ALL CATEGORY
Dinasti Politik dan Skenario Lembu Peteng
Lha sekarang malah aneh. Puan jadi ketua DPR. Gibran nyoba nyalon Walkot Solo. Bukan lembu peteng. Tapi lembu padang. Berarti pertanda dinasti politik di semua lapisan sedang kepepet Oleh Hendrajit Jakarta, FNN - Biasanya, kalau anak sendiri diturunkan langsung jadi pak camat atau pak lurah, gen dinastinya sedang kepepet. Dalam skenario raja raja jawa dulu, raja malah mendukung diam diam seorang penggantinya, seolah merupakan tandingan elit kraton yang mapan. Padahal dia didorong keluar dari lingkaran kraton, untuk diplot jadi putra mahkota. Misalnya Sultan Demak Raden Patah, menggantikan raja Brawijaya V seolah olah akibat pemberontakan kerajaan Islam terhadap kerajaan Majapahit. Padahal Raden Patah juga anak kandung Brawijaya V yang justru dijagokan bapaknya. Presiden Ferdinand Marcos, diam diam menjagokan Fidel Ramos, sepupunya sendiri dan putra mantan menlu Narcisco Ramos, sebagai presiden Filipuna masa depan. Meski terinterupsi gara-gara pembunuhan terhadap Benino Aquino sehingga istrinya Cory jadi simbol oposisi melawan Marcos, namun Ramos menjadi pemain kunci bersama Cory dalam kejatuhan Marcos. Sehingga, setelah era Qory, Ramos jadi presiden Filipina berikutnya. Bahkan sempat dua periode. Raden Patah atau Ramos di era modern, inilah yang namanya Lembu Peteng. Lha sekarang malah aneh. Puan jadi ketua DPR. Gibran nyoba nyalon Walkot Solo. Bukan lembu peteng. Tapi lembu padang. Berarti pertanda dinasti politik di semua lapisan sedang kepepet. Sedang berlangsung perang senyap dan intrik para elit kraton. Dan model mereka ini, sangat takut sekali dengan istilah Suksesi Kepemimpinan Nasional. Apa sebab? Begitu oposisi berhasil melembagakan diri di luar lingkaran kraton, wacana suksesi kepemimpinan justru dipicu dari dalam kraton itu sendiri. Berarti isyarat lembu peteng akan segera merebut kekuasaan. Dan meruntuhkan dinasti lama, membangun imperium baru. Maka itu, dalam suasana gonjang ganjing langit kelap kelap kayak sekarang, rakyat harus punya skenario sendiri. Sutradara sendiri. Para aktornya sendiri. Rakyat harus mampu menyusun dan membentuk pikirannya sendiri. Dari rahim inilah akan lahir pemimpin pemimpin rakyat sejati. Bukan lembu peteng. Penulis adalah pengkaji geopolitik dan wartawan senior
Idham Azis dan Lystio Sigit Menulis Hukum
Siapa yang mengerti hakikat manusia, ia mengerti hakikat harkat dan martabat manusia. Siapa yang mengerti hakikat dan martabat manusia, dia mengerti perkara hakikat keadilan. Siapa yang tahu dan mengerti hakikat keadilan ia tak kemana keadilan itu berinduk. Seagung apa keadilan itu. Keadilan itu tak bakal mampu meremehkan, menyembunyikannya untuk alasan apapun. By Dr. Margarito Kamis Jakarta, FNN - Idham Azis baru berada di puncak pangkat dan organisasi Kepolisian. Tanggal 1 November 2019 pria asal Soppeng, Sulawesi Selatan ini resmi menyandang pangkat Jendral dan mangku jabatan Kapolri. Jendral Polisi dan Kapolri ini dikenal tidak banyak bicara. Ia, sejauh ini teridentifikasi sebagai jendral yang berjarak begitu jauh dengan diskusi teori demokrasi. Ia tak pernah terlihat sebagai sosok yang doyan bicara tentang hal non kepolisian. Tipikal ini terlihat samar-samar dimiliki pula oleh Listyo Sigit, Komandan Bareskrim baru. Dalam jabatan ini Listyo, mau tak mau harus dinaikan pangkatnya dari Irjen ke Komjen. Menarik, jabatan Kabareskirm sebelumnya dipangku oleh Idham. Sampai dititik ini keberadaan Idham dan Lystio pada pangkat dan jabatan masing-masing menjadi sangat menarik. Mengapa Idham dan mengapa Listyo? Apakah semasa di jabatan Kabareskrim, Idham telah memiliki data meyakinkan, yang detailnya membawa dirinya pada pengetahuan tak terbantahkan tentang siapa yang beralasan hukum ditetapkan jadi tersangka dalam kasus “air keras” itu? Beralasan untuk mengatakan positif. Tetapi mengapa tak diungkap saat dirinya masih kabareskrim? Berlasan untuk dianalisis. Apakah hambatan, tantangan tak terjelaskan dalam serangkaian aspek mendatanginya setiap detik dan sentimeter? Itukah tembok tak tertandingi yang dihadapinya? Itukah yang mengakibatkan Idham tidak dapat mengumumkan tersangka selagi dirinya berada di jabatan Kabareskrim itu? Dari dunia manakah hambatan dan tantangan itu mengalir? Idham sendirilah yang tahu, tentu bila semuanya ada. Setiap orang memiliki lautannya sendiri. Setiap hati punya derajatnya sendiri, juga mimpinya sendiri untuk hari ini, esok dan kelak. Itu fitrah. Alamiah. Alamiah pula bila hatinya setiap saat menemani dirnya, menagih dengan langgam menekan dan mengepung dirinya untuk menuntaskan kasus menjijikan ini. Hati yang tergoda dengan kebaikan tak akan bisa, untuk alasan apapun, berkelit, apalagi sembunyi. Tidak. Ia akan berontak, membawa pemiliknya tunduk pada kebaikan, pada kebenaran. Itukah yang membawa Idham memanggil Listyo, tentu karena Idham memercayai kesanggupan Listyo mengungkap tuntas kasus ini? Idham, Kapolri inilah yang tahu. Tak lebih. Apapun yang mungkin dalam konteks itu, faktanya keduanya telah memberi bukti yang andal, bernyali, memiliki otak dan hati. Dua Komandan hebat ini menuntun dan memandu serta memberi bobot atas hakikat tanggung jawab. Kini lorong gelap, dramaturgi, jalan berliku penuh duri dan kerikil mematikan yang dilintasi kasus ini selama 2,5 tahun, tersingkir sudah. Semua kerumitan artifisial tersingkir sudah. Semua lingkaran hitam, menjijikan dan konyol serta berat selama 2,5 tahun melayang sudah. Lalu apa yang layak dipetik sebagai pelajaran hukum, bahkan pelajaran hati dari keberhasilan awal penetapan dua tersangka ini? Lupakanlah soal politik dan sejenisnya sebagai penjelasan paling meyakinkan atas terungkapnya kasus ini. Pelajaran tak ternilai dari peristiwa penetapan dua tersangka ini adalah penegasan bahwa ketangguhan hukum, kekuatan hukum, sekaligus kebaikan hukum tidak pernah, dengan semua alasan yang tersedia bersandar pada substansi hukum. Tidak. Sama sekali tidak. Ketangguhan hukum ditentukan sepenuhnya oleh ketangguhan penegak hukum, ketangguhan orang yang menegakan hukum itu. Tidak lain selain itu. Sejarah kehebatan hukum bukan sejarah tentang substansi hukum. Sejarah kehebatan dan ketangguhan hukum adalah sejarah tentang manusia khusus, yang menegakan hukum itu. Sejarah manusia yang menegakan hukum adalah sejarah tentang orang-orang khusus. Mereka disebut khusus karena tahu bahwa menyembunyikan kebenaran, menenggelamkan keadilan adalah cara kotor terbaik yang umum, menghancurkan bangsa dan negara itu. Mereka tahu bahwa dunia politik, hukum dan demokrasi itu sendiri memiliki derajat toleransi meremehkan dan memalsukan hukum dan keadilan. Tetapi orang-oran hebat tahu bahwa demokrasi dirangsang begitu kuat oleh hasrat mewujudkan keadilan untuk memanusiakan. Untuk membuat manusia beradab dan bermartabat. Dan hebatnya mereka tahu kebalikannya atau sisi hitam demokrasi. Sisi hitam itu adalah tersedia ruang besar bagi demokrat picisan memutarbalikan, memalsukan, menggelamkan keadilan dan kebenaran. Argumen demokrasi, mereka tahu penuh warna-warni. Selalu dalam setiap warna warni argumen demokrasi itu dapat dipalsukan semudah setiap orang bernapas. Demokrat picisan, dalam konteks ini selalu cukup cerdas menyodorkan pertimbngan teknis dalam menutup keculasannya untuk menenggelamkan hukum. Tetapi tidak bagi demokrat tanpa lebel, tanpa suara. Bagi mereka hukum itu sama sekali bukan sekadar teks, teknis-strategi dan taktik- rigid dan sejenisnya. Bukan itu. Hukum adalah perkara hakikat manusia. Perkara hakikat manusia adalah perkara harkat dan martabat. Perkara harkat dan martabat manusia adalah pekara induk keadilan. Siapa yang mengerti hakikat manusia, ia mengerti hakikat harkat dan martabat manusia. Siapa yang mengerti hakikat dan martabat manusia, dia mengerti perkara hakikat keadilan. Siapa yang tahu dan mengerti hakikat keadilan ia tak kemana keadilan itu berinduk. Seagung apa keadilan itu. Keadilan itu tak bakal mampu meremehkan, menyembunyikannya untuk alasan apapun. Penegak hukum yang tidak mengerti hakikat manusia, yang juga berarti tak megerti hakikat keadilan. Mudah membelokan, bahkan menghancurkan hukum dengan rasa gembira. Penegak hukum pintar akan menggunakan kepintarannya memperbesar dan melicinkan jalan teknis menenggelamkan kasus. Ya karena jalan teknis adalah jalan otak. Sementara keadilan adalah jalan hati, dan jalan rasa. Jalan “hati” dengan alasan yang bisa didiskusikan, suka atau tidak, senang atau tidak, sedang dititi dengan hati-hati oleh Idham, Sang Kapolri dan Sigit Listio, sang Komandan Bareskrim. Itulah pelajaran lain yang diberikan keduanya. Keduanya, siapapun harus percaya, dalam kasus ini tahu lebih dari siapapun bahwa dua tersangka itu hanyalah awal yang kecil. Tuntun dan pandulah terus kelanjutan penyidikan dengan hati yang terdidik. Teruslah pergi ke detail fakta kredibel yang tersedia dalam kasus ini. Teruslah masuk ke dalam, ke sudut-sudut yang lebih menantang. Teruslah memandu hasrat terkendali dalam penyidikan kasus ini dengan serangkaian pertanyaan hipotetis kritis. Cara ini akan membawa Bapak berdua terlihat anggun, seanggun desiran angin pagi berdesir ditepian pantai. Postur memuakan kasus ini, yang kini mulai mencair, saya percaya tidak bakal Bapak berdua biarkan menemukan lagi momen untuk kembali bergairah, bergerak naik. Keberhasilan kecil ini, apapun alasannya, telah terlihat manis. Jagalah itu dengan baik. Bapak berdua telah memulai dengan sangat manis. Teruslah melangkah sampai fakta tak terbantahkan dan dipertentangkan berdasarkan timbangan keadilan menghadirkan akhir yang adil. Penulis adalah Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Khairun Ternate
Perampokan Dana Jiwasraya dan Pengungkapan Kasus Novel, Mana Lebih Berbahaya?
Oleh: Tjahja Gunawan Jakarta, FNN - Menjelang akhir tahun 2019, terdapat dua isu besar yang menyedot perhatian publik. Pertama, kasus korupsi asuransi Jiwasraya yang mencapai Rp 13,7 Trilyun. Kasus ini sekarang sudah ditangani pihak kejaksaan agung. Tapi meskipun kejaksaan agung sudah memeriksa 89 saksi, sampai sekarang belum ada satu orangpun yang dijadikan sebagai tersangka. Langkah penyidikan yang dilakukan tim kejaksaan atas kasus korupsi di perusahaan asuransi Jiwasraya akan terus dipantau publik karena banyak dana masyarakat yang tersangkut di perusahaan BUMN tersebut. Bahkan ada sekitar 400-an warga Korea Selatan yang menyimpan dananya di perusahaan asuransi Jiwasraya terutama dalam produk investasi dan proteksi JS Saving Plan. Selain kasus Jiwasraya, pengungkapan kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan juga tidak kalah menarik. Pasalnya, setelah dua setengah tahun kasus ini mengambang dan tidak jelas, baru sekarang pelakunya bisa ditangkap. Dalam kasus ini, ibarat jeruk makan jeruk karena pelakunya adalah oknum aparat polisi yang masih aktif (di Brimob) yakni RM dan RB. Sementara pemeriksaan terhadap kedua oknum polisi tersebut, juga dilakukan oleh aparat kepolisian. Kasus ini juga menimbulkan banyak tanda tanya di benak masyarakat. Penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan terjadi 11 April 2017, tapi mengapa baru terungkap di akhir tahun 2019 ? Padahal, aparat polisi sudah lama mengantongi alat bukti diantaranya berupa video CCTV proses penyiraman air keras tersebut. Justru setelah Kapolri dan Kabareskrim diganti, kasus Novel Baswedan ini baru bisa diungkap. Ada apa sebenarnya yang terjadi ? Begitulah pertanyaan masyarakat awam. Apakah ini terkait dengan kasus-kasus di kepolisian yang diungkapkan Novel Baswedan terutama menyangkut "Buku Merah". Seperti kita ketahui, Novel diserang pada 11 April 2017 saat berjalan menuju kediamannya, setelah menunaikan ibadah salat Subuh di Masjid Al Ihsan, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Akibat penyiraman air keras ini, kedua mata Novel terluka parah. Dia sempat menjalani operasi mata di Singapura. Berbagai upaya telah dilakukan sebelumnya, namun polisi mengaku kesulitan menangkap pelaku atau dalang penyerangan terhadap Novel Baswedan. Polisi bahkan telah membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta. Namun, hingga masa kerja tim itu berakhir, pelaku saat itu tidak berhasil ditangkap. Presiden Jokowi juga sempat memberi target ke Kapolri terdahulu, Jenderal Pol Tito Karnavian, untuk mengungkap kasus Novel dalam tiga bulan. Target itu diberikan Jokowi pada 19 Juli 2017, setelah tim gabungan pencari fakta yang dibentuk Tito gagal mengungkap kasus tersebut. Namun hingga tenggat waktu yang diberikan berakhir, kasus Novel belum juga terungkap. Jokowi justru mengangkat Tito Karnavian jadi Mendagri. Tapi begitu Kapolri digantikan oleh Jenderal (Pol) Idham Azis dan Kabareskrim yang baru dijabat Listyo Sigit Prabowo, barulah kasus Novel Baswedan bisa terungkap. Meski demikian, jangan sampai dua oknum polisi yang sudah dibekuk tersebut hanya dijadikan sebagai tumbal. Bareskrim harus mampu mengungkap aktor utama dibalik kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan. Kalau nanti yang didakwa dan dipenjara hanya dua oknum polisi tersebut, sangat boleh jadi mereka hanyalah orang suruhan yang sengaja dijadikan korban. Sementara aktor intelektual atau pihak yang menyuruh melakukan penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan, tidak diungkap secara terang benderang. Kembali pada pertanyaan tulisan ini, mana yang lebih berbahaya, kasus korupsi dana asuransi Jiwasraya atau kasus Novel Baswedan ?. Menurut penulis, keduanya sangat berbahaya bagi bangsa dan rakyat Indonesia. Dana asuransi yang dirampok sebesar Rp 13,7 trilyun, bukan hanya merugikan masyarakat dan negara tetapi juga bisa mengganggu industri asuransi secara keseluruhan. Industri asuransi merupakan lembaga kepercayaan sama halnya dengan perbankan. Jika masyarakat sudah tidak percaya lagi kepada perusahaan asuransi, jangan berharap industri jasa ini akan ini akan berkembang. Oleh karena itu, kejaksaan agung harus bisa bekerja dengan cepat, profesional, proporsional, cermat dan akurat. Kejagung harus bisa secepatnya menetapkan tersangka agar kasus korupsi Jiwasraya ini tidak menjadi bola liar. Kejaksaan Agung harus bisa menjelaskan keterlibatan mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Harry Prasetyo dalam kasus korupsi ini. Sekaligus menjelaskan keterkaitan beliau saat menjadi Tenaga Ahli Utama Kedeputian III bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-Isu Ekonomi Strategis di Kantor Staf Presiden (KSP). Kejakgung juga harus bisa menjawab pertanyaan publik selama ini yang menduga dana Jiwasraya digunakan untuk kegiatan kampanye Pilpres Jokowi pada tahun 2018. Kasus Jiwasraya maupun penyiraman air keras ke Novel Baswedan, kini sama-sama sedang ditangani aparat hukum. Yakni Kejakgung dan Bareskrim Mabes Polri. Jangan sampai perjalanan kasus hukum kedua kasus ini diintervensi oleh kelompok kepentingan bisnis dan politik. Wallahu a'lam bhisawab. Penulis wartawan senior.
Harry Prasetyo, dan Jejak Duo Tahir di Jiwasraya
Skandal Jiwasraya ini bisa menimbulkan krisis yang multi demensi. Bisa krisis kepercayaan terhadap produk-produk asuransi Indonesia. Bisa juga krisis politik dan krisis ekonomi. Padahal Indonesia hari ini sangat membutuhkan kepercayaan publik yang tinggi, baik publik di dalam negeri maupun luar negeri. By M. Rizal Fadillah Jakarta, FNN - Bagaimana mungkin Presiden Jokowi tidak pusing? Skandal yang multi dimensi kini menimpa bangsa Indonesia. Skandal itu ada di sektor keuangan, politik, maupun hukum. Bila salah dalam mengantisipasi dan menanganinya, maka Jokowi bisa jatuh dari kursi. Seriuskah ? Menurut Menteri Keuangan (Menkeu) kasus yang menimpa PT Asuransi Jiwasraya Rp 13,7 triliun ini terbilang besar dan berat untuk mengatasinya. Menkeu yang orangnya Amerika di Indonesia ini sedang bermain di kubangan Cina, yang pasti sangat faham betul dampak dan pengaruh globalnya. Setelah skandal kasus Jiwasraya terbuka, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang selama menjadi pengawas industry asuransi, keliatan mulai ikut-ikutan mencari solusi. Betapa serius, penting dan genting masalah ini. Padahal kegiatan operasional PT Asuransi Jiwasraya selama ini berada di bawah pengawasan OJK. Kalau sekarang OJK baru mulai mencari solusi penyelesaian menyelesaikan, maka publik patut bertanya, memang selama ini OJK berada ada dimana? Selama ini OJK ngumpet dan sembunyi di bagian mananya Indonedsia? Pengawasan seperti apa saja yang sudah dilakukan oleh OJK terhadap Jiwasraya? Mungkinkah OJK sudah mengetahui masalah sejak lama, namun pura-pura menutup mata? Atau OJK ikut serta dalam permainan yang membangkrutkan PT Asuransi Jiwasraya? Kasus Jiwasraya ini terpaksa menyeret Duta Besar (Dubes) Korea Selatan untuk Indonesia angkat bicara. Dubes Kim Chang Beom minta pihak Jiwasraya untuk membereskan 470 warga Koere Selatan menjadi korban gagal bayar polis Asuransi Jiwasraya. Semoga saja besok-besok tidak ada lagi Dubes negaralain yang angkat bicara, karena warga negaranya tersangkut masalah ini. Persoalan Jiwasraya ini bisa membuat industri asuransi Indonesia kehilangan kepercayaan di mata masyarakat interasional. Publik internasional bisa saja menolak produk-produk asuransi yang berasal dari Indonesia. Apalagi skandal Jiwasraya melibatkan perusahaan asuransi papan atas. Persoalan lain yang membuat kita malu adalah PT Asuransi Jiwasraya berstatus perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pemegang saham mayoritas setiap perusahan BUMN adalah pemerintah Republik Indonesia, melalui Menteri Keuangan. Sedangkan pengelolaan dan pengawasan manejemen perusahaan BUMN dilakukan Kementerian Negara BUMN. Ini Urusan Saya Presiden Jokowi biasanya melepas tanggungjawab kepada para bawahannya. Jokowi biasanya mengatakan "ini bukan urusan saya". “Ini urusannya menteri itu atau menteri ini”. Namun sekarang Jokowi harus menerima konsekuensi skandal PT Asuransi Jiwasraya. Jokowi terpaksa harus mengatakan "ini urusan saya, atau ini menjadi tanggungjawab saya". Masalah PT Asuransi Jiwasraya sekarang sudah semakin rumit, melingkar dan babalieut. Sebab diduga kuat ada keterlibatan lingkaran dalam Istana Negara atau Istana Kepresidenan. Diketahuai ada jejak sidik jari dari Tenaga Ahli Utama Staf Khusus, Kantor Kepala Staf Presiden (KSP) Harry Prasetyo. Harry Prasetyo adalah Mantan Direktur Keuangan PT Asuransui Jiwasraya. Harry menjabat sebagaik Direktur keuangan selama dua periode. Dia adalah aktor utama dari film berjudul “Skandal PT Asuransi Jiwasraya dengan kerugian Rp 13,7 trliun”. Dai juga yang menjadi pelaku kunci atas perampokan duit PT Asurans Jiwasraya tersebut. Uang polis nasabah sebesar Rp 13,7 triliun digoreng Harry melalui saham-saham papan lapis bawah di Bursa Efek Indonesia. Saham yang dulunya ketika digoreng, masih dihargai di atas seribu rupiah setiap saham. Namun kini harga saham-saham tersebut tinggal lebih dari seratus rupiah per saham. Dato Tahir Mayapada Setelah publik ramai membicarakan skandal PT Asuransi Jwasraya, kini muncul tokoh baru yang ikut dibicarakan. Tokoh itu adalah Dato Seri Tahir Mayapada. Anggota Dewan Petimbangan (Wantimpres) ini diduga kuat terkait dengan penggorengan saham-saham lapis bawah yang dibeli PT Asuransi Jiwasraya. Tahir yang mendapat gelar Dato Seri dari Kesultanan di Malaysia ini adalah pemilik kalompok usaha Mayapada Grup. Dia dia duduga menampung saham kakak-beradik Benny Tjokrosaputro dan Teddy Tjokrosaputro yang diberli dari Jiwasraya. Benny adalah pemilik PT Hanson International (MYRX), Sedangkan Teddy pemilik PT Rimo Internasional Lestari (RIMO). Kedua pengusaha kakak-berdik keturunan ini mendapat gelontoran dana investasi puluhan triliun rupiah dari Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Harry Prasetyo. Polanya, PT Asuransi Jiwasraya membeli surat hutang jangka menengah dari PT Hanson Internasional dan PT Rimo Internasional Lestari. Setelah skandal ini terbongkar, belakangan tersiar kabar kalau kakak-beradik Benny Tjokrosaputro dan Teddy Tjokrosaputro dalam tahap pencekalan oleh penyidik dari Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus). Jika pencekalan tidak segera dilakukan penyidik, dikhawatirkan mereka berdua akan melarikan diri dari proses penyidikan. Mereka berdua bisa setiap saat kabur duluan ke luar negeri sebelum pencekalan dikeluarkan ke penyidik Pidsus Gedung Bundar. Bisa mengikuti jejak kaburnya Harry Prasetyo yang sudah duluan melarikan diri ke luar negeri. Walaupun demikian, ada juga yang menduga Harry Prasetyo sengaja disuruh kabur. Bila kakak-beradik Brnny danb Teddy ikut kabur, maka dipasstikan akan sangat mengganggu kelancaran proses penyidikan di kejaksaan. Mereka di Sekitaran Istana Selian keterlibatan Harry Prasetyo dan Dato Seri Tahir Mayapada, muncul nama baru yang diduga juga punya kaitan dengan skandal PT Asuransi Jiwasraya, yaitu Erick Thohir. Sekarang Arick Tohir sudah menjabat Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (Meneg BUMN). Diduga ada uang Jiwasraya yang dipakai untuk membeli saham perusahaan Erick Thohir, PT Mahaka Media Tbk. Untuk sementara, dugaan keterlibatan Harry Prasetyo, Dato Seri Tahir Mayapada dan Erick Thohir membuat positioning istana semakin terjepit. Istana tampaknya bakal kesulitan menjawab tudingan publik tentang keterlibatan tiga orang penting di sekitaran Jokowi tersebut. Wajar-wajar saja kalau ada dugaan publik bahwa jebolnya dana masyarakat dalam bentuk polis asuransi di PT Asuransi Jiwasraya ada kaitan erat dengan dana Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Apalagi posisi Erick Thohir pada Pilpres 2019 adalah Ketua Tim Pemenangan pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin. Untuk menyelesaikan skandal Jiwasraya ini, rencannya pemerintah melalui Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan akan membentuk holding BUMN Asuransi. Namun keraguan atas opsi ini cukup tinggi di publik. Keraguan itu terutama karena tingkat kesehatan BUMN Asuransi sekarang di bawah rata-rata perusahaan asuransi. Yang paling sehat hanya perusahaan asuransi swasta. Jika pemerintah salah menyiapkan treatment terhadap skandal PT Asuransi Jiwasraya, bisa jadi bukan menyesaikan masalah yang sudah ada. Sebaliknya, malah memproduksi masalah. Jadinya, masalah utama tidak selesai, tetapi malah menambah masalah baru. Mengingat ceritra masih panjang, maka Erick Thohir, Sri Mulyani, dan tentu saja Jokowi seperti sedang berputar putar di "tong setan" (wall of death). Jika tidak pandai memicu dan mengendalikan kendaraan dengan baik, maka dipastikan akan jatuh dan tergelicir. Skandal Jiwasraya ini bisa menimbulkan krisis yang multi demensi. Bisa krisis kepercayaan terhadap produk-produk asuransi Indonesia. Bisa juga krisis politik dan krisis ekonomi. Padahal Indonesia hari ini sangat membutuhkan kepercayaan publik yang tinggi, baik publik di dalam negeri maupun luar negeri. Kini memang masih oleng oleng saja. Selamat berjibaku Mr. President. Jabatan Presiden rasanya tidak termasuk yang diasuransikan. Karenanya risiko harus ditanggung sendiri. Presiden harus buktikan bahwa tidak ada korupsi kolusi dan nepotisme dalam skandal PT Asuransi Jiwasraya. Rakyat hanya bisa jengkel sambil menyaksikan duit negara dirampok lagi. Apakah ini negara perampok? Penulis adalah Pemerhati Politik
Ironis! Ketua DPR RI Minta PPATK Tidak Publikasi Kepala Daerah Pencuci Uang
Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Presiden Joko Widodo dalam penegakan hukum tampaknya bakal mengalami kendala, menyusul kabar yang dirilis Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) perihal adanya kepala daerah yang menyimpan uangnya di kasino luar negeri. Ironisnya, kendala itu justru datang dari Ketua DPR Puan Maharani yang juga politisi PDIP. Puan minta kepada pihak PPATK dan Kemendagri tak mengumbar para kepala daerah yang memiliki rekening di kasino, tempat perjudian di luar negeri ke publik. Puan menyatakan, bila diumumkan ke publik akan berpotensi menimbulkan simpang siur di tengah-tengah masyarakat. “Alangkah baiknya kalau hal-hal itu tak langsung dipublikasikan ke publik karena menimbulkan simpangsiur atau praduga bersalah pada yang bersangkutan,” kata Puan di Kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Senin (16/12). Puan berharap, agar Kemendagri dan PPATK menyampaikan nama-nama tersebut ke pihak penegak hukum ketimbang ke publik. Sebab, lanjut dia, pihak penegak hukum yang memiliki kewenangan untuk menyelidiki kasus tersebut. “Yang kami harapkan dari PPATK kalau kemudian ada kasus per kasus tolong lapor ke kejaksaan, kepolisian, KPK atau pihak hukum yang bisa tindaklanjuti temuan tersebut,” kata Puan, seperti dilansir berbagai media online tersebut. Di tempat yang sama, Politikus PDIP Johan Budi mengaku terkejut terkait temuan PPATK tersebut. Ia beranggapan bahwa kasus tersebut sudah berlangsung beberapa kali hingga melibatkan banyak pejabat negara. “Harus segera ditelusuri, karena kepala daerah yang mempunyai dana sampai puluhan miliar dan kemudian ditaruh di kasino, ini pasti ada tanya besar, apakah ini dalam rangka untuk money laundering atau uang dari mana ini?” tutur Johan. Senada dengan Puan, melihat hal itu, Johan meminta agar PPATK menyampaikan langsung ke penegak hukum aliran dana untuk diusut tuntas. Ia juga menyarankan agar Kemendagri dapat memantau transfer dana pusat ke daerah yang selama ini dikelola pemerintah daerah. Menurut Johan, hal tersebut bertujuan agar penerimaan daerah itu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Sebelumnya, PPATK mengungkap modus oknum kepala daerah yang melakukan pencucian uang lewat kasino atau tempat perjudian di luar negeri. Ketua PPATK Kiagus Badaruddin mengatakan pencucian uang via kasino jadi modus baru yang terendus pihaknya tahun ini. Dia bilang ada dua cara yang digunakan oknum kepala daerah dalam modus ini. “Menyimpannya (uang tersebut) betul dalam rekening kalau dia mau main dia tarik. Atau juga menyimpannya dalam bentuk membelikannya dalam koin,” kata Badaruddin , seperti dilansir CNNIndonesia.com, Senin (16/12/2019). Badaruddin menyampaikan detail, pelaku menukarkan uang hasil kejahatan dengan koin kasino di negara-negara tertentu. Kemudian mereka menunggu hingga jam operasi kasino berakhir untuk kembali menukarkan koin ke dalam bentuk uang tunai. Para oknum kepala daerah tersebut akan mendapat uang tunai plus tanda terima dari kasino. Setelah itu, tumpukan uang tunai itu diboyong ke Tanah Air dengan status legal. Pencucian uang yang dilakukan seperti ini akan mengurangi potensi penerimaan negara. Pasalnya, aset mereka menjadi sulit terdeteksi. PPATK menyebutkan, dana yang disimpan sejumlah kepala daerah dalam rekening permainan kasino luar negeri mencapai Rp 50 miliar. Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal mengatakan modus pencucian uang ini terbilang baru. Dengan skema yang lebih canggih, maka pemerintah semakin sulit melacak keberadaan aset yang seharusnya terkena pajak. “Modusnya memang berkembang, mulai revolusi dari yang standard sekarang lebih canggih. Ini dari sisi pemerintahan ada sisi potensi penerimaan pajak yang hilang,” ucap Fithra kepada CNNIndonesia.com, Senin (16/12/2019). Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid mendesak PPATK, segera mengungkap nama-nama kepala daerah yang diduga memiliki dana berupa valuta asing dengan nominal setara Rp 50 miliar di rekening permainan kasino di luar negeri. “Jangan setengah-setengah mengungkap, tapi sampaikan sejelas-jelasnya dan sebut nama,” ujar Hidayat saat ditemui di sela Rapat Koordinasi Wilayah DPW PKS Jatim, di Surabaya, seperti dilansir CNNIndonesia.com, Senin (16/12/2019 08:29 WIB). Menurut Hidayat, PPATK haruslah mengungkap temuan itu dengan jelas dan transparan. Hal itu agar publik tak resah dan justru menuduh pihak yang tak terlibat. “Jangan hanya dibuat nanggung, tapi buka seterang benderang mungkin sehingga tidak ada yang menjadi tertuduh karena menebak-nebak,” ucapnya. Bahkan, Wakil Ketua MPR ini meminta PPATK harus berani mengusut tuntas temuannya ini jika ada politikus maupun pejabat lain yang turut terlibat. Yang terpenting PPATK jangan terkesan seolah-olah sudah bekerja, padahal itu bukan hanya kepala daerah. “PPATK harus menelusurinya sampai tingkat pusat, kemudian membukanya ke publik,” tegasnya. Mendagri Tito Karnavian sendiri sudah merespons soal ini. Tito mengatakan, akan menemui PPATK untuk mengkonfirmasi informasi terkait temuan itu. Minggu depan pihaknya akan koordinasikan ke PPATK. Tito mengaku, akan mendalami informasi PPATK lebih lanjut untuk mengetahui validitas faktanya. Ia juga mempersilakan lembaga penegak hukum untuk ikut menyelidiki informasi tersebut. Bagaimana dengan KPK? KPK masih menunggu langkah lanjutan dari PPATK terkait pencucian uang yang dilakukan kepala daerah tersebut. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang belum bisa memastikan apakah pihaknya sudah menerima laporan PPATK terkait temuan dugaan pencucian uang tersebut. “Saya harus cek dulu ya,” kata Saut saat dihubungi CNNIndonesia.com,Senin (16/12/2019). Pihaknya akan menindaklanjuti jika sudah menerima hasil temuan itu dari PPATK, terutama untuk mengusut ada tidaknya dugaan tindak pidana korupsi di dalamnya. Menurut dia, sesuai dengan kewenangan KPK, pihaknya masih bergantung pada langkah lanjutan dari PPATK. Karena informasi itu merupakan milik PPATK yang punya wewenang sebagai Financial Intelligence Unit (FIU) sebagaimana diatur dalam UU Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. “Akan didalami seperti apa informasi intelijen PPATK itu bisa dikembangkan dan mencari pelaku tipikornya sesuai kewenangan KPK. Itu informasi intelijen (PPATK),” kata Saut. Apa yang diungkap PPATK itu bukan isapan jempol. Bahkan, tak hanya kepala daerah saja yang “bermain” dan cuci uang di kasino di luar negeri, seperti Macau. Menariknya, kali ini bukan kepala daerah, tapi anggota dewan “yang terhormat”. Nilainya fantastis! Konon, mencapai Rp 700 miliar. Karena, kalau main, dia tidak pernah kalau, selalu menang. Siapa beliau? *** Penulis wartawan senior.
Aji Mumpung atau Politik Dinasti Jokowi: Anak-Menantu Maju Pilkada 2020
Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Saat Agus Harimurty Yudhoyono maju Pilkada DKI Jakarta pada 2017, publik pun langsung menuding, Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono sedang membangun politik dinasti. Padahal, kala itu SBY sudah tidak menjabat presiden lagi. Politisi Partai Demokrat Jansen Sitindaon menyinggung perihal nilai yang dipegang SBY. Ia menyebut, saat masih menjabat presiden SBY melarang anggota keluarga untuk mencalonkan diri dalam kontestasi Pilkada. “Pak SBY ketika itu berpikir presiden itu kan contoh kehidupan berbangsa,” tuturnya. Jansen menyatakan bahwa SBY kala itu enggan membentuk politik dinasti. “Jadi, dengan saya tidak memajukan saya saja di Pilkada, di daerah itu kan tumbuh politik dinasti,” kata SBY. “Apalagi kemudian kalau presiden yang sedang menjabat memajukan anak atau menantunya ke kontestasi Pilkada,” sindir Jansen, seperti dilansir TribunWow.com, Selasa (17 Desember 2019 10:11). Yang dimaksud Jansen itu adalah anak dan menantu Presiden Joko Widodo yang kini maju pada Pilkada 2020. Yakni, Gibran Rakabuming Raka yang maju pada Pilkada Kota Solo dan Bobby Nasution pada Pilkada Kota Medan. Pengamat Politik Adi Prayitno sayangkan langkah politik Gibran dan Bobby yang kemudian menyebutkan, Indonesia kini memasuki generasi keempat politik dinasti. Direktur Eksekutif Parameter Politik ini menyatakan ketidaksetujuannya atas langkah Gibran dan Bobby itu. Langkah politik tersebut dirasa Adi tidak sejalan dengan apa yang pernah dijanjikan Presiden Jokowi soal pernyataan tidak ikut sertakan keluarga dalam dunia politik. Bahwa pernyataan-pernyataan yang pernah dikeluarkan Jokowi soal partisipasi keluarga dalam ranah politik. “Menurut saya yang bikin dunia ini seakan runtuh karena Jokowi dalam banyak kesempatan bahkan dalam kampanyenya menyatakan tidak akan menyertakan keluarga besarnya dalam politik,” katanya dalam acara 'DUA ARAH' KompasTv, Senin (16/12/2019). Kehebohan majunya Gibran dan Bobby berdasarkan penjelasan Adi terjadi karena pernyataan Jokowi untuk tak ikut sertakan keluarga di ranah politik. Itu yang menjadi perdebatan, kenapa misalnya ada Bobby dan Gibran itu menjadi penting dalam satu diskursus dinasti politik. Menurut penilaian Adi, Jokowi memiliki nilai pembeda yang unik dibandingkan presiden-presiden sebelumnya. Keunikan tersebut adalah tidak mengajak keluarga terjun ke dunia politik. Namun, masuknya Gibran dan Bobby dalam kontestasi Pilkada, menurut Adi adalah bentuk nyata dari politik dinasti. “Tentu apa yang terjadi hari ini, itu beyond theory (di luar teori), beyond (di luar) sangkalan-sangkalan,” kata Adi. “Pak Jokowi sejak awal dianggap sebagai presiden yang memiliki nilai pembeda dengan presiden-presiden sebelumnya yang selalu mengajak keluarga besarnya menjadi bagian penting dalam politik,” ungkap Adi lagi. “Kalau mau kita sebut sebenarnya masuknya Gibran dan Bobby dalam lingkaran kekuasan politik, ini adalah bagian dari generasi keempat politik dinasti di Indonesia,” tambahnya, seperti dilansir TribunWow.com. Sebelumnya, politik dinasti juga terjadi di beberapa daerah saat Pilkada. Beberapa Kepala Daerah pernah “mewariskan” kepada anak istrinya. Di Bangkalan, misalnya, almarhum KH Fuad Amin Imron telah mewariskan kepada putranya. Di Kabupaten Probolinggo, Bupati Probolinggo juga mewariskan jabatannya kepada istrinya. Begitu pula Walikota Batu sebelumnya telah mewariskan jabatannya kepada istrinya. Itulah contoh politik dinasti yang terjadi di Jawa Timur. Pengamat Politik Hendri Satrio menyebut pencalonan Gibran merupakan ajang aji mumpung. Menurutnya, Gibran memanfaatkan nama besar sang ayah, Presiden Jokowi. Dalam tayangan YouTube KompasTV, Kamis (12/12/2019), Hendri menyebut ini momentum yang baik bagi Gibran untuk memenangkan Pilkada 2020. Mulanya, Hendri menyoroti keputusan Jokowi yang mengizinkan Gibran mencalonkan diri sebagai calon wali kota Solo 2020. Selain Gibran, menantu Jokowi, Bobby Nasution yang juga turut mencalonkan diri di Pilkada Medan 2020. “Kalau kemudian Pak Jokowi mempersilakan anak dan menantunya untuk maju di perhelatan Pilkada pada saat dia menjadi presiden, ini memang hal baru,” ujar Hendri. Namun, menurut Hendri banyak kasus serupa yang terjadi di daerah-daerah. “Tapi untuk seluruh Indonesia ini bukan hal baru karena memang banyak terjadi bahkan ada suaminya jadi bupati misalnya mempersiapkan istrinya menggantikan dirinya nanti, itu ada,” kata Hendri. Ia menyebut pencalonan Gibran dan Bobby pada Pilkada 2020 merupakan hal yang wajar. “Tapi pada saat kita memutuskan untuk memiliki demokrasi sebagai sistem pemerintahan hal-hal ini akan jadi wajar,” ujar Hendri. Ketua Bapilu DPP PDI-P Bambang Wuryanto berpendapat bahwa politik dinasti merupakan hal yang biasa terjadi. Hal itu ia katakan dalam menanggapi sejumlah kritik yang menganggap Presiden Jokowi tengah membangun dinasti politik. "Politik dinasti di wilayah dunia timur yang kayak gini, biasa. Bahwa dinasti atau tidak dinasti, kita ini di timur ada jarak dengan kekuasaan, itu biasa," ujar Bambang di Kantor DPP PDI-P, Jakarta, seperti dilansir Kompas.com, Rabu (11/12/2019). Kepada Jokowi Yth Presiden Jokowi. Dengan majunya Gibran putra kandung Bapak sebagai Cawalkot Solo melalui jalur PDI-P, dan Bobby menantu Bapak sebagai Cawalkot Medan melalui jalur Golkar, Bapak sedang menuju kepada pembuktian atas apa yang dituduhkan 45% rakyat Indonesia mengenai berbagai kebohongan dan politik pencitraan yang dilakukan selama 5 tahun yang lalu. Sekaligus perjalanan selama lima tahun ke depan sebagai pengkhiatan atas kepercayaan 55% pendukung Bapak. Padahal baru 55 hari pemerintahan periode kedua Bapak berjalan. Politik balas budi selamanya tidak akan pernah membuat negara manapun berjaya. Politik balas budi akan membuat rakyat sebagai pemilik sejati negara ini, akan menjadi budak bagi negaranya sendiri. Infrastruktur yang terbangun gegap gempita adalah panggung pencitraan terang benderang sekaligus menunjukkan betapa gelapnya jalan menuju penguasaan kekuasaan dan pemusatan sumber keuangan negara di tangan segelintir orang saja di bumi pertiwi ini. Ada 142 BUMN bersama dengan 800 perusahaan anak dan cucunya membuktikan bahwa pengerukan kekayaan negara, praktek money laundrying, korupsi, oligarki, manipulasi, dan nepotisme terus berlangsung sepanjang waktu, siapapun Presidennya, di negara Indonesia ini. Saya tidak katakan Bapak jahat kepada rakyat. Tetapi siapapun yang memegang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, di pucuk pimpinan negara maupun daerah, ketika hanya memikirkan kelanggengan kekuasaan dan pemusatan kekayaan, terbukti telah membuat negara ini menjadi penjahat kolektif bagi rakyatnya sendiri secara sistemik dan sistematis. Bapak akan jahat bila membiarkan semua ini terjadi. Dan kejahatan modern yang paling berat dan paling bengis adalah ketika siapapun pemimpinnya, tega memangsa rakyatnya sendiri. Terpuruknya kesehatan rakyat dari tahun ke tahun, jumlah kesakitan yang semakin meningkat, jenjang kekayaan dan kemiskinan sebesar 630.000 dibanding 1 di negara ini, BPJS sebagai perusahaan asuransi kesehatan yang mewajibkan setiap warga negaranya menjadi nasabahnya dengan paksaan, adalah bentuk penindasan negara kepada rakyatnya yang sungguh-sungguh tidak bisa ditoleransi. Rakyat Indonesia, yang membutuhkan Ibu yaitu bumi pertiwi dan Bapak yaitu pemerintah yang bijak bestari, telah menjadi yatim piatu di negara miliknya sendiri. Semoga apa yang saya tulis di atas salah. Walaupun saya sangat optimis bahwa apa yang saya tulis adalah benar. Semoga Allah swt memberi hidayah bagi Bapak dan keluarga. Jangan sampai kekuasaan yang digenggam menjadikan kemudharatan yang menghancurkan kepercayaan rakyat kepada pemimpinnya. Saya perhatikan Markobar di banyak kota sepi pengunjung. Dan martabaknya sangat manis, menjadi penyumbang terjadinya Diabetes dan Kanker pada anak, remaja, dan generasi muda. Rasanya juga tidak istimewa. Biasa-biasa saja. Gibran masih harus belajar bisnis makanan yang membuat sehat rakyat, bukan hanya sekedar menguntungkan. @Tifauzia Tyassuma Dokter, Peneliti, dan Penulis Jika Presiden Jokowi tetap meluluskan niatan Gibran dan Bobby maju Pilkada 2010, Jokowi akan dinilai rakyat sedang membangun politik dinasti. Bahkan, rakyat akan menilai, ternyata keluarga Jokowi juga “haus kuasa”. Jika keduanya tetap bersikeras maju, Jokowi justru “terjebak” dalam citra negatif yang sangat mematikan! *** Penulis wartawan senior.
Skandal Jiwasraya: Obsesi Jokowinomics yang Berantakan
Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Sebuah akun twiter atas nama Christ Wamea @ChristWamea mencatat, negara rugi Rp 13,7 triliun akibat korupsi di Jiwasraya, Garuda butuh Rp 12 triliun untuk bayar utang, dan BPJS mengalami defisit Rp 32 triliun. Apa BUMN lain tidak ada masalah? “Utang negara naik tiga kali lipat. Ekonomi Hancur. Ini semua karena rezim ini hanya sibuk dengan isu siapa yg paling Pancasilais dan siapa yang radikalisme,” begitu isi twiter Christ Wamea @ChristWamea beberapa waktu lalu yang ramai di WAG. Dari Pergerakan Total Utang Emiten 20 BUMN pada 2014 dan H12019 terlihat komparasi besarannya. Pada 2014 Rp 9,234.300 sedangkan H12019 Rp 13,984.200. Itulah Data Utang PGAS dan ANTM terakhir adalah Q1-2019, Chart: RTI Analytics. Lima dari 20 BUMN tersebut tercatat pergerakannya, antara lain PT Perusahaan Gas Negara (2014) Rp 3,252.4 triliun, (2019) Rp 4,214.1 triliun; PT Garuda Indonesia Tbk (2014) Rp 2.184.1 triliun, (2019) Rp 3,568.2 triliun; PT Krakarau Steel Tbk (2014) Rp 1,706.6 triliun, (2019) Rp 2,572.1 triliun; PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (2014) Rp 704.2 triliun, (2019) Rp 1,097.4 triliun; PT Bank Mandiri Tbk (2014) Rp 750.2 triliun, (2019) Rp 1,045.9 triliun. Jadi, menjawab pertanyaan Christ Wamea @ChristWamea tadi, tentu saja jika dilihat dari Pergerakan Total Utang Emiten 20 BUMN pada 2014 dan 2019 itu, ternyata BUMN yang lain terdapat “masalah”, yakni utangnya meningkat. Skandal Jiwasraya (Jiwasrayagate) yang kini ramai dibicarakan sejak terungkap, jelas beda masalahnya dengan ke-20 BUMN yang “terlilit” utang itu. Karena, dalam Jiwasrayagate ini diduga kuat terdapat unsur pidana korupsinya. Jiwasrayagate ini terungkap bermula dari adanya klaim nasabah peserta program Saving Plan yang gagal dibayar oleh Jiwasraya. Di sini terkuaklah defisit luar biasa besar yang ditanggung oleh BUMN bidang jasa asuransi tersebut. Totalnya menyentuh angka Rp 13,74 triliun, bukan sebuah nominal yang kecil! Bukan hanya nasabah yang panik klaimnya tak dibayar! Betapa tidak, 13 ribu 740 miliar rupiah menjadi defisit dalam kurun waktu hanya 2 tahun terakhir saja. Sebab, pada tahun buku 2017 meski kinerja keuangan Jiwasraya mulai tertekan, tapi masih mampu membukukan laba bersih sebesar Rp 328,43 miliar dan nilai equitasnya positif Rp 5.608,88 miliar atau Rp 5,6 triliun. Tercatat, Jiwasraya mulai membukukan kerugian sampai belasan triliun sejak 2018. Begitu juga equity-nya mulai negatif sebesar Rp 10 triliun sejak 2018 dan hingga September 2019 sudah minus mencapai nominal Rp 23,9 triliun! Menariknya, Presiden Joko Widodo langsung bereaksi atas indikasi meruginya Jiwasraya tersebut. Padahal, dalam kasus indikasi kerugian BUMN lain sampai puluhan triliun rupiah, Presiden Jokowi tidak bereaksi langsung, bahkan nyaris tak ada komentar. Dalam kasus Jiwasraya ini Presdien Jokowi langsung menyatakan di hadapan pers bahwa kasus meruginya Jiwasraya ini sudah berlangsung lama, “Sudah 10 tahunan,” ungkapnya. Jelas, Presiden Jokowi mencoba mencari “aman”. Menarik mundur 10 tahun itu sama artinya dengan melempar tanggung jawab Jiwasrayagate kepada presiden pendahulunya, Susilo Bambang Yudhoyono, yang menjabat presiden untuk periode keduanya (2009-2014). Jokowi pertama kali menjadi presiden 5 tahun yang lalu. Jadi kalau mau “lepas tangan”, maka dia harus tarik mundur lebih dari 5 tahun lalu. Jokowi akan jauh lebih aman, maka blame it to 10 tahun yang lalu, saat SBY masih menjadi presiden periode kedua. Tapi benarkah demikian?! Benarkah Jiwasraya sudah merugi sejak 10 tahun yang lalu, yaitu sejak 2009? Mantan Sekretaris Menteri BUMN saat pemerintahan SBY, Said Didu menyatakan, memang betul Jiwasraya masih merugi saat periode pertama SBY menjadi presiden karena “warisan” dari krisis keuangan tahun 1998 yang belum tertangani. Tapi, kemudian Jiwasraya membaik. Catatan yang dibuat Tirto.id menunjukkan bahwa pada 2009 Jiwasraya mencatatkan laba sebesar Rp 356 miliar dan equity-nya + Rp 799,6 miliar. Serah terima dari SBY kepada Jokowi, 20 Oktober 2014. Dan, pada akhir 2014 Jiwasraya masih membukukan laba Rp 669 miliar dengan ekuitas Rp 2,4 triliun. Laba mulai menurun drastis pada 2017, meski masih positif. Dan, mulai merugi pada 2018 – 2019. Ekuitas menjadi negatif sejak 2018. Jadi, pernyataan Jokowi sama sekali tidak terbukti! Yang menjadi pertanyaan, mengapa Presiden Jokowi sedemikian sensitif menyikapi kerugian Jiwasraya yang nilainya fantastis, melebihi bail-out untuk Century sebesar Rp 6,7 triliun. Mengapa Presiden Jokowi harus sedemikian defence sampai harus melempar masalah ini sejauh mungkin hingga mundur 10 tahun ke belakang?! Padahal data keuangan sama sekali tidak menunjukkan demikian! Ada apa gerangan?! Berbeda dengan Jokowi yang buru-buru membuat statement, Menteri BUMN Erick Tohir justru sebaliknya: nyaris tak bersuara! Erick lebih memilih diam, bungkam, tak seperti kala menguak adanya penyelundupan moge Harley Davidson dan sepeda Brompton itu. Padahal, dalam kasus penyelundupan itu kerugian negara hanya beberapa miliar saja. Tapi, Erick dengan gagah berani melakukan konpers bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani, mengungkap pelanggaran itu dan meminta pelakunya untuk mundur atau diberhentikan. Kasus kerugian Jiwasraya ini meruakkan bau tak sedap. Konon, mantan Direktur Keuangan Jiwasraya, Hary Prasetyo, yang sempat menjadi Tenaga Ahli Utama Kedeputian III Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-Isu Ekonomi Strategis di KSP diisukan kabur ke luar negeri. Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko mengaku dirinya tak melindungi Hary. Bahkan, dia mengaku tidak tahu-menahu jika Hary diduga terlibat dalam kasus gagal bayar Jiwasraya. Harry mulai masuk KSP pada Mei 2018, setahun sebelum Pilpres 2019. Hary hanya di KSP sampai Jokowi selesai menjabat presiden periode pertama. Sekarang, karena tugas Hary sudah selesai, maka KSP pun bisa menyatakan diri tidak tahu-menahu. Ada aroma tak sedap lainnya yang menyeruak ke publik. Kabarnya, di balik meruginya Jiwasraya, BUMN itu diduga dananya ikut dipakai mendanai pemenangan Pilpres 2019 kemarin. Hal ini mengingatkan kita pada Skandal Bank Century, yang mengalami gagal clearing pada 2008. Dengan alasan untuk mencegah kerugian yang lebih besar karena Century bisa berdampak sistemik, maka negara melakukan bail-out untuk Century sebesar Rp 6,7 triliun. Saat itu Menteri Keuangannya Sri Mulyani – seperti sekarang dan periode lalu. Sementara Gubernur BI kala itu dijabat Boediono yang kemudian menjadi wapres. Ketika itu kuat dugaan ambruknya Century dan skenario bail-out terkait dengan gelontoran dana untuk Pilpres 2009, SBY saat itu presiden petahana akan maju lagi untuk periode kedua. Akankah Jiwasrayagate ini bakal menjadi heboh seperti Centurygate? Jika mau berlaku adil dan fair sudah seharusnya lembaga rasuah KPK dan Kejagung bersinergi untuk membongkar kedua skandal keuangan ini sehingga isunya tidak menjadi liar. *Jokowi Effect* Apa yang sebenarnya terjadi dengan Jiwasraya itu? Dana Jiwasraya raib akibat salah investasi pada 2018 dan 2019. Jiwasraya membeli saham Reksadana yang pada akhir 2017 mengalami kemerosotan harga. Itulah fakta yang sebenarnya terjadi. Misalnya, Jiwasraya membeli saham Rp 200/lembar, tapi harga saham pada 2019 ternyata turun menjadi Rp 125/lembar. Seharusnya Jiwasraya tak mengulang membeli, tapi harus jual saham. Sehingga, hanya rugi Rp 75/lembar. Atau dijual saat saham bergerak turun, meski baru dibuka lagi dalam waktu dua jam. Namun, anehnya Jiwasrayagate tak jual, justru beli saham lagi yang turun pada 2019. Padahal, sudah dalam kondisi merugi. Mungkin Jiwasraya berharap setelah beli akan bergerak naik. Mereka yakin 2019, saham akan naik jika Jokowi menjadi Presiden kedua kalinya. Faktanya saham justru menurun terus. Meraka mimpi 2019 Pasca Pilpres 2019, saham akan naik. Faktanya terus merosot. Artinya, Jiwasrayagate merupakan korban obsesi Jokowi Effect di bidang ekonomi. Ironisnya sebelum harga saham naik, ternyata ada klaim dari nasabah yang saatnya melakukan klaim. Tapi, kas Jiwasraya kosong! Sehingga terbongkar. Secara kelembagaan, cara Jiwasraya sebagai perusahaan BUMN itu jelas melanggar hukum. Kesalahan tidak bisa ditimpahkan kepada petinggi Jiwasraya saja. Ada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang juga harus dibongkar. Jiwasrayagate ini hanya puncak gunung es. Bahwa OJK sebenarnya tidak melaksanakan tugas sesuai dengan SOP-nya. Juga menjadi bukti, bukan kemuskilan main saham yang dilakukan Jiwasraya itu juga dilakukan perusahaan BUMN lain. Kabarnya, saham perusahaan Erick Thohir tak dijual di Reksadana. Tapi, melayani sendiri di pasar saham. Kalau pun Jiwasraya membeli saham perusahaan Erick, yang salah itu pembeli, bukan pemilik saham! Mengapa beli saham yang turun?! *** Penulis wartawan senior.
Tersangka Air Keras Ditangkap, Tito Menyesal Keluar dari Polri
By Asyari Usman Jakarta, FNN - Sangat mungkin Tito Karnavian sekarang menyesal meninggalkan Polri. Meskipun dia diangkat menjadi Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Sebab, setelah dia pergi, Bareskrim akhirnya bisa menangkap dua tersangka perlaku penyiraman air keras penyidik KPK, Novel Baswedan. Mengapa Tito menyesal keluar dari Polri? Pertama, penangkapan yang dilakukan pada 26 Desember 2019 itu merupakan prestasi penting Jenderal Idham Aziz, Kapolri yang baru. Selama dua tahun ini Tito gagal mencari pelaku penyiraman. Tentunya penangkapan ini membuat Tito malu. Itu pun kalau dia masih punya. Kedua, Tito menyesal menjadi Mendagri karena boleh jadi Jokowi mengangkat dia sebagai cara halus untuk mempercepat penangkapan itu. Barangkali saja Jokowi melihat Tito selama ini “malas” mencari pelaku air keras itu. Diangkatlah sebagai Mendagri. Tito tentu merasa tersanjung. Padahal, Jokowi ingin membebaskan Polri dari “malas”-nya Tito mengejar pelaku. Ketiga, dan ini yang paling penting, Tito menyesal pergi dari Polri karena boleh jadi pengembangan dari penangkapan kedua tersangka itu bisa meluas ke mana-mana. Apalagi kedua tersangka itu adalah anggota Polri aktif. Tak tertutup kemungkinan mereka akan “buka mulut” lebar-lebar. Kalau nyanyian mereka komplit, bisa-bisa kasus dugaan korupsi oleh seorang pejabat tinggi dalam kaitan dengan “Buku Merah”, akan ikut juga terungkap. Itulah tiga dasar penyesalan Pak Tito melepaskan jabatan Kapolri. Tito kelihatannya dijebak dengan umpan jabatan Mendagri. Tito tak lagi punya “real power” di Polri meskipun masih banyak loyalisnya di sana. Kalau “ada apa-apa” dengan penyelidikan kasus Novel yang dikembangkan dari kedua tersangka anggota Polri itu, Pak Tito tidak lagi menjadi faktor. Setelah pensiun dari Kepolisian, Tito menjadi “lame duck”. Teoritis, tak berdaya. Jokowi tinggal mengatakan, “Siapa pun juga harus mengikuti proses hukum”. Setelah itu, penyidikan air keras bisa berkembang pesat. Bisa saja membuka tabir figur kuat di balik air keras Novel. Smart scenario! Salut kepada Pak Jokowi. Tepatnya, salut kepada “script-writer” beliau. Cerdas dalam cara menggiring Tito keluar dari Polri. Yang kemudian memuluskan langkah untuk menuntaskan kasus Novel. Tapi, akankah semua berjalan seperti yang diinginkan? Tunggu dulu. Belum tentu skenario yang disusun bisa ‘applicable’ (terjabarkan) semuanya! Sebab, drama air keras Novel itu mirip dengan pembuatan film kolosal. Banyak aktor besar yang ikut berlakon. Lain lagi aktor-aktor menengah dan kecil yang akan membuat bingung sutradara. Tidak bisa dipastikan apakah kedua tersangka itu akan membeberkan siapa-siapa yang merencanakan air keras Novel. Tidak ada jaminan akan terungkap nama-nama besar sebagaimana, mungkin, diharapkan oleh Jokowi dan Novel Baswedan. Novel sendiri mengatakan, dia melihat banyak keanehan dalam penangkapan kedua tersangka. Misalnya, tersangka mengarahkan tindakan penyiraman air keras itu sebagai pelampiasan dendam pribadi. Bukan karena bagian dari operasi yang ditujukan untuk mengganggu atau mencegah penyelidikan kasus korupsi yang ditangani oleh Novel. Jadi, akan banyak ‘ranjau’ di sepanjang jalan penyidikan. Anda bisa saja jumpa banyak tanda ‘no visitors’ di ruas-ruas tertentu. Yaitu, ruas-ruas yang tak boleh dimasuki oleh siapa pun. Di Indonesia, pemandangan seperti ini masih lumrah. Tidak semua pohon bisa ditebang dengan gergaji hukum. Masih banyak ‘the untouchable’ (tak bisa disentuh) yang mengendalikan proses hukum itu. Pak Jokowi boleh-boleh saja punya “script-writer” yang cemerlang. Tapi, penulisan naskah dan pengambilan gambar (shooting) adalah dua hal yang berbeda. Shooting bisa berlangsung tanpa sepenuhnya mengikuti naskah. Sering terjadi “ad-libbing” (spontanitas). Di sinilah nanti banyak celah untuk “membajak” proses hukum air keras. Sangat mungkin “ketua” tim penyiram air keras bermain di belakang layar. Sehingga, penyidikan kedua tersangka menjadi terarah sesuai keinginan “ketua”. Tampaknya, inilah yang akan terjadi. Karena itu, janganlah Anda senang dulu dengan langkah Jokowi membebaskan Polri dari “kemalasan” mereka memburu pelaku air keras Novel. Sebaliknya, jangan pula pesimis bahwa penangkapan kedua tersangka itu hanya basa-basi saja. Tapi, Anda layak percaya “ketua” tim penyiram besar kemungkinan akan lolos.[] 28 Desember 2019 Penulis wartawan senior.
PLN Group Selektif-lah Kualitas Supply Batu Bara
Hal itu, mengisyaratkan bahwa kualitas batu bara yang dipasok oleh PLN Batubara akan sangat selektif, agar terhindar dari berbagai gangguan, bila pemasok batubara menggunakan cara manipulasi standart bahan yang tidak sesuai, misalnya, nilai kalor batubara ˂ 4.220 kCal/kg. Oleh Muhammad Hasan Jakarta, FNN – PT PLN (Persero) meresmikan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jawa 7 tahap I dengan kapasitas 1.000 megawatt, sementara tahap II, juga berkapasitas 1.000 Megawatt yang ditargetkan pada bulan Februari hingga April 2020 baru resmi beroperasi. Publik tentu menghitung, dengan jumlah yang akan di produksikan, di internal dermaga pembangkit listrik jenis batu bara terbesar Indonesia itu, bila dua-duanya dioperasikan tahun depan. Publik juga telah mengetahui, bahwa, pembangkit listrik jenis batu bara yang di pasok oleh PLN Grup jauh sebelum PLTU Jawa 7 itu, ialah sebesar 51%. Sisi lain, pengusaha batu bara merasa diuntungkan dengan target tersebut. Tahun depan, PLN Grup akan meningkatkan jumlah kebutuhan pemasok dari pembangkit listrik milik PLN Grup, yaitu sebesar 60%. besarnya porsi itu sudah pasti membawa dampak positif bagi pengusaha batu bara, juga secara khusus dampak postif itu terjadi pada PLN sebagai pemain tunggal persediaan batu bara. Berkaca pada, penetapan target Domestic Market Obligation (DMO) tercatat tahun 2019 sebesar 128 juta ton, sementara 115 juta ton di tahun 2018. Diwacanakan juga 2020 mendatang target DMO dinaikan ke level 155 juta ton. Selain taget DMO. Sikap pemerintah dalam menetapkan harga batu bara sesuai yang dikutip ialah sebesar U$D 70 juta per ton pada pengusaha batu bara dan PLN Batubara sebagai perusahaan pemasok bahan utama ke unit pembangkit yang dimiliki oleh PLN tentu merasa diuntungkan dengan nilai jual itu. PT PLN Batubara dikabarkan bahwa pencapaian pasokan batu bara hingga akhir 2018 mencapai 22,1 juta metric ton. Jumlah yang fantastis alias tidak sedikit, bila dikalkulasikan dalam Rupiah bisa mencapai laba senilai 284,4 miliyar. Selain itu, PLN Grup sebagai pemain tunggal di sektor persediaan batubara, dan berhak mengatur distribusi pasokan batu bara ke unit Pembangkit PLN sesuai kebutuhan masing-masing unit. Fluktuatif dan Kualitas Supply Besarnya jumlah kebutuhan produksi batu bara dan"fluctuating supply", yang sering terjadi, jelas menimbulkan kerawanan pada penambang, maka quality supply batu bara harus punya standart khusus yang siap digunakannya. Perlu dipahami, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jawa 7, 2.000 Megawatt itu, menggunakan teknologi Boiler Ultra Super Critical (USC), dengan bahan bakar batu bara Low Rank yang memiliki nilai kalor 4000 hingga 4600 kCal/kg. Hal itu, mengisyaratkan bahwa kualitas batu bara yang dipasok oleh PLN Batubara akan sangat selektif, agar terhindar dari berbagai gangguan, bila pemasok batubara menggunakan cara manipulasi standart bahan yang tidak sesuai, misalnya, nilai kalor batubara ˂ 4.220 kCal/kg. Belum juga, kalau misalkan divisi quality control lalai bahkan tergiur fee yang besar kemudian kurang memaksimalkan kepastian kualitas suplai batu bara ke unit pembangkit, agar tetap pada posisi steril. Itulah tanda bahaya yang bisa saja terjadi. Bila, nonfluctuating supply bisa diterapkan dengan standart kebutuhan terseleksi secara baik, mesin pembangit cenderung lebih tahan lama (awet) dan mengurangi cost perawatan pada tiap-tiap unit mesin pembangkit itu sendiri. Menghindari penurunan efisiensi penukar kalor, pada boiler, slagging di daerah radiasi akan baik-baik saja, dan fouling di daerah konveksi pun sama baiknya. Dengan begitu, secara pasti mengurangi biaya yang terjadi slagging dan fouling pada boiler. Itulah sikap selektif dan tidak fluktuatif yang menguntungkan pada pengusaha batu bara sekaligus pembangkit listrik.
Jiwasraya yang Diperkosa oleh Jiwaserakah
By Asyari Usman Jakarta, FNN - Seandianya kata “sraya” berarti “belahan”, maka “jiwasraya” adalah “belahan-jiwa”. Dan, pantaslah perusahaan asuransi Jiwasraya sangat dicintai oleh para penguasa. Sebab, “belahan-jiwa” akan selalu menyerahkan segalanya untuk siapa saja yang mencintainya. Itulah yang, agaknya, terjadi dalam dua tahun ini atas diri Jiwasraya. Si belahan-jiwa, PT Jiwasraya, menyerahkan semua yang ada padanya untuk orang-orang yang mencintainya. Yang menjadi masalah, para pencinta Belahan-jiwa ternyata adalah orang-orang yang memiliki Jiwaserakah. Dia tidak tulus mencintai Jiwasraya. Jiwaserakah hanya berpura-pura. Dia hanya ingin kekayaan Jiwasraya. Sekarang, kekayaan Jiwasraya sudah ludes. Dalam dua tahun saja, Jiwasraya menjadi kurus-kering diisap oleh Jiwaserakah. Mula-mula Jiwaserakah menguras Jiwasraya dengan cara halus. Tetapi, setelah itu dia memperkosa Jiwasraya. Bahkan, setelah diperkosa, Jiwaserakah kini terindikasi mau membunuh Jiwasraya. Jiwaserakah memang kejam dan brutal. Dia memiliki kekuasaan besar. Kekuasaan yang sangat tinggi. Setinggi penguasa tertinggi. Tapi, Jiwaserakah tidak hanya kejam dan brutal. Dia juga pintar. Sangat smart. Dia ajak para penguasa otoritas keuangan dan para penguasa politik untuk ikut memperkosa Jiwasraya. Belahan-jiwa yang sangat berpengalaman ini kolaps dalam kondisi yang mengenaskan. Hari ini, setelah pemerkosaan Belahan-jiwa terungkap, para petugas rendahan mulai melakukan pengusutan. Karena rendahan, para petugas itu tak ada yang berani membeberkan siapa-siapa saja pelaku pemerkosaan Jiwasraya. Jaksa Agung tak berani. Pak Jaksa mengatakan identitas pemerkosa akan dirahasiakan. Induk semang Jiwasraya, yaitu Menteri BUMN Erick Thohir, juga tutup mulut. Tampaknya, mereka itu takut. Para mantan manajer “wanita kaya” (Belahan-jiwa) itu dirumorkan kabur ke luar negeri. Tapi, hebatnya, dia menantang. Dia katakan, “saya ada di sini”. Maksudnya, dia tidak lari. Dia bagaikan menantang, “Tangkaplah aku, kau kukejar”. Mungkin si mantan manajer merasa lelaki perkasa yang memperkosa Belahan-jiwa adalah orang kuat yang tak akan tersentuh hukum. Nah, siapa yang berani? Tampaknya tidak ada. Para kekasih palsu Jiwasraya banyak jumlahnya. Mereka semua adalah orang-orang kuat. Dekat dengan pusat kekuasaan. Bisakah publik mengharapkan skandal pemerkosaan Belahan-jiwa (Jiwasraya) terungkap tuntas tanpa ada yang dilindungi? Kelihatannya Anda meletakkan panggang Anda jauh dari api. Tak mungkin masak. Panggang Anda akan busuk. Akan dibuang ke gorong-gorong dekat Monas. Kembali ke laptop. Lembaga asuransi jiwa tertua di Indonesia, Jiwasraya, kemungkinan besar akan bangkrut. Kolaps. Dengan utang 13 koma sekian triliun. Kata para ahli keuangan, perlu 30 triliun untuk mengobati Jiwasraya. Ada yang mengatakan perlu 50 T. Mengapa tiba-tiba saja perusahaan asurani milik BUMN ini hancur berantakan? Jangankah Anda, Erick Thohir saja bingung. Tapi, menteri BUMN itu, konon, kebingungan mau buat apa. Dia pasti sudah tahu para pelaku korupsi Jiwasraya. Persoalannya, di depan Erick ada preman-preman eksekutif dan legislatif. Mereka inilah yang diduga sebagai pelaku pemerkosaan Jiwasraya. Erick hanya bisa menatap Jiwasraya dengan perasaan sedih. Neraca keuangan Jiwasraya ajlok sangat dalam di tahun politik, 2018. Dari posisi positif 5.61 triliuan pada 2017, terjun bebas ke posisi negatif 10.2 triliun pada 2018. Kemudian, di tahun 2019 ini semakin terpuruk. Neraca keuangan Jiwasraya berada pada posisi minus 23.8 triliun. Tidak berlebihan untuk mengumumkan bahwa Jiwasraya tinggal menunggu hari. Dia akan segera menghembuskan nafas terakhir. Rakyat ingin agar para pelaku perampokan dan pemerkosaan Jiwasraya diungkap, ditangkap, dan disekap. Tapi itu hampir tak mungkin. Sebab, para perampok dan pemerkosa itu adalah orang-orang yang mengendalikan pengungkap, penangkap dan penyekap. Sebagai penutup. Adakah kaitan antara skandal Jiwasraya dengan kegiatan pilpres 2019? Banyak yang percaya begitu. Orang-orang menduga kuat uang Jiwasraya digunakan untuk menyukseskan misi politik Jiwaserakah.[] 26 Desember 2019 Penulis wartawan senior.