisi lain kita bisa juga melihat bahwa baik Rizal Ramli maupun RG, mungkin juga bertransformasi ke arah pemahaman yang utuh tentang pergerakan Islam. Kedua hal di atas, apapun faktanya, perlu diteliti dan di apresiasi. Pergerakan Islam maupun pergerakan ideologis lainnya memang ditahap awal membutuhkan doktrin tunggal kepada pengikutnya. Hal ini penting untuk menjaga pertumbuhan awal organisasi agar tidak disusupi pemikiran lain yang merusak maupun pembelokan arah gerakan. Dengan begitu, kita melihat sejak berdirinya FPI tahun 1998 sampai tahun 2014, tema-tema perjuangan FPI masih fokus pada isu "sektarianisme". Misalnya, anti maksiat, anti Syiah, anti Ahmadiyah, anti Komunis serta fokus melindungi diri dengan ajaran Ahlussunnah Waljamaah (versi Habaib). Pada tahun 2015, khususnya sejak aksi Parade Tauhid, bulan Juni, FPI masuk pada agenda kekuasaan (power). Pada tahun yang sama, bulan Desember, pada aksi 4/11 dan 2/12, gerakan FPI total berkembang pada isu kekuasaan. FPI akan selalu di garda paling depan mengahadapi kekuasan yang korup, zalim, dan semena-mena. Isu kekuasaan maksudnya adalah FPI secara terbuka menentang kekuasaan yang sedang eksis, yakni kekuasaan Jokowi. Bahkan, pada tahun 2017, FPI berhasil mendongkel Ahok dari kekuasaannya di Jakarta. Padahal Ahok di dukung penuh oleh semua kekuasaan rezim Jokowi. Setelah masuk pada isu kekuasaan, FPI berkembang seiring dengan munculnya “mazhab Rizieqisme". Mazhab yang menggambarkan pergolakan pikiran dan ajaran Habib Rizieq tentang Ideologi Negara, Pancasila. Pembelaan atas orang-orang miskin, konsep negara syariah. Dalam tulisan saya sebelumnya, “mazhab Rizieqisme” yang saya maksud itu mencakup ajaran HRS. Pertama, perjuangan Islam adalah perjuangan keadilan sosial. Kedua, perjuangan harus diakar rumput. Ketiga, Islam sebagai alat persatuan. Keempat, radikal atau tidak mengenal kompromi. Kelima, tanggung jawab sosial alias solidaritas. Informasi Prof. Dr. Sri Edi Swasono, Guru Besar ekonomi UI, yang juga menantu Proklamator Bung Hatta, ternyata HRS menguasai Pancasila jauh di atas rata-rata elit nasional. Hal ini dikatakannya setelah Sayidiman, jenderal tertua yang masih hidup, bersama dia, berdiskusi soal Pancasila dengan HRS. Banyak hal yang luar biasa tentang konsep Pancasila dari HRS. Pemehaman HRS melebihi pemahaman Jenderal Sayidiman dan Prof Dr. Sri Edi tersebut. Kembali pada perubahan sikap Rocky pada FPI, memang kita melihat bahwa tranformasi telah terjadi pada FPI secara keseluruhan. Dengan agenda-agenda besar negara, seperti menolak merajalelanya korupsi di kubu rezim Jokowi, transformasi FPI telah menjadikan organisasi itu sebagai kekuatan "civil society" terdepan untuk mengawal penyelenggara negara. Revolusi Sosial Sebuah perjuangan pada akar rumput selalu berarah pada revolusi sosial. Jean Jacques Rousseau, pemikir besar revolusi Prancis beberapa abad lalu, sebagaimana dikutip Wikipedia, berpikir bahwa "Rousseau posits that the original, deeply flawed Social Contract (i.e., that of Hobbes), which led to the modern state, was made at the suggestion of the rich and powerful, who tricked the general population into surrendering their liberties to them and instituted inequality as a fundamental feature of human society." Jean Jacques pada intinya mengatakan, segelitir orang-orang kaya dan penguasa yang curang telah memanipulasi masyarakat. Targetnya, meraka terus bisa memperkaya diri dan agar percaya ketimpangan sosial merupakan kewajaran. Pembebasan manusia dari cengkraman "kontrak sosial palsu”, yang menghancurkan peradaban, menurut Jean Jacques adalah keharusan. Manusia adalah makhluk mulia yang dipasung sistem kekuasaan masyarakat jahat. Ajaran Jean Jacques tentang kontrak sosial baru yang berisi kebebasan dan persamaan derajat semua manusia, telah mengantarkan revolusi di Francis pada abad ke 18 dulu. Rizieq ddan FPI i Indonesia dan telah bertransformasi dari ajaran perjuangan ahlak dan baik buruk. FPI telah berkembang pesat menjadi ajaran revolusioner saat ini. Mereka telah mendorong adanya sebuah konsep sosial baru di mana keadilan harus diletakkan pada rakyat mayoritas. Bukan pada segelintir taipan sebagai pengendali negeri alias sembilan naga. Pikiran dan ajaran FPI ini bukan lagi dengan membenturkan antara Pancasila vs Islam. Namun ini adalah pertentangan historic, antara yang disebut Jacques Rousseau tadi, yaitun "Kontrak Sosial Palsu" melawan "Kontrak Sosial Sempurna". Keuntungan kelompok FPI dalam perjuangannya adalah pikiran mereka sejalan dengan cita-cita pendiri negara (founding fathers). Bahwa negera dalam kontrak sosial adalah melindungi segenap tumpah darah dan menciptakan keadilan sosial secara total. Tidak dan selain itu. Penutup Perubahan sikap yang dalam dari tokoh-tokoh sekuler seperti Rocky Gerung dan Rizal Ramli terhadap eksistensi FPI terjadi belakangan ini. Mereka tidak lagi menganggap FPI sebagai preman bersorban putih. Mereka meyakini telah terjadi transformasi, dimana FPI saat ini adalah organisasi perjuangan rakyat yang utama. Organisasi yang selalu tampil membela rakyat. Memang, tanpa disadari, selama lima tahun terkahir, FPI masuk pada perjuangan strategis dengan isu-isu keadilan sosial. FPI yang anti korupsi dan berharap pemerintah yang membela rakyat. Basis argumentasi FPI dan khususnya Habib Rizieq, semakin lama semakin kuat dan komprehensip. Perjuangan yang dahulu terkenal sektarian, kini menjadi terbuka pada front nasional yang lebih luas. Dalam agenda terbaru, FPI masuk pada kritik kenaikan iuran BPJS yang memberatkan rakyat. Sedangkan pada Jumat, 21/2, nanti FPI masuk pada agenda aksi anti korupsi (Jiwasraya, Asabri, dan Bumiputra). Sebuah agenda besar rakyat untuk menghancurkan kezaliman struktural. Situasi ke depan Indonesia akan masuk pada tahun-tahun sulit. Akibat dari kemunduran pembangunan ekonomi. Keploporan FPI dalam perjuangan rakyat mungkin akan disambut diseluruh pelosok negeri. Tinggal rakyat berharap sejauh apa perubahan sosial yang mampu tercipta. Semoga ada kontrak sosial baru tentunya. Penulis adalah Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle
"Pemotongan” Dana Pensiun Aparatur Negara, Dalih Tutupi Miss-management Proyek Infrastruktur?
Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Kebijakan Presiden Joko Widodo mengalihkan uang pensiun dari Taspen dan Asabri ke BPJS Tenaga Kerja (TK) menuai kontroversi. Para pensiunan diyakini bakal terkena potongan rata-rata sebesar Rp 300 ribu. Karena ada pemotongan ini, perwakilan pensiunan PNS, TNI, dan Polri menggugat Presiden ke Mahkamah Konstitusi. Sesuai amanat Undang-undang Sistem Jaminan Sosial, kebijakan ini akan diterapkan paling lambat pada 2029, seiring berkurangnya jumlah pensiunan. Sebuah pertanyaan mengemuka: ada apa dengan pengelolaan jaminan sosial dan asuransi di Indonesia? Dan, mengapa Jokowi terkesan buru-buru mengalihkan dana pensiun ke BPJS TK, ketika manajemen BPJS sedang menjadi sorotan masyarakat? Kebijakan baru tentang uang pensiunan dikeluarkan Presiden Jokowi. Namun, kebijakan ini membuat was-was pensiunan dan pegawai yang akan pensiun. Sebab, hal ini akan merugikan mereka. Rencananya, pemerintah meleburkan pengelolaan dana pensiun pegawai negeri sipil (PNS) dari PT Taspen dan PT Asabri ke BPJS TK atau Ketenagakerjaan. Hal ini dinilai bakal merugikan, karena pemotongan dana pensiun itu dan manfaat lain yang sangat tinggi sehingga pensiunan PNS yang sudah bekerja dan mengabdi kepada negara tak memperoleh manfaatnya. Akhirnya sejumlah pensiunan yang tak terima atas kebijakan Presiden Jokowi itu menggugat melalui MK. Menurut Andi Muhamad Asrun, kuasa hukum dari 18 orang (terdiri dari 7 orang pensiunan dan sisanya principal), hal ini berdampak pada kerugian konkret dan tidak konkret. Andi menjelaskan, pensiunan dengan pelapor seorang PNS dengan gaji pokok paling rendah Rp 1.560.800, ketika jaminannya dialihkan ke BPJS TK, maka nominal uang pensiun yang diperoleh menyusut cukup ekstrem, bahkan sampai Rp 300.000. Hal ini juga terjadi pada PNS dengan gaji tertinggi Rp 4.425.900. “Kemudian (PNS/pelapor) gaji yang tertinggi Rp 4.425.900 akan berubah menjadi Rp 3,6 juta. Jadi, ada penurunan yang signifikan dan ini tidak dijawab sampai sidang kemarin,” tegasnya. Pensiunan berharap masalah tersebut teratasi dan tidak menimbulkan ketidakpastian akan perolehan pensiun bekas abdi negara. “Peraturan pemerintah ini tidak sinkron dan mau diputuskan paling lambat tahun 2029. Kalau paling lambat, artinya kan bisa saja besok bisa kapan-kapan tergantung pemerintah,” katanya. Merunut UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS, Asabri dan Taspen harus melebur ke BPJS-TK paling lambat pada tahun 2029. “Para pemohon merasa saat ini mendapat keuntungan dari Taspen dan sudah real. Kenapa sesuatu yang sudah real dicoba dikonversi ke sesuatu yang tidak real. Mereka ini berhak mendapat kepastian, tapi dilanggar, makanya diuji. Harapannya dikabulkan ya,” jelasnya. Adapun beberapa pasal yang digugat adalah pasal 57 huruf f, pasal 65 ayat 2 dan pasal 66. Ini dinilai bertentangan dengan pasal 28 h ayat 3 dan pasal 34 ayat 2 UUD 45. Dalam pasal 28 h ayat 3 UUD 45 menyatakan setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia bermartabat. Sementara pasal 34 ayat 2 UUD 45, negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat lemah dan tidak mampu. Putusan pada 1998 memperkuat kehadiran PT Taspen, tertuang dalam 98/PU/15XV/2017 dan putusan MA Nomor 32P/HUM/2016. “Jelas menyatakan, PT Taspen itu memiliki dasar hukum yang kuat, kalau itu dihilangkan maka kerugian operasional akan hilang,” jelasnya. PT Taspen itu masuk sebagai perusahaan jasa keuangan BUMN dalam pengawasan Panja Industri Jasa Keuangan yang dibentuk Komisi XI DPR RI belum lama ini. Dirut PT Taspen ANS Kosasih menyebut, jika pihaknya dipanggil, itu tidak akan menjadi masalah. Hal ini mengingat dana pensiun anggota DPR akan dibayarkan oleh Taspen. “Lha, kalau Taspen kita dipanggil ya datang, kita hargai itu. Wajar saja kok karena pensiunan DPR yang bayar Taspen,” lanjut ANS Kosasih, mengutip TribunJatim.com, Kamis (13 Februari 2020 08:55). “Kita juga punya kesempatan untuk menyampaikan kepada Bapak Ibu di DPR, dananya aman kok, pasti prudent,” kata Kosasih di Menara Taspen, Senin (27/1/2020). Menurut Kosasih, DPR memang berkepentingan dalam mengetahui kinerja PT Taspen. Namun, saat ditanya peleburan PT Asabri dan PT Taspen ke BPJS TK, Kosasih menyebut itu adalah wewenang Kementerian BUMN. “Yang itu gini, kan itu masih dibicarakan di tingkat atas. Kami sih ikut pemegang saham,” ungkap Kosasih. “Kan Taspen bukan punya kita. Taspen kan punya RI jadi tanya ke stakeholder (Kementerian BUMN),” jelasnya. Kosasih menyebutkan, sebagai pengelola PT Taspen, pihaknya juga tidak berwenang menjawab hal itu. Tapi, ia mengaku tanggung jawabnya hanya sebatas mengelola dan memperoleh imbal hasil yang baik. “Kita enggak berwenang jawab itu ya. Kita cuma kelola dan alhamdulillah dapat imbal hasil yang baik,” ungkapnya. Sebelumnya, DPR Komisi XI membentuk Panja yang menyoroti kinerja beberapa perusahaan jasa keuangan. Antara lain, PT Asuransi Jiwasraya (Persero), AJB Bumiputera 1912, PT Asabri (Persero), PT Taspen (Persero), dan PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. Reaksi keras datang dari Adhie Massardi lewat akun Twitter-nya @AdhieMassardi. Jubir era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini menilai, kebijakan Presiden Jokowi memotong uang pensiun merupakan bentuk perampokan. “Kalau dipotong seenaknya, namanya perampokan,” kata Adhie Massardi di akun Twitter-nya @AdhieMassardi. Kata Adhie, uang pensiun bukan hibah dari pemerintah atau pemberi kerja.Tapi uang pegawai/pekerja yang dipotong tiap bulan. “Uang pensiun ada UU-nya. Wajib disisihkan dan ditempatkan perusahaan asuransi pensiun,” papar Adhie, seperti dilansir SuaraNasional.com, Jum’at (14/2/2020). Biayai Proyek Menurut Koordinator Komunitas Relawan Sadar (Korsa) Amirullah Hidayat, Pemerintah berlaku zalim dengan menggunakan dana BPJS Ketenagakerjaan (atau dikenal BPJS TK) untuk pembangunan infrastruktur. “Itu suatu tindakan yang tidak manusiawi dan penghinaan yang dilakukan terhadap buruh,” kata Amirullah Hidayat. Seperti diberitakan, BPJS Ketenagakerjaan telah menginvestasikan Rp 73 triliun pada proyek infrastruktur per Januari 2018. Melansir RMOL.com, Senin (26/3/2018), investasi tersebut adalah investasi tidak langsung yaitu dalam bentuk surat utang (obligasi) yang diterbitkan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Seperti diketahui, BPJS Ketenagakerjaan diperuntukkan untuk pekerja atau buruh sebagai Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kematian (JKM), dan Jaminan Pensiun (JP). “Bukan untuk dijadikan pembangunan infrastruktur. Bila ini terlaksana maka buruh harus melakukan perlawanan atas kebijakan ini, jika perlu buruh melaporkan kebijakan ini ke pengadilan internasional sebab ini jelas-jelas pelanggaran HAM yang nyata,” ujar Amirullah. Menurutnya, tidak ada alasan yang masuk logika menggunakan duit buruh untuk membangun infrastruktur, sebab pembangunan infrastruktur itu tanggung jawab pemerintah. Jika memang pemerintah tidak sanggup membangun infrastruktur, “jangan dipaksakan!” “Janganlah buruh yang dikorbankan untuk nafsu pemerintahan Jokowi ini,” lanjut Amirullah. Ia mengatakan, buruh mengeluarkan keringat siang malam hanya untuk mencari uang guna membayarkan BPJS setiap bulan. “Tapi uangnya dimanfaatkan untuk yang tidak ada kaitan dengan kepentingan dengan buruh, ini sama saja pemerintah Jokowi mengeksploitasi para buruh, ini adalah suatu tindakan yang menyedihkan,” tambah Amirullah. Seharusnya yang dilakukan pemerintah adalah bagaimana memberi penghargaan terhadap buruh, seperti dengan menyetop buruh kasar Asing (TKA) masuk ke dalam negeri. Bukan memanfaatkan uang buruh. Tampaknya, untuk menutupi dana Rp 73 triliun yang sudah dipakai untuk membiayai proyek infrastruktur itu, sehingga Presiden Jokowi perlu membuat “kebijakan” potong uang pensiun PNS, TNI, dan Polri ini. Jangan-jangan rencana pemerintah meleburkan pengelolaan dana pensiun dari PT Taspen dan PT Asabri ke BPJS TK itu hanya dalih guna menutupi Rp 73 triliun tersebut? Penulis wartawan senior
Merajalelanya Korupsi dan Moralitas Kekuasaan (Bagian Kedua)
By Dr. Syahganda Nainggolan Jakarta, FNN - Apakah korupsi itu budaya kita? Banyak peneliti yang mencari adanya hubungan korupsi dengan sistem birokrasi dan kekuasaan. Namun banyak juga mencoba mencari korelasi korupsi pada persoalan moral dan budaya para pemimpin. Para filosof, sebagaimana dikatakan dalam "Stanford Encyclopedia of Corruption: Philosophers, at least, have identified corruption as fundamentally a moral, as opposed to legal, phenomenon. Acts can be corrupt even though they are, and even ought to be, legal. Moreover, it is evident that not all acts of immorality are acts of corruption; corruption is only one species of immorality." Dari sini terlihat para filosof sangat mengaitkan korupsi dengan perbuatan amoral. Tentu saja kebanyakan filosop ini berbeda dengan Machiavelli yang menyatakan korupsi itu adalah godaan yang alami. Sebagaimana di atas disebutkan, Sarah Chayes mengutip Machiavelli dalam "Thieve of State". Luhut Binsar Panjaitan, salah satu arsitek utama rezim Jokowi, pada tahun 2018, mengatakan bahwa semua orang memiliki gen maling. Pikiran LBP ini terlihat mirip dengan pandangan Machiavelli, bahwa tidak jelas soal kaitan moral dan korupsi. Namun, dahulu Bung Hatta misalnya mengatakan, sampai matipun korupsi itu sebuah kejahatan. Cerita yang jadi legenda tentang keteladanan Bung Hatta adalah menahan keinginan beliau membeli sepatu Bally seumur hidupnya. Bung Hatta terus menabung selama sebelas tahun ketika menjabat Wakil Presiden Republik Indonesia. Tabungan itu diletakkan diatas meja Wakil Presiden dan disisinya ada iklan sepatu Bally. Sepatu yang sangat populer masa itu. Namun, sayang sekali, tabungannya tidak pernah cukup untuk membeli sepatu Bally itu. Dan dia tidak pernah menerima suap dan tidak korupsi. Sebaliknya, banyak elit kekuasaan sekarang hanya butuh beberapa tahun untuk menumpuk kekayaan dari hasil korupsi. Tampak selain masalah moral, korupsi juga sering dihubungkan dengan kelemahan sistem pemerintahan (struktural). Namun, kita yakin persoalan moral tetap menjadi kunci utama. Nasib Revolusi Mental Jokowi sudah jelas dalam tesisnya pada "Revolusi Mental", bahwa korupsi akan melumpuhkan bangsa kita. Sementara kita melihat bahwa belum ada tanda-tanda Jokowi akan bersikap tegas pada korupsi. Apa itu sikap tegas? Jika membandingkan dengan rezim Xi Jin Ping di RRC, di sana banyak pejabat ditembak mati karena kasus korupsi. Namun, kita tetap mengharapkan Jokowi mampu menjadi "role model" atau simbol moral anti korupsi. Sebuah agenda non sistem atau structural. Jokowi harus mampu menghadirkan agenda moral itu. Hal itu pertama harus keluar dari dirinnya Jokowi. Dalam kaitan korupsi, yakni tidak mengambil keuntungan pribadi dari agenda publik, kebijakan publik, nepotisme, suap dan lain-lain. Jokowi harus menjadi inspirasi bagi kekuasaannya. Setidaknya di lingkungan keluarga, istana dan kabinet, seperti Bung Hatta, sang Proklamator hebat itu. Di luar sebagai inspirator yang personal, Jokowi juga harus membangun moral kelompok pada elit kekuasaan untuk tidak tergiur dengan urusan-urusan yang bersifat material. Namun, baik sebagai simbol moral maupun agenda struktural, pemberantasan korupsi tidak terlihat dalam periode kedua Jokowi. Burhanuddin Muhtadi, misalnya, dalam "Dilema Jokowi, Publik atau Kartel Politik?” (Media Indonesia, 18/12/19), melihat bahwa Jokowi tidak lagi masuk pada isu HAM dan pemberantasan korupsi pada era kedua berkuasa. Katanya, Jokowi hanya masuk pada isu-isu ringan, seperti pungutan liar (pungli) saja. Selain itu, sebagian besar rakyat, tidak dapat menerima gejala nepotisme yang ditunjukkan keluarga Jokowi, yang anak, menanti dan ipar ramai-ramai maju di pilkada saat ini. Dengan demikian, apakah nasib revolusi mental Jokowi sudah menjadi masa lalu? Reshuffle Kabinet Korupsi merajalela, yang terungkap dari kasus Jiwasraya dan Asabri, serta kasus kompleks Wahyu Setiawan dan Harun Masiku, menunjukkan kelemahan Jokowi dan rezimnya sejak awal berkuasa. Kelemahan ini ditandai dengan suasana ketidaktertiban rezim penguasa. Bahkan, Sekjen partai penguasa, Hasto Kristyanto, menuduh bahwa dia dijalimi oknum penguasa. Bagaimana mungkin Sekjen Partai penguasa dizalimi? Apakah itu menunjukkan keretakan dalam tubuh rezim? Diantara situasi kelemahan ini, elit Kantor Staf Presiden, saat ini melemparkan isu perombakam kabinet. Isu perombakan kabinet tentu saja memberi peluang bagi Jokowi untuk kembali pada cita-cita revolusi mental dan nawa citanya. Paling kurang Jokowi memberikan harapan baru bagi rakyat. Namun, isu perombakan kabinet juga menyisakan pertanyaan tentang "kenapa mengurus negara seperti main-main?" Seharusnya, desain organisasi pemerintahan, apalagi bagi petahana, sudah sejak awal dirancang dengan matang. Dasain organisasi pemereintah harus ditunjukkan dengan soliditas kabinet, yang disisi oleh orang-orang profesion dan membumi. Jika perombakan kabinet yang dihembuskan elit Kantor Staf Presiden merujuk pada perlunya koreksi moral pemerintahan Jokowi, maka hal itu menjadi penting. Sebaliknya, jika hanya merujuk isu salah komposisi kabinet, perombakan itu hanyalah politik kekuasaan yang kurang bermoral. Manggali lubang bukan untuk meneutup lubang, tetapi untuk menutup goa. Penutup Kita harus benar-benar mengembalikan spirit bernegara pada tempat dan arah yang benar. Bernegara dalam konstitusi kita adalah mengutamakan rakyat. Mengutamakan rakyat adalah konsep moralitas yang sudah diajarkan Bung Hatta, dan para founding fathers lainnya. Mengutamakan rakyat hanya bisa dilakukan jika penyelenggara negara mampu pisahkan kepentingan pribadi adan kelompoknya dengan kepentingan rakyat. Memisahkan kepentingan itu, lebih jauh lagi adalah membunuh ambisi-ambisi pribadi untuk memperkaya diri. Situasi merajalelanya korupsi saat ini menjadi ancaman serius bagi kelangsungan bangsa kita. Pada saat yang bersamaan, kondisi ekonomi kita semakin terpuruk. Kenyataan ini ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang jauh dari janji-janji kampanye Jokowi (petumbuhan ekonoimi 7 %) dan hutang negarapun yang menumpuk yang luar biasa besar. Kedua persoalan ini, korupsi yang merajalela dan pertumbuhan ekonomi di bawah 7% merupakan koeksistensi, di mana keduanya membuat Indonesia bisa terperangkap ke arah negara gagal. Sebuah negara yang tidak pernah stabil di sosial politik dan keamanan. Akibatnya, kemarahan rakyat akan meluas sebagai dampak dari korupsi yang kronis di kalangan pejabat. Sementara pada waktu yang bersamaan, kemiskinan dan ketimpangan sosial menganga lebar. Isu reshuffle kabinet yang dihembuskan kalangan istana belakangan ini, haruslah dikaitkan dengan moralitas kekuasaan. Bukan sekedar menakut-nakuti anggota kabinet dan sekedar "power sharing" kekuasaan. Menghentikan korupsi dan mengembalikan kekuasaan pada orang-orang bermoral adalah agenda urgen Presiden Jokowi secepatnya. (habis) Penulis adalah Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle
Miles Guo, Buronan Momok Baru China?
Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Nama miliarder asal China, Miles Guo, tiba-tiba kini kembali menjadi perhatian media dunia. Ia seolah “menantang” Pemerintah China terkait jumlah korban Virus Corona yang mewabah negeri leluhur pria yang bernama asli Guo Wengui ini. Melansir Mata-Media.Net, jumlah korban tewas secara total yang dirilis Pemerintah Komunis China terkait virus mematikan itu tidak sesuai fakta di lapangan. Guo mengungkap ini dalam Program “War Room: Pandemic” yang disiarkan Americasvoice.news, Sabtu (8/2/2020) lalu. Miles Guo menyebut, pihak China tidak ingin pihak luar mengetahui jumlah sebenarnya dari korban virus corona ini. Miles Guo menyebut jika korban tewas akibat virus corona ini sudah mencapai 50 ribu lebih. “Di Wuhan, setiap hari ada 1.200 mayat yang dikremasi. Itu baru di Wuhan saja. Sementara total yang sudah dikarantina lebih dari 250 juta orang di seluruh China,” tegas Miles Guo. “Saya dapat informasi dari ‘orang dalam’, ada 1,5 juta orang sudah terkonfirmasi terjangkit virus corona di seluruh China. Dan total jumlah kematian, sesuai data yang sudah dikremasi adalah 50 ribu, bukan 30 ribu,” jelasnya. Menurut miliarder yang tinggal di New York, Amerika Serikat (AS) ini, Pemerintah Komunis China mencoba mengalihkan perhatian soal jumlah sebenarnya dari korban virus corona ini dengan menyebut virus berasal dari AS. “Tak ada kejelasan soal jumlah total kematian, berapa banyak yang sudah dikarantina, berapa banyak yang dipastikan terjangkit. Ini sudah sangat berbahaya,” tandas Miles Guo, seperti dikutip Mata-Media.Net, Rabu (12/2/2020). Banyak kalangan yang meragukan informasi Miles Guo terkait jumlah korban virus corona itu. Pasalnya, Miles Guo sendiri adalah seorang buronan berbagai tindak kriminal yang oleh pemerintah China sudah diminta untuk ditangkap. Jejak digital mengungkap tuduhan Beijing terhadap taipan properti yang kini berdomisili di New York itu. Miles Guo, meminta suaka politik dari pemerintah Amerika Serikat setelah menuduh sejumlah pejabat tinggi China terlibat skandal korupsi. Kepada BBC, kuasa hukum Miles Guo, Thomas Ragland, menyebut kliennya yang dikenal dengan nama Miles Kwok itu yakin “telah dianggap sebagai lawan politik oleh pemerintah China”. Beijing telah meminta Miles Guo ditangkap, namun tuduhan kepada pengusaha itu belum jelas. Media massa milik pemerintah China menyebut pria berusia 53 tahun itu menyuap wakil menteri, namun Guo membantah hal tersebut. “Guo takut pemerintah China berupaya menghukumnya atas pernyataan dan kegaduhan yang diciptakannya,” kata Ragland, Kamis (7/9/2017). Miles Guo yang meninggalkan China pada 2014 itu mengunggah sejumlah cuitan di Twitter dan menampilkan video di Youtube yang mengungkap dugaan korupsi pejabat penting Partai Komunis China, termasuk tokoh sentral antikorupsi negara itu, Wang Qishan. Guo juga merilis dokumen yang disebutnya rahasia negara terkait kongres Partai Komunis. Kongres itu digelar setiap lima tahun yang sudah diselenggarakan pada 18 Oktober 2017. Meskipun Guo tak menampilkan bukti-bukti kuat, seluruh tudingan yang diungkapnya itu memicu kemarahan Beijing. Melansir Detik.com, Sabtu (09 Sep 2017 13:10 WIB), pada April 2017 silam, pemerintah China mengeluarkan surat penangkapan internasional, red notice kepada Interpol di seluruh dunia untuk menangkap Guo. Disebutkan, otoritas China telah menyelidiki 19 kejahatan yang diduga pernah dilakukan Guo, antara lain penyekapan, penggelapan, dan pencucian uang. Agustus 2017, kepolisian China membuka investigasi terkait tuduhan pemerkosaan yang diperbuat Guo. Guo sendiri telah membantah berbagai tuduhan itu. Ia menilai surat perintah penangkapan terhadapnya didasari kepentingan politik. Ragland mengatakan sebagai pemohon suaka, Guo yang visa turisnya habis pada 2017 ini berhak tetap tinggal di AS sampai keputusan administratif soal suaka itu keluar. Reuters menyebut proses permohonan suaka di AS rata-rata memakan dua hingga tiga tahun. Sementara itu, Miles Guo juga menghadapi tuduhan fitnah atau pencemaran nama baik dari sejumlah warga dan perusahaan di China. Terkait itu, Guo mengklaim sudah tidak berstatus Warga Negara China lagi. Kepada Voice of America edisi bahasa China, Miles Guo mengaku mempunyai paspor dari 11 negara berbeda. Namun, tidak jelas alasan Guo tidak pindah ke satu dari sekian negara itu ketika visanya di AS kedaluwarsa. Ragland enggan merinci status hukum Guo sebagai warga negara China atas dasar privasi. ”Dia berada di AS menggunakan paspor dan visa resmi. Lebih dari itu, saya tidak mau membicarakan perihal paspornya,” ujarnya. Sayangnya, hingga kini, pihak Interpol belum juga berhasil “menangkap” Guo yang kala itu berhasil melarikan diri dari China bersama istri dan anaknya. Sedangkan keluarga Guo yang lainnya gagal meninggalkan China. Kini mereka menunggu hukuman mati! Mengapa Miles Guo berani bicara terkait virus corona? Kabarnya, Guo dendam. Ia gunakan hubungan bisnisnya dengan Presiden AS Donald Trump untuk balas dendam. Konon, Guo itu juga dalang provokasi perang dagang AS dan China. Selama ini data dari Guo manipulasi. Keasliaannya diragukan. Namun dimanfaatkan Trump. Targetnya jika salah, Guo yang diseret Trump ke pengadilan HAM. Karena itu, semua info dari Guo tidak layak dipertimbangan, apalagi dipublikasikan. Guo kini tinggal di AS. Di apartemen berpenjaga tentara swasta bantuan dari Trump pribadi, bukan AS. Kekayaan Guo di China dibekukan. Juga di Hongkong, Korsel, Korut, dan negara lain yang punya hubungan bilateral dengan China. Miles Guo kini marah. Guo berambisi hancurkan China. Pertanyaannya, mampukah seorang sipil hancurkan China yang kuat dalam segalanya? Penulis wartawan senior.
Ahok Rebranding
Oleh Hersubeno Arief Jakarta, FNN - Ahok disiapkan untuk kembali ke jalur politik elektoral? Tanda-tanda itu sangat kuat menyusul munculnya nama mantan Gubernur DKI Jakarta itu dalam sebuah survei. Dengan memanfaatkan “momentum” banjir di Jakarta, Ahok dimunculkan kembali sebagai figur jagoan dan sukses ketika memimpin ibukota. Dia dinilai paling berhasil menangani banjir di ibukota. Tak tanggung-tanggung. Kinerja Ahok, mengutip survei yang baru saja dirilis oleh Indo Barometer, paling mencorong. Dibandingkan dengan Jokowi saja, Ahok lebih unggul. Konon pula dibandingkan dengan Anies Baswedan yang kini tengah menjabat. Sangat njomplang. Seperti bumi dengan langit! Ahok paling TOP! Itu berdasarkan “persepsi” publik nasional. Artinya penilaian dari warga sak-Indonesia, yang diwakili oleh populasi sampel sebanyak 1200 orang. Bukan warga Jakarta yang langsung merasakan dampak banjir dan penanganannya. Namanya juga persepsi. Ya bebas-bebas saja. Jadi tidak perlu diadu dengan data dan fakta. Ihwal sampel publik secara nasional inilah yang belakangan banyak disoal oleh para pendukung Anies. Ada yang menuding survei tersebut sebagai pesanan. Survei yang sengaja dibuat untuk menjatuhkan kredibilitas Anies, sekaligus mengangkat Ahok. Maklumlah dari sisi elektabilitas, Anies saat ini adalah kandidat capres paling moncer. Belum ada kandidat lain yang berhasil menyainginya. Jadi perlu ada operasi politik untuk menghancurkannya. Downgrading! Survei sejauh ini terbukti berhasil mempengaruhi opini publik dan keputusan politik, sekaligus menjadi sebuah justifikasi keabsahan kemenangan seorang kandidat. Bagi yang memahami dunia marketing politik, munculnya kembali nama Ahok dalam sebuah survei tak terlalu mengagetkan. Ini jelas sebuah indikasi kuat dia sedang disiapkan untuk come back ke dunia politik. Ahok sedang menjalani proses rebranding. Sebuah strategi pemasaran dimana nama baru istilah, simbol, desain, konsep, atau kombinasi dibuat untuk sebuah merek dengan maksud mengembangkan identitas baru yang dibedakan dalam benak konsumen, investor, pesaing, dan pemangku kepentingan lainnya (wikipedia). Singkat kata rebranding adalah sebuah strategi pemasaran untuk mengubah citra sebuah produk, dalam hal ini adalah Ahok. Maklumlah, setelah kalah di Pilkada DKI 2017 dan masuk penjara karena penistaan agama, nama Ahok hancur-hancuran. Dia juga menghilang dari ingatan publik. Dipersiapkan dengan hati-hati dan cermat Bila kita mengamati berbagai tahapannya, upaya rebranding ini dipersiapkan dengan sangat cermat. Utamanya menjelang hari-hari kebebasannya. Sejumlah pendukungnya yang biasa disebut sebagai Ahoker menyiapkan sebuah buku biografi. Judulnya “Tjahaja Seorang Basuki” yang ditulis oleh Rudi Thamrin. Ahok juga membuat sebuah akun di Youtube bernama “Panggil saya BTP.” Coba perhatikan. Permintaannya untuk tidak lagi dipanggil sebagai Ahok, secara marketing politik pasti punya tujuan yang jelas. Ahok adalah simbol nama minoritas Cina. Secara politik sangat tidak menguntungkan. Belum lagi bila dikaitkan dengan kasusnya “Ahok si Penista Agama!” Setelah keluar dari penjara, Ahok memilih bergabung dengan PDIP. Bukan PSI sebuah partai yang semula disiapkan akan menjadi kendaraan politiknya. Sebuah pilihan yang cerdas dan rasional. PDIP adalah partai pemenang pemilu. Secara tradisional basis pemilihnya juga lebih luas. Sementara PSI tidak lolos ambang batas parlemen. Perlu kerja keras untuk menjadi kendaraan politik yang bisa diandalkan. Kerugian lain bila Ahok memilih bergabung dengan PSI, maka asosiasinya dengan kelompok minoritas akan semakin kuat. Sebagai besar pengururus dan aleg PSI adalah etnis Cina dan non muslim. Dalam pemilu lalu materi kampanye PSI juga dianggap menyerang umat Islam. Mulai dari anti Perda Syariah dan anti poligami. Semua itu akan sangat merugikan Ahok. Membuat stigma lamanya sebagai penista agama, akan semakin kuat. Tahapan paling berani dari rebranding Ahok adalah penunjukannya sebagai Komisaris Utama PT Pertamina. Jokowi punya andil besar di balik penunjukan itu. Pertamina adalah BUMN dengan asset terbesar. Posisinya juga sangat strategis dan menguasai hajat hidup orang banyak. Meneg BUMN Erick Thohir kepada media menyatakan alasan memilih Ahok karena dia dikenal sebagai figur pendobrak. Pertamina butuh itu. Sekali lagi perhatikan diksi “pendobrak.” Kata itu sangat sejalan (in line with) dengan branding berhasil mengatasi banjir di Jakarta. Bersama kemacetan, banjir adalah sebuah problem yang tidak pernah berhasil diatasi oleh para gubernur DKI. Dan Ahok paling sukses! Melalui posisinya sebagai Komut Pertamina, Ahok kembali masuk dalam jalur perbincangan publik dan media. Sebuah tahapan penting dalam marketing politik: awareness dan popularitas berhasil kembali diraihnya. Dari sisi media, peran dan pemberitaan soal Ahok jauh lebih menonjol dibandingkan Dirut Pertamina Nicke Widyawati. Sampai-sampai Ahok disindir sebagai Komut rasa Dirut. Urusannya tinggal mendongkrak likeness dan elektabilitas. Lembaga survei punya peran besar pada tahapan ini. Melihat berbagai tahapan-tahapan itu, kita bisa dengan mudah menduga ke mana arah barang ini. Jadi Jangan terlalu kaget bila pada tahun 2022 ketika Pilkada DKI ditunda dan ditunjuk seorang Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur, maka sangat mungkin Ahok akan ditunjuk oleh Jokowi sebagai Plt Gubernur DKI sampai Pilpres 2024. Alasannya cukup kuat. Dia adalah figur “pendobrak” dan “paling sukses” mengatasi banjir! Dari posisi ini tracknya menjadi lebih jelas lagi. Pilpres di depan mata dan Ahok sudah punya modal yang sangat kuat! Welcome back Ahok…Eh maaf….BTP Penulis wartawan senior.